Jumat, 30 Desember 2011

Aku Kaya Karenamu-Sebuah Catatan di Penghujung Tahun 2011



will you remember our sweet moments
and cherished them the way i do
how we spent our special moment together
how we used to share it all
will you remember me the way
i remember you, will you be the same
the last time i saw you, you are the sweetest
every moment with you is the sweetest one
            (Remember Sweet Moment, Unknown) 


Tulisan ini untukmu, mungkin harus kukatakan begitu dari awal. Karena begitulah, polosmu, pragmatis dan logismu adalah bumi dan langit dengan bahasaku yang mungkin berputar-putar. Sampai tulisanku, yang ada dalam satu buku, buku yang kautimang-timang, buku yang belum sempat kupegang, yang menghidupkanmu dengan nama lain, masih saja kau tanya,
            Kok kayaknya nggak asing dengan dialognya ya? “ tanyamu, masih tetap dengan muka polosmu itu.
Tulisan ini untukmu, karena catatan akhir tahun ini sepertinya penuh olehmu. 12 bulan, 12 kali 30 hari, 12x30x24 jam..cukup, kau tahu aku tak suka matematika. Akhir tahun, sudah akhir tahun, singkat tapi juga lama. 
Akan segera sampai juga
Akhir tahun lalu, resolusiku sederhana saja sebenarnya, resolusi yang kau tebak dengan –sayangnya--benar. Akhir tahun lalu, masih bersamamu bercerita tentang rencana ke depan. Dan kini, akhir tahun ini, ajaibnya, akan kulewatkan malam tahun baru di kota itu. Kota yang dulu kusebut, selalu saja kusebut. Ajaib ya, hidup. Tentu karena upayaku, dukunganmu, dan restu Tuhan. Bagaimana tanpa dukunganmu? yang selalu rajin mereweliku sinau IELTS demi skor yang distandarkan universitas itu, lalu jurnal-jurnal untuk proposal risetku, kau yang unduhkan dari situs kampusmu yang menjadi tak berbayar, software skype untuk chat dengan calon supervisorkupun kau yang kirimkan, dan laptop yang bersamaku kini, dimana aku menulis kalimat ini, yang telah dan akan menghasilkan karya-karya tulisanku, dan juga disertasiku, pun kubeli bersamamu. Lalu bisa kau bayangkan, betapa sulitnya bila aku harus mengepak sejarah, sejarah-sejarahmu?sejarah kita. Makanya tak perlu, tak perlu aku mengepaknya, cukup kusimpan saja. Iya, makanya kubilang, aku sangat kaya, kaya karenamu. Karena aku kaya cerita, kisah, dan pembelajaran.
Dan ternyata, aku bisa berpijar-pijar seperti kembang api menjelang tahun baru bila bersamamu, lalu berubah menjadi langit mendung bila hilangmu, menjadi daun-daun yang rindu rinai hujan bila rindu akanmu, tapi juga menjadi angin yang membebaskanmu tumbuh, berusaha menjadi spasi dalam kalimatmu yang terburu-buru. 
Cukup itu, mungkin memang cukup itu, karena Tuhan mungkin memang telah menjatahkan sebuah porsi untuk kita. Kita cukupkan porsinya. Kau lihat, betapa aku sangat kaya. Karena kau tunjukkan warna pelangi walau tetap disertai hujan, guruh dan petir. Kau, pengacau paling menyenangkan, dengan ketiba-tibaan-mu, selalu. Tiba-tiba berdiri sore itu di depan kosku dengan sebungkus roti untuk sarapan, tiba-tiba muncul di suatu kota yang kukunjungi dengan tahu bakso ditangan, dengan kalimat “ coba buka deh jendelamu”. Atau tiba-tiba menelpon saat perjalanananmu hampir sampai ke kotaku, “ jemput aku ya di terminal”, Atau sebungkus kado yang datang tak kusangka. Kau ini makhluk apa sebenarnya? Seenakmu saja, mengacaukan ritmeku. Selalu, selalu saja begitu. Selalu kupikir, kau kebanyakan nonton sinetron atau film indonesia, terlalu keju dan madu.
Akhir tahun ini, tulisan ini bukan hendak mengusik usik sejarah, hanya bersyukur bahwa karenamu aku kaya. Semua katalog rasa sudah kucobai rasanya. Aku cemas, sedih, bahagia, senang, marah (pernah nggak ya?), cemburu, galau, hampa, dilema. Pernah tersesat, pernah menemukan jalan pulang, pernah merasa menjadi baru, pernah menjadi setan, ataupun malaikat, tapi yang paling sering, dan tak setiap orang bisa lakukan, menjadikanku manusia, manusia saja. Kau lihat, aku kaya bukan?
Terima kasih, atas semua cerita, semua ilmu, semua pembelajaran. Denganmu. Dan memberikanku kesempatan untuk belajar ilmu menerima jatah. Jatah kita. Kita cukupkan jatah kita. Aku akan terus tumbuh dan berjalan, kau juga, beriringan, walau berbeda jalan. Aku, tetap dengan impian-impianku, dan kau tetap dengan impian-impianmu, mari saling wujudkan, dengan saling dukung dan menguatkan, walau impian kita berbeda. Aku, masih dengan pencarianku, dan engkau tetap dengan pelabuhanmu, dan semoga masih tetap berbagi cerita.
Akhir tahun ini, mari belajar ..saling melepaskan untuk terus bersama sesuai jatah kita.
Selamat akhir tahun yang penuh warna ini, dan selamat menyongsong tahun depan yang kita upayakan untuk lebih baik, karena kita bersama untuk sebuah alasan yang baik.

*Kau, yang suatu saat akan membacai tulisan ini. Dan kutebak akan berkomentar “ Wah keren, kau kaya...berarti selain sisa jatah 600 rebu dulu, masih banyak lagi dong jatahku ya..” Glek, itulah kamu. Karena kau yang begitulah yang membuatku rindu.


Selamat Tahun Baru, mari menjemput dan menghidupi impian masing-masing, dunia menanti karya dan kontribusi kita...


Kamis, 29 Desember 2011

Sebaris Kalimatmu (Saja) 2



Masih, masih juga kau nanti, sebaris kalimatnya. Yang tak kunjung jua datang. Yang kaunanti dengan sedu sedan itu, dalam bayangan-bayangan kecemasanmu itu. Apa kabar ia, yang tak kau dengar kabarnya selama 23 hari. Sudah 23x24 jam miliknya, tak disisakan untukmu walau hanya untuk sebaris kalimat saja. Sedangkan engkau, lelah menantinya dengan mengisi setiap menitmu dengan harapan untuk mendapat sebaris kalimatnya saja. Ironi, entahlah, aku tak yakin ada ironi dalam cinta.
Cinta? Entahlah. Padahal sebaris kalimat yang kau nanti itu aku tahu pasti apa. Bukan sebaris kalimat seperti, aku mencintaimu, aku menyayangimu, atau barisan kalimat lain semacam itu. Karena aku tahu pasti barisan kalimat itu telah menghilang—lama menghilang, atau bahkan belum sempat muncul, belum pernah, atau barangkali tidak pernah.
Sebaris kalimat itu, hanya berisi kalimat sederhana
“ Aku baik-baik saja”
Hanya itu, cukup itu. Hingga aku jadi bertanya, mengapa sebaris kalimat itu saja tak kau berhak kau dapatkan darinya. 
            “Lalu maksudnya apa memperlakukanmu seperti itu?”
            “ Jujur saja, sebagai sahabatmu, ada sebagian dari diriku yang tak rela ia memperlakukanmu seperti itu” ketikku saat kita mengobrol lewat YM.
Dan ikon sedu sedan itu kembali muncul.
Kau, dan sedu sedanmu. Menanti dia-mu yang pernah membawamu dalam liku-liku ceritamu. Hanya tak habis mengerti, mengapa menyayangi seseorang menjadi begitu rumit. Teringat film Milly dan Nathan yang kutonton beberapa hari lalu.
            “ Aku lebih memilih melihatmu marah, daripada melihatmu bersedih” itu tulis Nathan yang memilih menyembunyikan penyakit kanker otaknya pada Milly, perempuan yang dicintainya. Dan akhirnya memilih bilang bahwa ia akan menikah dengan gadis lain, dan meninggalkan Milly. Sebelum meninggal ia menuliskan surat pada Milly tentang alasan mengapa ia meninggalkannya.
Entahlah, sahabatku. Mungkin dia-mu juga memilih melakukan langkah begini karena begitulah caranya menyayangimu. Tapi andai ia tahu, betapa engkau tenggelam dalam sedu sedan, dalam praduga, dalam kecemasan yang tak pernah ia bayangkan, ia pasti takkan melakukan hal itu. Mungkin.
-----


“Sebuah cinta memang harus diungkapkan karena tidak pernah ada cinta yang disembunyikan, kecuali oleh seseorang yang terlalu mencintai dirinya sendiri.”
(5 cm, Donny Dhirgantoro)
 ---


*Untuk sahabatku tersayang, cukup bersyukurlah..karena Tuhan menganugerahimu dengan kisah yang membuatmu kaya cerita hidup, dan cinta yang membuatmu mengerti. Hilangkan sedu sedan itu, kami semua tetap ada untukmu..

Abu-Abu


 
Lelaki itu seperti hujan. Datang dan pergi begitu saja. Kita sering dibuat kaget karena di sertai petirnya.. akan tetapi ketika hujan pertama kali hadir yang dirasakan adalah kesejukan dan kesegarannya” (Zara Zettira).


            “ Kenapa engkau akhirnya bilang “tidak” padanya?”tanya Nara padaku. Semilir angin senja menerpa wajah kami, di kursi-kursi kayu pelataran rumahnya. Aku menengok padanya sebentar, lalu menyesap lagi teh hangat di cangkirku. Lalu membiarkan sepi lewat sejenak,
            “ Kau akhirnya menjawab tidak padanya kan?” ulangnya. Kali ini sambil memandangiku. Kuhela nafas sebentar. Lalu mengalihkan pandangan pada bunga-bunga di sekitar taman rumah Nara, aku tahu itu bukan jejak jejak kasih Nara yang merawat bunga-bunga., karena aku tahu pasti dia bukan tipe perempuan yang telaten merawat kebun. Pasti tangan-tangan ibunya lah yang telah menjadi pesulap.
            “ he-eh.” Akhirnya kujawab, dengan jawaban singkat. Seakan tak memberikan ruang untuk ditanya lagi tentang hal itu.
            “ Kenapa Re? Kau sudah mengenalnya bertahun-tahun, dia baik, agamis, apa lagi?”kali ini Nara menatap wajahku lekat-lekat, aku merasa risih. Tapi tetap diam, lebih memilih sepi.
            “ Re...come on! Explain to me” Nara sepertinya sudah hilang kesabaran. Dan memang begitulah dia, selalu menggebu-gebu. Terhadap apapun, kupikir.
            “ Damar terlalu putih” jawabku singkat, dengan nada yang datar, teramat datar. Kuharap dia mengerti barisan kalimatku tanpa harus banyak penjelasan. Tapi sebenarnya aku tahu tak bisa menaruh harapan terlalu banyak pada manusia pragmatis dan logis sepertinya,
            “ ahahaha...masa gara-gara terlalu putih, elu-nya kali terlalu coklat, perempuan jawa banget” cibirnya.
            “ Serius dong jawabnya ah, masa udah kuculik jauh-jauh ke Lembang sini, hanya untuk dengar penjelasan sebaris kalimat “karena Damar terlalu putih” enggak banget sih lo” cecar Nara, seperti biasa. Aku sungguh sudah hapal segala tingkah polahnya, hasil sebelas tahun lebih 5 bulan persahabatan yang kami bina.
Aku tersenyum padanya, sedang senja makin ranum.
            “ Damar terlalu lurus, Ra....dunianya warnanya terlalu putih, aku silau” jawabku, lagi-lagi masih dengan nada yang datar.
Nara berjingkat dari kursi kayunya, mendekatiku yang tengah duduk di hamparan tikar di halaman samping rumahnya.
            “ Lalu apa salahnya menjadi putih. Baik dong, susah lho cari lelaki baik dan lurus-lurus jaman sekarang Re,”. Cecar Nara.
            “ Jadi itu alasan mengapa kau masih bersama Dito? Itupun..kalau bisa disebut..bersama?entahlah..kalian itu nggak jelas”, tambah Nara. Aku hanya mendengarkan celotehannya saja.
            “ Mungkin” jawabku singkat. Kenapa aku pelit bicara sore ini? Seakan keanggunan senja sore ini membuatku rikuh.
            “ Ah, nggak seru banget sih elu...eh, mana teori-teori bahasa dewamu itu..keluarkan oey...keluarkan, kesambet apa sih elu? Sebel deh gue” Nada suara Nara mulai meninggi. Aku tahu ia kesal, memang begitulah kalau dia kesal. Aku telah hapal, terlalu hapal.
Aku hanya tersenyum menanggapi kekesalannya itu.Ia nampak lucu bila sedang kesal begitu.
            “ Heh Rhea, denger. Setauku, kau lebih sering curhat nggak jelas sejak bersama Dito, kangenlah, nggak jelas lah, Dito nggak ada kabar berita lah, cemas lah, lalu kemudian kau nangis nggak jelas, kamu jadi sering terkena penyakit Hypophrenia 1)  tau. Kenapa sih kamu nggak sadar-sadar juga?” nampaknya Nara sudah semakin menaikan level cerewetnya. Persis emak-emak.
Aku masih juga diam. Memandangi sepasang  kakek dan nenek yang tengah melintasi jalan di seberang. Nampak sempurna dalam pandanganku, aku selalu suka melihat kakek dan nenek berjalan berdua sambil bergandengan tangan, membiarkan cinta tak tersembunyi.
            “ Aku butuh seorang pengacau hidup Ra, kau tau aku. Bila kubilang iya ke Damar, aku hanya akan tahu warna hitam dan putih, sedangkan duniaku tak begitu. Dito memberi tahu warna pelangi walau harus kutunggu hujan dulu.” Jawabku, lirih tapi aku yakin masih terdengar telinganya.
Did you know, Someday, someone will walk into your life and make you realize why it never worked out with anyone else. Aku, tak pernah menyesal bersama dengan Dito, walau harus pernah rela menjadi warna abu-abu.” tambahku dengan mantap. 
Aku melangkah pergi meninggalkan Nara yang masih terduduk di atas tikar, lalu baru beberapa langkah, Hpku bergetar, sebuah pesan masuk. nama itu terlihat di layar, klik..
            “ Sayang, maaf ya beberapa hari ini aku nggak bisa dikontak, aku mau pergi sama rombongan penjelajahan ke pedalaman flores. Will miss u. c.u soon” 
Langkahku terhenti, aku berdiri mematung. Senja hampir ditelan malam, Lalu kutengok ke belakang, Nara masih duduk memandangiku di situ. Aku ingin menghampirinya dan menangis.

1)   Hypophrenia : semacam perasaan sedih yang muncul tanpa ada penyebab yang pasti.

Glasgow, 28 Desember 2011. 7 pm—masih dengan suara-suara badai kecil di luar jendela. Tulisan ini terinspirasi dari status FB seorang sahabat ehehe ;p




Rabu, 28 Desember 2011

Moment dan Kartu

Mari bercerita sedikit tentang kebiasaan orang-orang UK yang membuatku salut, salah satunya adalah budaya berkirim kartu yang masih mereka dilakukan. Masih ingat kita dulu, saat-saat ada momen spesial seperti lebaran, banyak kartu-kartu lebaran berbagai bentuk dan desain di mall-mall untuk dikirimkan ke sanak saudara dan handai tolan (btw handai tolan itu artinya apa ya...jadi mikir ;p). Tapi setelah era menjamurnya handphone dan jejaring sosial mulai dari friendster, kemudian booming facebook dan twitter,  maka ucapan-ucapan selamat akan momen-momen spesial sekarang sudah berubah menjadi ucapan lewat sms, lewat wall Facebook, ataupun lewat telepon. Aku pun lupa kapan terakhir kali berkirim kartu lewat pos, saking lamanya. Lalu sekarang ini, kalau kita lihat pusat-pusat perbelanjaan, bagian yang menjual kartu-kartu ucapan sudah semakin menyusut, tidak seperti dulu lagi.
Tapi lain dengan kebiasaan orang-orang UK, walaupun era tehnologi sudah canggih, mereka masih tetap mempertahankan kebiasaan untuk memberikan kartu ucapan. Seperti  kartu ucapan selamat ulang tahun, selamat natal, selamat atas kelahiran buah hati dan sebagainya. Jadi, kalian bisa temukan banyak toko-toko khusus yang menjual kartu ucapan di sini. Biasanya mereka akan menata bagian tokonya dengan kartu ucapan tersebut sesuai dengan momen-nya. Ada bagian yang berisi kartu ucapan tentang ulang tahun, kartu natal..dan lain-lainnya. Jadi bila kalian ini memberikan kartu ucapan, tinggal datang dan pilih ke toko yang khusus menjual kartu ucapan. Tersedia dengan berbagai desain yang menawan hati, tapi eiiit terkadang harganya juga tergolong”mahal”. Semakin detail akan semakin mahal, tapi bila ingin mencari yang murah meriah, carilah kartu ucapan di charity-charity shop seperti british heart foundation, cancer research, ataupun oxfam.
Saat akan liburan natal kemarin, kami sesama anggota lab juga saling memberikan kartu ucapan. Seru dan lucu menurutku. Kami meletakkan kartu tersebut dengan amplop yang tertuliskan nama yang akan diberi kartu di meja kerja masing-masing. Dan akupun mendapatkan kartu ucapan, karena aku tidak merayakan natal, maka mereka memberikan kartu dengan ucapan “Have a Good Time” atau semacam kartu ucapan selamat berlibur. Lucu ya...kutaruh kartu-kartu itu dirak meja kerjaku di lab, ini kartu dari Stephanie dan Melanie...aku sukaaaa...
Kartu Ucapan dari Stephanie (Kiri) dan Melanie (Kanan)

Boxing Day...yeiiiii Diskon!!!

Hari masih terlalu pagi, dan gelap adalah pasti di pagi musim dingin seperti ini. Tapi, hari ini adalah tanggal 26 Desember yang mungkin membuat banyak orang bangun pagi. Termasuk sahabatku ini, yang jam 7 pagi waktu Nottingham, account skype-nya sudah “menghijau” tanda online.

Gus Ir : Pagi2 OL, mau boxing day ya?aku juga, tapi masih gelap, nggak tau mendung atau cerah
Siwi Mars Wijayanti: ehehe...mendung atau cerah yang penting jadi saksi sejarah
Gus Ir : Apaan sih boxing day, aku sih cuman iseng ikut-ikut doang, daripada bosen
Siwi Mars Wijayanti : tinju2an..ahaha...

Suasana salah satu toko saat boxing day di Glasgow
Begitu  penggalan chat skype kami membicarakan tentang boxing day. Apaan tuh boxing day? Boxing =tinju??ehehe...pertama kali mendengar istilah ini saat ikut pelatihan pre department engilish course di UM Malang dulu, ada dosen yang bercerita tentang pengalamannya ikut boxing day. Jadi setidaknya sudah ada gambaran sebelumnya. Iyap, boxing day itu hari dimana hampir semua toko memberi diskon yang cukup fantantis barang-barangnya, sehingga dipastikan semua orang ingin berbelanja. Yahuii?seems interesting right? Dan pastinya membuat mata berbinar-binar bagi para penggemar belanja?
Aku? Ehehe mungkin sama dengan Gus Ir, niatnya hanya berperan serta sebagai saksi sejarah. Kan setidaknya kalau ditanya soal boxing day, kami-kami yang disekolahkan jauh-jauh ke negeri antah berantah ini bisa bercerita pengalaman kami.
Boxing Day sebenarnya secara tradisional adalah hari setelah hari natal dimana orang-orang kaya di UK memberikan kotak hadiah pada orang-orang yang kekurangan. Namun perkembangan sampai sekarang ini, Boxing day diadakan pada tanggal 26 Desember dimana toko-toko akan menggelar barang dagangannya dengan diskon fantantis! Tradisi ini bisa disaksikan di UK, Australia, Kanada, New Zealand dan beberapa negara Commonwealth.
wajah-wajah kalap diskon ehehe ;p
Dan akhirnya setelah 2 kali ketukan di pintu belum sanggup membuat Puput-flatmate-ku bangun, aku asyik berselancar di internet dan terciptalah tulisan (langung pencet backspace setelah tadi awalnya nulis-terciptalah puisi hihi) yang berjudul “Kamu (Lagi)”. Baru pukul 11-an kami meluncur ke city center tempat banyak toko-toko buka lebih awal dari biasanya menghadapi boxing day. Lalu ketemuanlah dengan si Maya (anak indo juga yang kuliah master di Glasgow Caledonian University), dan kami bertiga mulai menjelajah dari toko ke toko. Orang-orang sudah memadati hampir setiap toko. Hohoho malah jadi bingung belanjanya, kebanyakan orang ehehe. Dan untuk toko-toko branded (hihi maklum cah ndeso, nggak ngerti toko-toko bermerk terkenal) walau sudah didiskon, tetap saja harganya masih terasa setinggi langit, tak terjangkau. Lama-lama pegel juga kaki, menjelajah dari toko ke toko,
            “ Wah mba, kita belum bawa tentengan inih” kata Maya, saat melihat hampir setiap orang yang berjalan melintas, masing-masing membawa tentengan belanjaan baik di tangan kanan maupun kirinya.

Akhirnya menenteng barang belanjaan juga
Dan akhirnya, nemu juga toko yang harganya rada lumayan di kantong, kamipun kalap di New-Look dengan diskonan yang lumayan gedhe, hampir1/3 harga. Dan coat-yang biasanya mahal ampun, kini masih terasa “rasional” harganya. Dan mari pamer barang belanjaan. Kubeli sebuah coat merah paduan strip hitam seharga 10 pounds (aslinya 32.99 pounds). Tadinya rada penasaran, kenapa barang yang sama harganya bisa beda, karena di suatu bagian toko aku menjumpai coat yang seperti itu, hanya didiskon jadi nett 20 pounds. Kok yang di bagian lain bisa jadi 10 pounds ya? Jawabannya kudapat setelah kucobai coat itu di rumah. Ternyata coat yang kubeli itu  ada tulisannya : Age 12-13..ekekek...fiuuuuh, aku sudah menggendut begini di sini masih muat ukuran anak-anak umur 12-13 tahun?aih, syukurlah, jadinya ukurannya tetep pas di badan dan pas pula di kantong. Jadi, salah satu trik belanja adalah, cobain liat di ukuran anak-anak, siapa tahu ukurannya pas dengan kalian, mungkin karena ukuran orang sini jumbo-jumbo ehehe. Begitu pula dengan jaket merah marun, yang secara menggiurkan jadi 8 pounds, itupun untuk usia 12-13 tahun. So, sukses membeli barang bagus dengan harga lumayan murah.
Coat for Age 12-13?? ehehe ;p
Dan ada satu hal yang unik lagi di sini dalam urusan belanja, jangan kaget bila beda warna juga berbeda harganya. Ada warna-warna tertentu yang lebih mahal dari warna yang lain. Contohnya kubeli atasan mirip coat tapi bahannya tidak setebal coat warna merah (waaaah jatuh cinta banget sama baju iniiiii...), harganya dari 29.99 didiskon jadi 10 pounds. Tapi di bagian lain, kulihat yang warna biru tosca dan beberapa warna lain tidak didiskon, harganya tetap sama. Hoho, begitulah uniknya belanja barang-barang di UK. Jadi begitulah kawan, boxing day kali ini lumayan menikmatinya. Walaupun pengeluaran menjadi tak terduga, tapi kupikir tak apa, sebanding dengan barang yang didapat..ehehe.. alesan. Masih inget kata Nares (mahasiswa indo juga) yang dengan kalapnya menghabiskan sekitar 120 pounds dalam sehari,
            “ Eh, bukan masalah elu beli barang itu murah. Tapi liat dulu, itu barang dari harga berapa didiskon jadi berapa, kan goblok banget kalo barang bagus dari harga XX jadi XX tapi nggak dibeli kan bo” katanya diakhiri dengan tawa. Ekekek ada-ada saja dia, busyet di sini co’-malahan lebih gila belanja daripada kami-kami yang perempuan.
            “ Ini tuh buat nyokap, kan bagus tuh kalo sweater panjang ini dipakein jilbab, biar ganti-gantilah modelnya. Trus ini buat nenek gue, pasti deh ntar kalo udah kukasih, nenek gue bakal langsung jalan-jalan shopping pake sweater ini” terang Nares sambil menjereng dan mencobai barang-barang buruannya satu-satu di flatnya. Sedangkan kami (aku, puput, maya, dias) mengamati gaya si “mami” yang jago masak rendang ini, dan langsung bisa menebak bahwa hobi belanjanya adalah hobi genetis. Ehehe beginilah kami-kami ini, mahasiswa indo yang kena boxing day, kena tinjuan diskon ahahaha...


Senin, 26 Desember 2011

Kamu (Lagi)




Suara Badai, detak jam dinding, dan kamu
Kamu, lagi, yang mungkin dititipkan badai dari jauh, mengetuk-ngetuk jendelaku

Walau sebenarnya sudah kulipat-lipat rapi, seperti sapu tanganmu itu
Tapi pagi ini, kamu, melintas lagi
Meringkusku dalam setiap hitungan detik, setiap menit,

Sempat kuingin punguti sejarahmu dan kubawa lari,

Lalu pergi,

Tapi bukannya menghilang, tapi mengada, semakin

Jadi, biar kududuk bersamamu saja, bersama badai dan detak jam dinding




Glasgow, 26 Dec 2011 08.00 pagi yang masih gelap

Aku dan Sahabat

Bersama-sepiring berdua-
Kita, telah melewati berapa tahun bersama?walau waktu memang tak bisa menjadi ukuran sebenarnya. Kita, telah melewati berapa kejadian bersama? Berapa tawa, suka cita, duka, lara, hampa yang kita bagi bersama? Mungkin tak terhitung jumlahnya. Hampamu, sepimu, resahmu, cerita cintamu, impianmu, duniamu, terimakasih karena telah dibagi denganku. Seperti juga sepiku yang perlahan pergi bila kalian datang padaku, hampaku yang surut seketika bila bersama kaliam, lalu senyum kembali ada dimana-mana. Mungkin karena itu Tuhan, memberikanku sebagai sahabatmu, memberikan kalian sebagai sahabatku. Mungkin begitu.
Aku tak lagi harus memakai “topeng-topeng” saat bersama kalian. Aku, manusia, manusia saja saat bersama kalian. Yang pernah, pernah terisak-isak tanpa kata, hanya isak tangis saja di ujung telepon. Dan menantimu berkata satu kalimat saja, “kenapa?” 
Pernah berbagi cerita-cerita bahagia, sampai tertawa ngakak tak jelas bersama. Malam ini, pukul 11.30 malam waktu Glasgow, dan 6.30 waktu Indonesia. Aku ingin ikut pagimu, detik ini saja. Karena aku merindui kalian semua.
Kalimat kita selalu saja sederhana, seperti dengan sahabatku, sudewi,
            “.hehehe aku lagi makan...semur daging sapi...aku ingin gendut lagi....” pesanku yang kutinggalkan di inbox jejaring sosial.
            “Tambah daun2...biar gendutnya seger”. Aku tersenyum membacainya.
Atau kalimatku dengan iin marlina,
            “Wkwk Budos kangene tumplek neng pasar gombong” katanya saat aku menyebutkan kangen makan soto lepot, soto paling original dan enak seduniaaaa, kangen mie ayam bakso langganan kami di pasar gombong, dan tahu petis di depan pasar yang buka mulai jam 4 sore, dari dulu menjadi langgananku sejak dulu jama SMA sepulang les, bahkan saat kuliah di jogya, saat pulang..melompat dari bis karena biasanya berhenti sejenak di pasar gombong, langsung menuju si bapak penjual tahu petis, lalu berlari lagi ke bis dengan tahu petis panas di tangan. 
Wonosobo--Suatu Masa
Lalu, widuri wulandari, kalimat yang kuucapkan beberapa saat padanya,
Merry Christmas, my dear friend Widuri Wulandari..selamat merayakan natal bersama keluarga..have a good time :) “ begitu kuucap di wall jejaring sosialnya. Saat ini pasti ia sedang merayakan natal bersama keluarga besarnya di kebumen.
Lalu Ani, sahabatku yang telah memiliki dua orang buah hati,
            “ Sebentar adek, ini lho tante siwi telpon dari Inggris...” katanya saat kutelpon dengan kredit skype tadi pagi. Menerocos bercerita dan lumayan meredakan kangen, walau sebentar, karena kredit skype angkanya terus turun.
Sederhana saja, sangat sederhana. Selalu sederhana.
Duduk dekatku sini, kita kenang lagi bersama, masa-masa bersama kita. Kapan kali terakhir kita bersama-sama dalam formasi lengkap? Di pernikahan dewi sulis juni lalu? Saat di cirebon kala itu? Lama sekali kita tidak berbagi tawa dalam momen yang sama, dalam ruangan yang sama, dalam udara sama yang kita hirup. Kebersamaan?apakah memang harus dalam ruang dan waktu yang sama?
Kini, terkadang tengah malamku adalah pagi butamu, bangun pagiku adalah kala siang menggelincir menuju soremu. Aku merinduimu, merindui kalian. Hidup sudah berevolusi, jejak-jejak kita sudah menyebar kemana-mana, berlainan jalur-jalur hidup. Tapi bukankah kita terus bergandengan tangan?
Dan beberapa saat lalu, kubertanya,
            “ Aku sering sendirian, dalam hidupku, aku sering kali sendirian, sendirian saja. Tapi hampir aku tak merasa kesepian. Kenapa akhir-akhir ini aku merasa sepi?” tanyaku pada sahabatku, pada diriku sendiri juga sebenarnya.
Sepi..mungkin bukan aku saja yang terserang penyakit ini. Saat chat dengan seorang sahabat PDEC, yang tengah melanjutkan masternya di Nottingham, ia berkata :
[12/24/2011 10:13:37 PM] Gus Ir: iya betul, aku dari baru bangun duduk terus di depan komputer ndak tau dengan jelas apa yang aku lakukan dan manfaat apa yang aku dapat sampai saat ini, tapi satu hal yang aku syukuri bahwa aku masih hidup....

Ahahaa...Sepi ini, mengingatkanku akan kalian. Merindukan senyuman, tawa, bahkan tangis, keluh kesah kalian.

Bersama-Bali-2011
Aku harus bersyukur, aku punya kalian...***

Sabtu, 24 Desember 2011

Hilang



Bahwa pernah, saya saat berjalan menuju lab, melihat aspada nomor 7 yang biasanya turun di depan kosku dulu, saya mengedipkan mata berkali-kali, hanya untuk meyakinkan bahwa saya salah lihat. Bahwa pernah, saya terpilin lelah, bolak balik di ruangan waktu, di antara dua penanda waktu itu. Jam berapa sekarang? Maksudmu waktu mana? Aku terkadang terjebak di antaranya.
Pernah dalam sendiri, menunggu bus 747 untuk pulang ke rumah, saat petang, hujan, dan sendirian di antara bangunan-bangunan di kejauhan yang termakan kabut gelap, dan tiba-tiba saja saya merasa hilang, tidak terkoneksi pada apapun, walau sebenaranya ingin setengah mati.
Pernah, suara-suara orang bicara, senyum orang-orang lewat dan berlalu, tawa-tawa yang terdengar di telinga..tapi tak pernah sampai dalam hati. Suara itu hilang segera setelah bunyi terakhir terdengar, senyum-senyum itu tak berbekas, setelah hilang di muka mereka semua dan tawa itu, berlalu tanpa kutahu.
Saya juga pernah, berlarian pikir ke berbagai kota dalam beberapa detik saja, lalu mereka mencoba membawa saya pulang. Pulang kemana? Entah. Karena saya tidak ada dimana-mana. Saya tidak di Glasgow, tidak di Jogyakarta, tidak di Kebumen, tidak di Purwokerto, tidak di Semarang, tidak di Malang, tidak dimanapun. Saya pernah hilang.
Demikianlah hikayat kita. Manusia yang kehilangan dirinya sendiri dalam ruang-waktu yang kita reka setiap hari. Seperti kata Lucius Annaeus Seneca, filsuf sekaligus sastrawan Romawi yang hidup 2.000 tahun lalu itu, “Ketika kita berada di mana-mana, sesungguhnya kita sedang tidak berada di mana-mana.”
Kini (now), di sini (here), mungkin sesungguhnya kita sedang tidak di mana-mana (nowhere). Lihatlah kamera menjauh dari kepala kita, zoom out, kita menengadah: dan ternyata kita sendirian. Kecil. Terkucil (Fadh Djibran, Nowhere)

Kemudian saya bergegas, mencari lagi, dimana saya?siapa saya? Dan berharap akan ditemukan segera. Pasti. Saya mungkin hilang, karena kehilangan. Tapi akan kembali, karena saya ingin kembali. Menjadi “hidup” di detik ini.

*aku merasa asing dengan “saya” yang menulis posting ini, kalian kenal?aku tidak.

Kamis, 22 Desember 2011

Sebaris Kalimatmu Saja

Tak usah berbait-bait, berlarik larik puisi, ataupun sajak

Tak perlu indah rima, tak perlu pilihan kata berbunga

Cukup sebaris kalimatmu saja,

Sebaris, tak banyak

Cukup semenit, dari 23 jam 59 menit yang kau bagi dengan duniamu yang lain,

Sayangnya satu menitpun mungkin terlalu banyak

Sebaris kalimatpun menjadi terlalu mahal,

Hingga tak sanggup kumiliki,

**Untuk sahabat yang tengah menunggu jawab, dan berkata yang membuatku tersenyum : dari 24 jam miliknya, tidakkah bisa disisakan 1 menit saja untukku?

Rabu, 21 Desember 2011

Menempatkan Sejarah


Atas nama sejarah, engkau mengenggamnya erat-erat, engkau bawa-bawa kemanapun langkahmu pergi. Berdetik hingga tahun, atas nama sejarah, cerita itu engkau putar ulang di benakmu. Engkau mengenggamnya seakan masih kau miliki, dan lupa kapan terakhir kali “pengalaman langsung” yang kau rasai bersamanya? Terakhir kali kalian berbincang tentang cuaca, tentang jalanan yang ramai, tentang menu makan siang atau kemana tujuan jalan-jalan akhir pekan.
Kebersamaan yang tak pernah engkau punyai (lagi), karena kebersamaan kalian berdua sudah ada dalam lembaran-lembaran sejarah. Sejarah yang masih runtut kau buka-buka lagi, tapi masihkah akan ada cerita untuk kalian berdua di masa mendatang?
Engkau membuta, atas nama yang kaunamai cinta. Mungkin memang benar adanya, dan pastilah benar kurasa. Tapi sampai kapan kau terus menghidupi sejarahmu itu? Sedangkan harimu berjalan. Yang setiap detiknya menawarkanmu sejarah baru, bukan untuk menghilangkan sejarah lama, tapi mewarnainya.
Dialah bagian terbesar dalam hidupmu, tapi kamu cemas. Kata “sejarah” mulai menggantung hati-hati di atas sana. Sejarah kalian. Sejarah memiliki tampuk istimewa dalam hidup manusia, tapi tak lagi melekat utuh pada realitas. Sejarah seperti awan yang tampak padat berisi tapi ketika disentuh seperti embun yang rapuh (Surat yang tak pernah sampai-Filosofi Kopi-Dee)

Walaupun aku bisa mendengar harapmu dengan jelas, saat engkau berkata :

Aku ingin bersamamu, saat mengecat tembok rumah kita. Dengan cipratan warna cat di wajah coreng moreng kita, tapi kita masih terus tertawa, bahagia. Aku juga ingin memperbaiki kancing bajumu yang tak lagi lengkap..ataupun minum teh hangat bersama di teras rumah kita. Ingin memberikan senyuman terbaikku untuk luruhkan penatmu, agar kembali lagi senyummu itu. Hanya cukup satu senyum saja, senyummu. Terciptalah sebuah simphoni sore hari yang sempurna, sederhana. Tak lagi rupa-rupa, karena cintaku sederhana saja. My love for you is for free, tak usah kau hitung-hitung lagi.

Dan saat yang sama pula aku mendengar pula resahmu : Terkadang ingin mengalahkan waktu, tapi bisa kubayar dengan apa ketinggalanku bertahun-tahun lamanya?
Tak perlu, tak perlu kau kalahkan waktu. Karena sebenarnya waktu tak pernah peduli apapun kejadian di muka bumi ini. Ia hanya peduli untuk berputar, berjalan, sesuai dengan tugasnya.
Hidup ini cair, semesta ini bergerak, realitas berubah. Seluruh simpul kesadaran kita berkembang, mekar. Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam, memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia. Kamu, tidak terkecuali. Masih ada sejumput kamu yang bertengger tak mau pergi, dari perbatasan usai dan tidak usai. Bagian dari dirimu yang merasa paling bertanggung jawab atas semua yang sudah kalian bayarkan bersama demi mengalami perjalanan hati sedahsyat itu. Dirimu yang mini, tapi keras kepala, memilih untuk tidak ikut pergi bersama yang lain, menetap untuk terus menemani sejarah (Surat yang tak pernah terkirim, Filosofi Kopi, Dee)

Pilihan itu di tanganmu, aku tahu engkau akan tetap sanggup “hidup” walau dengan membawa-bawa sejarahmu itu sepanjang hidupmu. Tapi, tidakkah engkau mengijinkan ada sejarah baru, biar lembar-lembar hidup anugerah GustiMu itu terwarnai?
**Untuk seorang sahabat, You deserved the best, my dear sis
Glasgow, 20 Dec. 11.15 waktu malam hari, dengan suhu yang mulai menggila, tapi tak jua bisa kupejamkan mata hingga tulisan ini usai***