Kamis, 22 November 2012

Udara//Mengada




Udara, betapa ia  selalu menjadi juara
Bila harus bercerita tentang ketulusan hatinya,
Udara itu sederhana, bersahaja, tanpa banyak sandiwara
Ia bahkan tak perlu tampil mengemuka, tapi siapa yang bisa hidup tanpanya?
Mengudara bergerak bebas di antara manusia manusia
Mungkin menyelusup di antara kamu, dia, kalian, mereka, saya.
Ia bergerak bebas,  mengada tanpa jeda
Tak perlu memilih, tanpa perlu dipilih,
Ia hanya mengada, hadir tanpa akhir
Tak peduli manusia merasa hadirnya atau melupa
Udara, ia tetap ada
Betapa kecil saya dibandingkan udara,
Saya, yang masih ingin memilih, masih ingin dipilih, ingin terlihat ada
Mungkin harus banyak belajar pada udara
 

Glasgow, 22 November 2012 

** Untuk sahabatku yang sedang kecewa hatinya, memang butuh hati baja untuk bisa menandingi ketulusan udara, tapi percayalah engkau bisa terus mengada, seperti udara, bahkan bilapun hanya bisa dalam doa.

Rabu, 21 November 2012

Clarity




Kali ini hanya ingin menuliskan yang hal sederhana, saat malam sudah beranjak naik, Glasgow sedemikian tenang malam ini. Maka saya ingin menuliskan beberapa hal saja sebelum duvet bunga-bunga itu menggoda saya untuk segera menghampirinya.

Saat sedang membacai tulisan saya ini, bagaimana cuaca hatimu? Cerah, berawan, atau mendung? Semoga tulisan saya bisa mencerahkan..eh, kalian semua ding yang berkuasa membuat hidup kalian cerah ;p

Bagaimana kabar hidup akhir-akhir ini? Mari kita bincangi sejenak.

Ada yang menganggap hidup itu biasa-biasa saja, bisa makan, sandang, papan cukup, keluarga berkumpul. Maka sudah cukup bahagia.

Ada yang letak kebahagiaannya saat dirinya sudah mampu serve the world’s need, yakni memberikan kontribusinya pada sesama, pada bumi. Dia merasa “penuh” dan bahagia.

Ada yang apapun yang dilakukan agar orangtuanya bahagia, maka ia pun akan bahagia.

Ada yang memaknai cinta dengan degup, dengan binar, bersatunya dua jiwa yang saling menghidupi.

Ada yang memaknai cinta dengan memberi kasih, pengabdian atau komitmen.

Ada yang memaknainya kehidupan di dunia hanya “mampir ngombe”, jadi hidupnya fokus untuk akhirat.

Ada yang bercita-cita jadi kaya agar bisa menyantuni yang berkekurangan, slogannya wanna feed the poor? Be rich!

Ada yang ingin jadi full housewife, mengurusi suami dan anak-anak. Namun ada pula yang ingin berkarir di dunia kerja, dan menyeimbangkannya dengan mengurus keluarga

Banyak, banyak lagi lainnya. Setiap orang punya “nilai hidup” yang pasti berbeda-beda.

Dan pastinya kamu, kalian punya itu bukan? Punya kalian sendiri, masa mau nyontek saya ehehe..

CLARITY

Kejelasan. Kejelasan pemaknaan. Hal-hal di atas terlihat berbeda, namun semua pada dasarnya sama. Letaknya ada pada Clarity-nya.

Misalnya : “ saya merasa nggak cukup hidup menjadi biasa-biasa saja. Tuhan pasti menciptakan saya dengan tugas tertentu. I want serve the others, I will contribute to others.”

Misal loh ituu..okai, that’s the clarity. Jelas. Sering-seringlah bicara pada dirimu sendiri. Maumu apa? Nilai apa yang kau pegang? Hal-hal apa yang penting bagimu?  CLARITY.

Ada seorang teman berkata “ aku nggak tau sebenarnya buat apa aku belajar jauh-jauh ke luar negeri? Atau..” nggak ngerti juga buat apa sih aku berdarah-darah berjuang sedemikian rupa?” atau pernyataan-pernyataan yang hampir serupa.

Hidup tanpa clarity. Betapa hampa, tanpa makna-nya bila hidup sering ada dalam fase “ tanpa clarity” seperti itu.

Humm cobalah baca kata Rene Suhardono nih :
Tak usah dicari ke mana-mana, karena sejatinya bahagia itu sudah ada dalam diri. Tinggal, bagaimana keputusan kita sendiri untuk memaknai bahagia seperti apa. Bagi saya kenikmatan tertinggi adalah ketika kita tahu siapa kita. Kapan bisa discover ourself, kapan menemukan diri sendiri, bagaimana bisa menemukan clarity akan ke mana, bukan tujuannya, tapi clarity-nya.

Tuh kan, jadi kalau ditanya ngelab sampai gelap, bahkan weekend juga ngelab demi apa (kalau alay : miapah?) atau kerja sampai lembur-lembur di kantor demi apa? Pergi meninggalkan keluarga beberapa lama, demi apa? Pengen gendut demi siapa?#eh hihihi..
Jelas kan claritynya?

Selamat membincangi diri sejenak, kawan. Jangan-jangan “ia” kangen lama tak kau bincangi.

Salam cinta dari Glasgow.

 

Glasgow, 20 November 2012 10.30 pm

 

Senin, 19 November 2012

Random



 
“Kau tahu Rei, bahagia ada dua jenis, bahagia yang tidak berdetak dan bahagia yang berdetak.” terangmu tiba-tiba di suatu senja di Chaopraya. Ah kau rumit, bahagia ya bahagia saja, kenapa harus kau perumit sedemikian rupa? Tapi aku masih tetap runtut mendengarkan tuturmu.
            “ Kata mamak, pilihlah lelaki yang mencintaimu walau kau tak mencintainya. Ia akan selalu ada untukmu, maka hidupmu akan bahagia nak. Begitu kata mamakku selalu, tapi aku tak ingin mengambil pilihan itu.” Lanjutmu lagi.  
            “ Pasti mamakmu itu dulu tak begitu cinta sama Papi kamu yah?” tebakku. Satu sesapan strawberry milkshake kembali memerahkan senja kita. Kita, yang telah lama tak bersua, hingga akhirnya dipertemukan di Chaopraya.
            “ Kok kamu bisa nebak gitu?” gelakmu dengan mata yang memicing sedikit. Ah, Alea..tak sulit mencari tahu nilai yang dipegang seseorang. Jangan pernah bilang masa lalu adalah lembar-lembar yang harus dilupakan atau hanya disimpan. Tak kau sadarikah banyak pijakan hidup dan nilai yang bertumbuh dari masa lalu seseorang?
Aku hanya tersenyum, dan aku tahu kau memahaminya.
            “ Mamak sama Papi baik-baik saja. Pernikahan mereka bertahan sampai Papi meninggal setahun lalu, Rei. Tapi aku rindu binar cinta di mata Mamakku.” Begitu terangmu.
            “ Lalu apa Alea? Bukankah semua baik-baik saja? Mamakmu bahagia bersama Papimu, sudahlah.” Tanganku meraih pisau dan memotong pizza di piring menjadi potongan kecil. Perutku lapar sedari siang.
            “ Ada kalanya saat engkau bersama seseorang, engkau seperti melesat-lesat seperti bunga api. Dunia takjub melihat tertawamu yang riuh, senyummu yang membuncah. Yang tak perlu tahu bagaimana semuanya itu tercipta, hanya dengan bersamanya saja. Bersamanya saja. Mau kau tukar dengan apa rasa semacam itu?” katamu dengan pandangan mata yang lurus padaku. Suapan pizza ke mulutku terhenti.
            “ Lalu maksudmu apa? “ aku seperti tak mengenali Alea, sahabatku semenjak kuliah sarjana itu.
            “ Rei, setiap orang berhak memilih apapun macam kebahagiaannya, dan aku memilih yang kedua. Tidak salah bukan?” tanyamu. Ah Alea, semoga semesta mendukungmu. Senja sudah hendak berganti malam di Chaopraya. Kerlip lampu-lampu di jalanan itu mengingatkanku akannya.  Bahagiaku yang berdetak. Tiba-tiba aku ingin segera pulang.***
 
----
Aku menarik lagi duvet bunga-bunga, menyelimutiku tubuhku. Hangat perlahan menjalari. Lama rasanya tidak menikmati sensasi semacam ini. Tenang yang menenangkan, yang harmoni. Aku menghentikan waktu sesaat.
Irama I wanna grow old with you-nya Adam Sandler mengalun liris. Aku tersenyum, menikmati setiap nada-nadanya. Rasamu kamu dekat, mas.
 
 
I wanna make you smile whenever you're sad
Carry you around when your arthritis is bad
All I wanna do is grow old with you
I'll get your medicine when your tummy aches
Build you a fire if the furnace breaks
Oh it could be so nice, growing old with you
 
Aku baru sadar lama rasanya tak menikmati rasa seperti saat ini. Entah mataku terpejam atau tidak, hanya merasa hidup dalam kekinian tanpa terasa risau akan esok, tanpa terlalu tenggelam dalam masa lalu. Butuh orang-orang pemberani untuk hidup untuk hari ini.
Yunani berderap sesuai irama waktu yang terus melaju. Suhu udara sudah sering merambati titik nol akhir-akhir ini, dingin menelusup. Ah, kangen kamu, mas. Harusnya aku bisa menelusup dalam pelukmu, menciumi bau aftershave-mu yang selalu sanggup menentramkanku. Tak peduli kau yang tengah asyik membacai jurnal terkini, aku cukup bersembunyi dalam pelukmu sampai keesokan pagi. Lalu dengan isengnya kau membangunkanku dengan meniupi kupingku. Kau, dengan telur dadar istimewamu, dengan ratusan cerita jenaka basimu yang selalu sanggup memancing gelakku. Kita, aku kangen kita. Yang pernah bertukar teriak kala berarung jeram si Sungai Elo, bertukar ciuman hangat di hadapan Menara Eifel, bergidik dingin di sapu derai hujan di pedalaman Kalimatan, dan sama-sama beku di Lapangan Merah Moskow. Aku rindu kita. Seperti belasan tahun yang lalu, saat kau masih bersamaku dalam dunia yang sama. Tapi Tuhan lebih cinta kamu.
I still..wanna grow old with you. Bersama kenangmu. ***
 
-----
 
            Aku tak mengerti isi suratmu yang kau kirim terakhir kali. Padahal kuharap surat itu berisi betapa beratnya engkau meninggalkanku, sejenis surat perpisahan yang manis, atau sesuatu yang mengharapku menahanmu pergi. Tapi tak kutemukan satupun kalimat-kalimat itu sama sekali. Hiduplah dengan baik, berpijarlah bagi dirimu sendiri dan orang banyak. Hanya itu tulismu. Kenapa tidak berpijar untukmu saja, Sita? Aku ingin berpijar untukmu, menerangi jalanmu, pemandumu, penghalau onak di jalanmu.
            “ Mungkin kau berpijar terlalu silau untuk kutampung sendirian, berpijarlah untuk banyak orang,” katamu di sudut kedai kopi di tempat kita biasa bertemu. Sembunyi-sembunyi.
            “ Aku ingin nyalamu, Sita. Pijarmu hidupkan hidupku dengan benar-benar hidup,” aku masih ingat kataku sekali itu. Engkau tersenyum kala itu Sita, manis sekali. Kau tau kenapa aku sejenak memejamkan mata beberapa detik setelah engkau tersenyum? Aku ingin merekam senyummu, pijar di hatiku yang tak pernah redup.
            “ Mungkin bila bersama, kita berdua terlalu terang, menyilaukan. Mungkin kita harus berbagi cahaya, mas.” katamumu, masih dengan parasmu yang selalu debarkan hatiku, Sita.
Harum vanilla khas tubuhmu masih melekat di hidungku, Sita. Senyum melengkungmu yang sanggup memijarkan seluruh hidupku masih terus di hatiku. Dan betapa ingin kugapai tanganmu, agar kita bersama. Tak peduli silau, redup atau gelap. Aku ingin bersamamu, Sita. Selalu. Tapi tapak terakhirmu sudah tak kulihat lagi. ***
 
Yak, anda tersesat di antara tulisan random di atas, Selamat ;p

Glasgow, 18 November 2012

Kamis, 15 November 2012

Melupa



Mungkin ada kalanya pada suatu waktu dalam hidupmu, terasa semuanya serba tak benar...kenapa kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan serasa begitu bekerjasama datang beriringan pada saat yang bersamaan, atau setidaknya bergantian satu demi satu dengan sempurnanya mempengaruhi hidupmu?
Pernahkah?
Saya, minggu-minggu yang lalu mengalami hal seperti itu sampai akhirnya alarm berkedip-kedip menyadari bahwa, I NEED TO DO SOMETHING!!
Kejadian kecelakaan lab, lalu ibu supervisor saya meninggal hingga ia harus pulang ke negara asalnya selama 1 minggu yang pastinya akan menunda beberapa urusan, tiket kepulangan juga dipastikan terus tertunda karena hal itu. Lalu disusul nenek dari salah satu mahasiswa post doc yang membimbing saya meninggal, sehingga ia juga harus off seminggu, jadilah saya kehilangan pegangan di lab. Kerja lab saya juga turut bekerjasama  karena tidak juga berhasil setelah beberapa kali percobaan. Presentasi riset di hadapan seluruh staff jurusan waktunya semakin mendekat sementara kepala saya disfungsi. Hati saya juga dilanda ketergantungan akut pada seseorang yang menjadikan saya sering “disfungsi”.
Jiwa saya tidak sehat, lelah, itu alarm yang akhirnya saya sadari.
Akhirnya saya pulang ke flat dari lab, makan kemudian dengan sengaja membuka lagi file sebuah film/video yang biasa saya nonton bila kondisi lagi drop. Saya baru ingat bahwa terakhir kali saya menontonnya tahun lalu dan kini kutonton lagi. Ada kalanya pemahaman dan pertumbuhan diri seseorang sudah sampai  pada titik tertentu, tapi hidup sanggup membuat kita melupa. Hidup sering berlari-lari, dengan kejadian demi kejadian tiada henti. Mungkin memang kadang jeda diperlukan agar kita mampu menengoki apa yang yang telah terjadi, hingga hidup tak kehilangan esensi. Bukankah engkau hidup bukan hanya menghabiskan waktu,  hanya sekedar menghabiskan hari, berganti dari matahari terbit, melewatkan sampai ia  tenggelam dan terbit lagi. Bukankah hidup bukan hanya sekedar itu?
Selepas menonton film/video tersebut, entah mengapa dengan ajaibnya saya kembali dilingkupi aura positif. Baru sadar bahwa saya mungkin terlalu banyak menarik energi negatif hingga banyak kejadian negatif justru yang datang menghampiri. Law of attraction selalu bekeja entah kita sadar atau tidak, paham atau tidak. Kejadian-kejadian yang secara sempurna tertata berkolaborasi membuat hidup saya serasa tidak menyenangkan. Yang pastinya bukan “hidup saya” seperti biasanya.
Ah, ternyata saya melupa.
Saya melupa bahwa apapun kondisinya, saya hanya cukup merubah cara pandang saya akan hidup. Cukup dengan memusatkan pikiran pada hal-hal positif, reduksi yang negatif. Yeaah saya akui dengan hidup yang sekarang tidak semudah dulu, kala hidup lebih sering berwajah tenang dan bersahaja. Hidup sekarang lebih banyak distraksi yang saling merebut mengobrak abrik warna hari. Tapi bukankah hidup terus mengalir berubah sesuai dengan tahap, jatah dan tatarannya masing-masing?
Ah, saya hanya cukup belajar lebih banyak bersyukur. Lebih belajar menerima hidup, bahwa di sekitar saya sungguh banyak sekali kelimpahan yang diberikan Tuhan.
Saya tidak memang bisa dan tidak harus merubah keadaan apapun di luar saya. Saya cukup merubah cara pandang saya. Saya bersyukur masih bisa hidup dengan udara bersih, tinggal di flat yang tenang, bisa masak dan makan dengan berkecukupan, tanpa perlu khawatir tentang basic needs. Bayangkan mungkin masih banyak orang di luar sana yang hari demi hari berpikir bagaimana caranya untuk bertahan hidup. Bukankah hal itu cukup alasan menjadi untuk bersyukur?
Saya punya kegiatan positif yang harus dilakukan, walau tak sepenuhnya menyenangkan, tapi tak semua orang punya kesempatan seperti kesempatan yang saya dapatkan sekarang yakni belajar di luar negeri. Bukankah bersyukur terasa lebih menyenangkan dan menenangkan daripada mengeluhkan bila ada kesulitan atau hal-hal yang tak seperti mauku?
Saya masih punya waktu untuk menulis dan  list-list project menulis banyak menanti yang membuat hidup saya terasa menyenangkan dan bermakna untuk terus dijalani. Bukankah cukup menjadi alasan untuk saya melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk orang lain? Entah melalui tulisan atau kontribusi saya di bidang ilmu pengetahuan. Kalian bukan hanya hidup untuk kalian dan orang-orang terdekat kalian saja bukan?
Lalu saya masih punya sahabat-sahabat terkasih yang selalu ada di samping saya. Entah saya baik-baik, entah saya begitu menyebalkan, mereka tetap ada di sana, bertukar cerita walau entah dalam canda atau airmata. Betapa saya harus bersyukur apalagi kemarin saya mendengar cerita sahabat bahwa temannya curhat betapa ia kecewa karena setelah ia berupaya berbuat baik pada orang lain, tapi ia tak mendapat sahabat seperti yang ia inginkan.
Sedangkan saya, begini adanya, tak perlu berpura-pura baik, tak juga sungkan bila harus terlihat menyebalkan, begitu juga sahabat-sahabat lingkaran dalam (inner circle) saya bersikap demikian juga pada saya. Ah, kenapa saya bisa melupa akan banyak dan berlimpahnya kasih Tuhan pada saya?
Saya juga mempunyai keluarga yang selalu mendukung saya baik dengan kata atau dengan doa. Yang selalu menentramkan untuk “pulang”. Menjadikan alasan-alasan kenapa saya harus bertahan terus melalukan banyak hal yang semoga bermanfaat. Cukup menjadi alasan untuk membuat saya melakukan hal untuk membahagiakan mereka. Tuhan memberi saya begitu banyak karunia, saya hanya melupa.
Saya juga mempunyai kamu, kamu ada dan baik-baik saja, cukup buat saya. Ada banyak airmata bila saya mengeluhkan, tapi akan akan banyak senyuman dan cinta bila saya menerima apapun keadaannya.
Tuhan maha baik, tak perlu menyangsikan kemampuanNya untuk membuat hidup kita semua terasa luar biasa.
Bila kau, kalian melupa seperti saya, mari bersama-sama mengingat lagi. Sederhana, tapi membuat hidupmu terasa luar biasa.
There’s no too good to be true. Kalian bisa menciptakan banyak hal luar biasa, dengan menarik hal-hal yang luar biasa untuk terjadi dalam hidup kalian. Semoga hidup selalu dengan kelimpahan dan berkah Tuhan.

Salam cinta dari Glasgow.
15 Nov 2012