Dulu, kata terima kasih bagi saya sering
kali lebih bermakna basa basi dibandingkan makna sebenarnya yang berarti
mengucapkan rasa terimakasih atas tindakan, perbuatan, pemberian atau apapun
yang dilakukan oleh orang lain.
Namun belakangan ini, saya sungguh
merasakan ada sesuatu yang istimewa dengan kata terima kasih. Dan tiba dalam
kesadaran bahwa dulu saya sering pelit mengucapkan terima kasih.
Kadang-kadang kita merasa apa yang
kita terima merupakan hal yang take it for granted, yang memang seharusnya begitu,
yang memang seharusnya kita terima. Hal tersebut membuat kita enggan berucap
terimakasih. Tapi nyatanya tidak, semuanya merupakan berkah, hadiah, yang
seharusnya membuat kita lebih sering mengucap terima kasih sebagai tanda
syukur.
Ah, toh syukur nggak harus bilang
terima kasih..mungkin begitu pikir saya dahulu. Atau saya terlalu malu dan
sungkan untuk berterus terang mengucap terimakasih, kecuali kalimat basa basi
dalam kalimat surat seperti “terimakasih atas perhatian dan kebijaksanaannya” saat
membuat surat kantoran.
Tapi apakah kita mengucap terimakasih
pada sahabat yang setia mendengar keluh kesah kita?
Apa kita mengucap terimakasih pada
pasangan yang senantiasa berupaya memahami kekurangan kita?
Dulu mungkin saya menganggap
terimakasih baru diucapkan bila berhubungan dengan hal-hal yang besar. Misalnya
saja ucapan terimakasih pada pembimbing skripsi, terimakasih atas rekomendasi
untuk aplikasi beasiswa dan hal-hal yang menurut saya “besar” lainnya.
Namun saya menyimpan kata terimakasih
untuk hal-hal yang “kecil”. Ah kini pun saya pun menyadari bahwa tak ada hal
yang besar, tak ada hal yang kecil. Semuanya istimewa.
Ada suatu hal mengenai kata
terimakasih yang saya pelajari di sini. Telah menjadi sebuah kebiasaan bila
hendak turun dari bis, biasanya setiap penumpang akan mengucapkan “thank you”
pada supirnya. Satu satu penumpang turun dan mengucapkan “thank you”. Awalnya
saya mengamatinya, mendengarnya dan melakukannya karena mengikuti kebiasaan
saja. Namun saat mengucapkan kata
terimakasih ini, ternyata kata itu juga memberikan dampak besar pada
diri. Ah, ternyata mengucapkan terimakasih itu membahagiakan.
Bila berjalan berombongan, kemudian
membuka pintu maka yang berjalan di depan akan menahan pintu agar tetap terbuka
untuk menyilahkan yang berikutnya masuk, lalu terlontarlah kata “Thanks” atau “cheers”.
Ada beberapa kebiasaan yang saya pelajari semenjak tinggal di sini, dan saya
rasakan hal tersebut merupakan hal yang baik dilakukan. Masih jarang saya temui
kebiasaan-kebiasaan ini di Indonesia.
Dan ternyata kata terimakasih ini
bila diiucapkan selain menyenangkan untuk diri sendiri, dan lihatlah pada orang
yang kita ucapkan terimakasih tersebut. Ada rasa penghargaan, ada rasa bahagia
yang jelas tertangkap pada orang yang kita berikan ucapan terimakasih itu.
Happiness is contagious. Rasa terimakasih akan melahirkan kebahagiaan, dan itu
menular.
Itulah mengapa saya menemukan rasa
istimewa pada ucapan terima kasih.
Semua hal yang terjadi merupakan
berkah, hadiah, bukan sesuatu yang take it for granted yang membuat kita pelit
berterimakasih.
“Terimakasih untuk hari ini yaa,”
“Terimakasih udah dimasakin yaa”
”Terimakasih udah ditemenin yaa…”
Apa kita masih sungkan untuk bilang
begitu?
Apakah kita masih sering berpikir
begini :
Ah, kan nggak harus diucapkan. Kalau ditraktir, kalau berterimakasih ya
tinggal makanannya dihabisin. Kalau dimasakin, terus masakannya enak, ya cukup dibuktikan
saja dengan melahap makanannya habis.
Dulu saya juga berpikir begitu. Tapi
lihatlah, cobalah, dan rasailah bisa kita ucapkan rasa terimakasih kita secara
langsung. Ada hal istimewa berupa sebuah bahagia yang menular, baik yang mengucapkan
maupun orang yang kita berikan ucapan terimakasih.
Ah, aku kini menikmati
mengucapkannya, dan merasai hal istimewa di baliknya.
Semoga kita semakin pintar bersyukur,
karena hidup telah memberikan kita banyak berkah yang melimpah.***
Glasgow 8 Church Street, 14 July 2014. Di sebuah sore yang tenang di ruangan PhD Student