Selasa, 10 Mei 2011

Ada//Tiada


Sebenarnya aku ingin selalu ada/dalam ketiadaanku/karena keber-ada-anku masih antara ada dan tiada

Bukan hanya saat bahagiamu/dalam senyummu/berbagi dalam tawamu/dalam berwarnanya hidupmu/

Tapi justru terlebih lagi ada dalam getir hidupmu/pahit rasamu/lelah langkahmu/saat dunia tak menoleh padamu/saat engkau berada di tepian untuk melepaskan harapanmu/

Karena ingin kuusir gundahmu/kutepis resahmu/kuambilkan lagi harapanmu/kutiupkan lagi semangatmu/kumaniskan lagi pahitmu/

Karena sebenarnya/kuingin selalu ada/walau dalam ketiadaanku/karena keber-ada-anku masih antara ada dan tiada.

*Purwokerto menjelang malam, pertengahan Mei 2011, ditengah kerik jangkrik dan kerlingan bintang salib selatan


Sabtu, 09 April 2011

Sebuah Misi

Malam beranjak naik, gerimis terus menciumi bumi menghadirkan sebuah rasa tersendiri. Selalu menyukai aroma hujan menciumi bumi, menikmati harmoni liris suaranya yang ritmis, mencintai hujan yang penuh keberkahan..bukti cintanya pada semesta. Detik ini, pada keheningan, pada secangkir teh manis hangat, pada hujan di luar jendela, pada lagu-lagu yang mengalun seirama, syukurku akan semuanya yang terasa sempurna. Kesempurnaan yang bukan terletak pada ketiadaan kekurangan, tapi sebuah rasa syukur yang ditempatkan pada hal yang ada pada kita.

Malam ini aku teringat pada sebuah percakapanku beberapa waktu lalu saat perjalanan ke Semarang. Sebuah percakapan ringan dengan seorang bapak yang duduk di sebelahku saat bis nusantara melaju. Biasanya aku lebih suka melihat kehidupan di luar jendela, lanskap-lanskap yang berganti-ganti rupa, atau lelap bila telah lelah mata. Tapi kali itu tak biasanya ngobrol dengan orang yang duduk di sebelah, mungkin karena beliau begitu cerewetnya ehehe-mungkin memang semua orang semarang cerewet ;p . Dan apa saja dikomentarin heuuu…

“ Kalau ngajar galak nggak mba?” tanyanya padaku. Aku tersenyum, dan kubalik saja dengan pertanyaan

“Kira-kira kelihatannya bagaimana pak?” ehehe..bapak ini lucu..

“Jemarinya panjang-panjang yah” komentar si bapak itu. Hedewww..apa maksudnya?aneh si bapak ini, apa saja dikomentarin. Waitt..kalian mungkin beranggapan si bapak ini tipe-tipe bapak-bapak perayu hohoho bukan, kujamin bukan. Nada kalimatnya lebih terdengar sebuah penyataan dibanding sebuah rayuan ehehe—

Lalu tahap wawancaranya pun berlanjut,

“ Kenapa memilih jadi dosen? Apa sih yang membuat mba memilih jadi dosen?” tanyanya dengan senyum ramahnya. Hedeww..pertanyaan susah-susah. Apalagi kata “memilih” tadi itu menyudutkanku. Apakah dulu aku memilih? Apa keadaan atau orang lain yang membuatku memilih?

“ Yah suka aja pak, asyik berinteraksi dengan mahasiswa-mahasiswa..yang spontan, yang penuh ide-ide kreatif…rasanya jadi bersemangat” jawabku sekenanya, dan memang begitulah pengalaman yang kurasa selama beberapa masa merasai profesiku ini.

“ Lalu apa lagi?” lanjut si bapak itu..haduuw..masa sih nggak cukup..

“Yah, profesi ini memungkinkan saya ketemu banyak orang pak, dari lingkungan yang berbeda, banyak pengalaman, dan bisa jalan-jalan sambil kerja kemana-mana ehehe” jawabku kemudian.

“ Trus apa lagi?” sergap si bapak itu lagi dengan lanjutan pertanyaannya. Hadoooh..harusnya si bapak ini menggantikan Putra Nababan di Seputar Indonesia ehehe..

Dan ternyata ceceran pertanyaannya membuatku menjawab dengan sebuah jawaban yang terlontar, yang sejujurnya membuatku mengingatkan diriku sendiri.

“ Itu karena misi hidup pak, setiap orang seharusnya punya misi dalam hidup. Dan hidup saya mempunyai sebuah misi..yakni ingin berjuang di dunia pendidikan. Apapun akan saya lakukan untuk misi itu” begitu spontan ungkapan itu keluar. Diri ini sebenarnya agak terkaget sendiri dengan jawaban selugas itu.

Si bapak itu tersenyum,

“ Naaah itu dia jawabannya, bila sudah dijawab begitu pertanyaannya selesai. Banyak orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan seperti tadi pada intinya. Saya sudah mendapat jawaban intinya.”

Aku tersenyum, diam-diam merasa bersyukur juga ketemu si bapak yang rada “cerewet ini. Setidaknya ia mengingatkanku lagi akan sebuah misi. Yap, sebuah misi yang kucanangkan setelah terbentur pada saat ditanya,

“ Setelah keinginan-keinginanmu terkabul, lalu apa?setelah impianmu terwujud, lalu apa?untuk apa?” pada saat itulah aku mulai merumuskan sebuah misi hidup. Karena sebuah misi hidup mampu menjawab pertanyaan “Untuk apa sih kau hidup? Apa sih tujuan hidupmu?” saat tataran orang mencapai suatu titik tertentu, pikirannya akan berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Misi hidupku yang sederhana itu, tapi semoga mampu berkontribusi bila kulakukan sepenuh hati. Sesederhana apapun, sebuah misi layak untuk diperjuangkan, karena bila suatu saat nanti bila Tuhan tak lagi memberikan waktu di bumi, takkan pernah ada penyesalan bila kita terus berjalan untuk mewujudkan misi. Entahlah, itu pemikiranku saja…

Sebaiknya tulisan ini kuakhiri, dan kubiarkan kalian berefleksi sendiri. Apakah sudah kau rumuskan misi hidupmu? Semoga***

Senin, 28 Maret 2011

Se-keping Ke-ikhlasan

Pencarianku akan sebuah keikhlasan membawaku ke tempat-tempat yang jauh

Dalam beraneka rasa yang berlabuh

Pada subur pengingkaran akan takdir, dan sebuah cerita yang sumir

Dan gejolak tuntutan inginku, terkadang membuat hatiku beku

Pencarian akan sebuah keikhlasan menghantarku padaMu

Dalam sujud-sujud panjangku, dalam doa-doa bisuku

Karena doa-doaku tak lagi bisa menyebut jelas inginku

Kubilang padaMu, aku hanya ingin bersujud..mendekatiMu

Agar hilang gundahku, walau doaku masih saja bisu, tapi Engkau bisa membaca hatiku

Belajar tentang sebuah keikhlasan mengantarkanku pada sebuah perjalanan

Tentang pengakuanku sebagai manusiaMu, tunduk akan takdirMu

Tentang perih yang bertranformasi menjadi sebuah rasa haru

Tentang ketidakrelaan menjadi sebuah kebesaran hati

Tentang sebuah kelegaan yang membebaskan

Tuhanku…walau doaku masih saja bisu, aku ingin selalu mendekatiMu

Walau kini ku masih tak tahu, aku selalu yakin akan rencanaMu

27 march 2011.8.05 pm