Minggu, 11 Desember 2011

Bapakku, Ayah Nomor Satu Seluruh Dunia


--Untuk Bapakku, batu karang kokoh yang enggan menyerah, pengayom keluarga dengan kasihnya seperti kesejatian cinta matahari pada bumi--

Demikian tertulis di halaman persembahan tesisku saat aku berhasil menyelesaikan studi masterku yang membuat kebahagiaan membuncah dalam hatimu. Tapi, bagiku itu sama sekali tidaklah cukup. Perlu ribuan penghargaan dan kebahagiaan yang ingin kupersembahkan untukmu, bapak. Bagiku, engkau seorang lelaki sederhana yang telah mengajariku hidup. Yang kini mulai renta karena usia, namun tak pernah sedikitpun semangat tercerabut dari jiwamu. Rambutmu yang perlahan mulai memutih, gigimu yang telah mulai tanggal, obat yang harus engkau minum setiap hari karena penyakit Diabetes militus yang engkau derita. Tapi tak ada yang berubah dari jiwamu, jiwa yang penuh semangat, penuh warna untuk mengisi hidup dengan harapan dan impian.

Aku masih ingat pak, engkaulah yang pertama kali mengajariku membaca dan menulis sebelum masuk TK sehingga dengan berbangga hati aku telah bisa melakukannya sedangkan murid-murid yang lain baru mulai belajar. Kini ternanam obsesi kuat dalam hatiku untuk menjadi seorang penulis besar. Aku ingin suatu saat di beranda rumah joglo kita yang asri, engkau dengan bangga membaca namamu yang tertera di halaman persembahan sebuah buku yang kutulis. Darimu, aku belajar mengarungi hidup dan belajar untuk percaya pada setiap impian-impianku. Dan dengan tekad yang baja, usaha keras serta berdoa kepada-Nya, tidak ada hal yang tidak mungkin. Karena didikanmulah, aku tidak pernah merasa rendah diri walaupun aku hanya seorang gadis kampung dari sebuah titik di peta yang mungkin tak pernah dikenal orang. Tapi impianku melesat-lesat hingga pendidikan tinggi telah kurampungkan, negeri impianku, Italia telah berhasil kujejaki. Dan siapa tahu nantinya akan lahir seorang professor dari desa kecil yang telah sepi menjelang jam 8 malam, anak dari seorang laki-laki yang dulu hanya guru SD dan istrinya yang hanya tamatan SD. Berangkat dari sebuah ketidakmungkinan menurut pendapat banyak orang, tapi tidak bagiku! Karena aku bertumbuh dengan pengayom besar sepertimu. Percayalah pada mimpi-mimpimu, maka seluruh jagat raya akan membantumu untuk mewujudkankannya. Mungkin bila engkau mengenal Paolo Coelho yang mengarang The Alchemist dan mengatakan hal itu, aku yakin engkau akan menyetujuinya.

Bapak, aku mengenalmu sebagai seorang yang berkarakter kuat dengan filosofi jawa yang kental. Selalu kurindukan kebiasaanmu nembang jawa di ruang tengah, asyik menata sangkar dan memberi pakan burung perkutut kesayanganmu di teras rumah kita. Ataupun saat-saat engkau dengan begitu bersemangat bercerita sejarah kuno ketika aku ikut membersihkan koleksi keris-kerismu dengan air kelapa. Darimu aku belajar tentang nilai hidup, bahwa bahagia adalah pilihan dan cinta adalah sebuah kata kerja. Seperti kata Steven Covey, cinta-perasaaannya-adalah buah dari cinta-kata kerjanya. Karena cinta bagimu adalah pengejawantahan dari bekerja keras membanting tulang untuk keluarga, mencukupi kebutuhan kami, perhatian dan kasih sayangmu. Dan cinta adalah memberi, karena pada saat kita memberi, kita akan menerimanya pada saat yang sama, bahkan mungkin dengan porsi yang berlebih. Cintamu terletak pada ketulusan hatimu, tanpa banyak kata. Terbersit rasa bahagia yang membuncah bahwa Tuhan telah menganugrahkanku untuk memiliki seorang ayah sepertimu, bapak.

Aku tahu mungkin saja harapanmu padaku saat ini sangatlah sederhana. Pulang saat akhir pekan seusaiku mengajar di Universitas, masih selalu ingat porsi nasi di piringmu yang harus diatur karena penyakit diabetes. Terkadang meluangkan sedikit waktuku untuk membahas soal politik yang tengah ramai dibicarakan, ataupun soal sejarah yang selalu menarik perhatianmu. Bapak, terhatur selalu rasa hormat yang tinggi serta terima kasih yang mendalam untukmu selalu. Dalam doa-doa yang kupanjatkan, semoga engkau diberkahi umur yang panjang serta kesehatan, hingga aku masih punya kesempatan untuk membalas jasa-jasamu walaupun aku tahu selamanya takkan pernah cukup. Di balik semua kesederhanaanmu, aku ingin selalu mengatakan…bapak adalah ayah nomor satu seluruh dunia!

(Salah satu karya di Buku-True Love Keeps No Secrets-Siwi Mars Wijayanti, Gagas Media, 2008)

Sabtu, 10 Desember 2011

Glasgow, Diskon dan Kedipan Mata


Duduk dekatku sini, aku ingin bercerita sedikit. Kubagi cerita tentang pengalaman membeli daging halal di halal bucther, yang terkadang membuatku tersenyum sendiri. Sore ini, setelah menjilid jurnal-jurnal dengue yang harus kubaca (note : kalo pengen kaya, jadilah tukang jilid di sini..jilid termurah adalah model comb binding seharga 2 pounds : 28 rebu, dan pernah nanya jilid hardcopy untuk thesis mba yuli, tebak berapa? 40 pounds : 560 rebu, glek!

Oh ya, dan itu butuh waktu 4 hari kerja, kalo mau express 1-2 hari, lebih mahal lagi). Itupun, si tukang jilidnya terheran-heran dan memuji saat melihat contoh jilidan dari Indonesia yang pojoknya ada gold-nya, hoho padahal di Indonesia paling habis 15 ribu. Hadeeeh pelajaran nomer sekian, orang Indonesia lebih canggih urusan jilid-menjilid dibanding orang UK. Eh, kok malah ngobrolin jilid-menjilid. Baiklah, dongeng dilanjutkan. Karena hari ini lagi pengen beli daging sapi jadi segeralah setelah jilid jurnal-jurnal itu, kulangkahkan kaki ke daerah Great Western Road, area yang terdapat beberapa toko halal (Halal Butcher). Dari flatku di daerah Hillhead street ke daerah itu menempuh waktu sekitar 20 menit jalan kaki, itu hitungannya termasuk dekat. Biasanya aku membeli daging ayam dan beberapa sayuran di Toko An-Nuur, si bapak yang biasanya jaga di tempat daging, pasti tersenyum ramah, dan menyapa,

Assalamualaikum, apa kabar?” begitu selalu sapanya. Bapak yang berusia 50 tahunan itu bukan dari Indonesia, bukan pula dari Malaysia, tapi orang Pakistan, jadi senang mendapat sapaan, apa kabar, walaupun mungkin itu satu-satunya kata bahasa Indonesia yang ia kuasai. Humm tapi sore ini, aku pengen membeli daging sapi, karena sudah agak bosan dengan daging ayam, sayangnya di toko An-Nuur tidak menjual daging sapi. Terakhir kali kulihat di sebuah toko halal, di sana selain menjual daging ayam juga menjual daging sapi. Dulu aku singgah di toko itu karena tertarik untuk membeli anggur segar karena harganya lebih murah daripada di Tesco (Supermarket-nya Glasgow-red), trus tiba-tiba aku dipanggil. Seorang laki-laki berusia kisaran 27-35 tahun melambaikan tangan padaku, aku bingung, sampai menegaskan bahwa aku adalah orang yang ia maksud. Kemudian ia menghampiriku,

Come on, buy chicken. We sell halal chicken. Where you come from?” kata si lelaki itu sambil mengajakku melihat-lihat daging yang dijualnya. Lalu kami mengobrol sejenak, basa basi saja.

I will give you a good price” katanya lagi. Humm, lumayan juga nih diskon. Akhirnya aku membeli ½ kilo daging ayam. Dan sambil membungkus daging ayam itu, dia terus saja bertanya,

Are you student here?”

Dan bla..bla..dia menerocos, lalu sambil menyerahkan bungkusan ayam-ku, lalu kemudian terlontarlah pertanyaan terakhirnya,

Do you have facebook?” tanyanya kemudian, senyum-senyum gitu dengan gelagat yang tidak beres. Hadeew, ujung-ujungnya! Akhirnya kubalas dengan senyuman tanpa kata. Dan beberapa saat, kubilang.

Thanks” sambil segera meninggalkan tempat. Dan eit...dia masih bilang,

Nice to meet you, Please come again

Haiiih...no, kejadian itu membuatku males untuk balik lagi ke toko itu. Maka, sore ini kayaknya harus mencoba membeli di toko lain lagi. Iyap, di Great Western Road ada sekitar 4 halal butcher. Lalu segera masuk ke toko tersebut, dan eh..nemu sosis sapi halal, trus ada indomie rasa baso sapi..yipieee...dan, acara terakhir tentu saja tujuan utama, menuju ke tempat penjualan daging. Lalu beli ½ kg daging sapi dan ½ kg daging ayam, nyummy..nafsu makanku kembali membaik akhir-akhir ini, jadi pengennya masak dan makan, ehehe agar semangat belajar tentu saja ;p

Dan lagi-lagi sambil memotong-motong daging sapi menjadi bagian kecil-kecil, dia mengajak ngobrol denganku. Seperti biasa, dari negara mana, kuliah atau kerja, bla..bla..bla...standar orang yang pertama kali bertemu. Lalu setelah dia merampungkan memotong daging sapi, membungkus daging ayam dan mencetak notanya, kemudian diserahkannya padaku. Tapi ia masih mengajakku mengobrol. Belum lagi dua langkah akan kutinggalkan counter daging untuk segera membayar belanjaanku ke kasir, ia memanggilku lagi.

Give me your receipt” katanya. Aku bingung, tapi kuserahkan saja nota itu lagi padanya, mungkin ada yang salah.

I’ll give you special discount” katanya cepat sambil mencetak ulang nota tadi. Heuu..kok aneh tiba-tiba ngasih diskon. Lalu dia menyerahkan kembali notanya padaku, dan terakhir ini yang parah...sambil kedip kedip mata! Arghhh...gedubrak, langsung kuambil langkah seribu. Mengucap terimakasih, lalu segera membayar ke kasir. Hadeeew...ampun deh, trus harus beli daging sapi dimana coba????

Gapapa mba, kan lumayan dapet diskon ehehe kan cuma kedip-kedip doang, biarin aja dia cape kedip-kedip, yang penting bisa dapet daging sapi murah” komentar Puput, flatmate-ku sambil tertawa setelah mendengar ceritaku.
hoho begitulah, Glasgow, diskon dan kedipan mata. Ada-ada saja.***

Gla, 9 Dec 2011


Jumat, 09 Desember 2011

Evolusi//Bahagiaku

Kebahagiaan, rasanya kata itu seperti harta karun yang dicari-cari banyak orang. Aku ingin bahagia, aku ingin mencari kebahagiaan, aku ingin menemukan kebagiaan, begitu banyak orang bilang. Bahagia, serasa menjadi sebuah kondisi ideal yang banyak diidamkan banyak orang. Kau ingin bahagia? Mungkin saja, sama seperti manusia lainnya. Aku masih ingat ada beberapa postingan tentang bahagia yang pernah kutulis di blog ini, “rumah”ku. Ehehe, akhir-akhir ini rasanya terasa benar betapa nyaman tinggal dan menumbuhkan baris-baris kalimat agar “rumah”ku terasa ramai. Aku dan kebahagiaan-kebahagiaanku, engkau dan kebahagiaanmu, bukankah porsi bahagia kita pun berbeda-beda? Rasanya pun berbeda-beda? Untuk alasan yang berbeda-beda pula?

Kini aku mengerti, kebahagiaan, seperti juga semua hal di dunia ini, berganti, berubah dan berevolusi.
Saat aku kecil dulu, bahagiaku itu terdefinisikan olehku seperti saat bapakku suatu hari membawakanku hadiah. Bapak jarang sekali membawakanku hadiah, karena kami keluarga sederhana saja, dan lagian sosok bapak bagiku adalah hadiah terindah..hiyaaaah ehehe. Tapi tak seperti biasanya, sore itu, bapakku, yang kala itu masih seorang guru SD membawakan hadiah, sebuah tempat pensil berwarna biru, yang di atasnya terdapat tuts tuts piano yang bisa berbunyi. Hatiku terlonjak bahagia bukan kepalang. Berhari-hari kupandangi benda-benda itu. Bahagia hatiku, mungkin memang hadiah membuat orang bahagia, bukan karena apa benda yang kita berikan, tapi kasih yang terungkapkan dalam hadiah itu sendiri. Bahagiaku saat kecil dulu, juga terdefiniskan saat dengan penuh harap menunggu baju baruku untuk lebaran dijahit oleh ibuku. Seperti biasa, bajuku biasanya adalah baju terakhir yang ibuku jahit, setelah semua pesenan orang-orang selesai. Digarapnya bajuku saat malam takbiran, dengan mesin jahit yang kala itu masih tradisional. Itu juga bahagiaku, sederhana saja.

Bahagiaku juga bisa berupa bercanda tawa dengan sahabat-sahabat kuliahku, dan mengetahui bahwa dunia begitu berwarnanya. Jalan-jalan, bercerita, berbagi hidup dengan mereka semua. Bahagiaku kemudian melibatkan banyak orang, dengan bertemu dengan banyak orang. Bahagiaku juga saat terserang gila bola, pernah menjadi perempuan paling bahagia sedunia saat MU meraih treble winner ehehe, dan pernah merasa begitu bahagia saat berhasil menjejakkan kaki di Italia, dan nonton langsung Milan di San Siro. Bahagia ketika satu demi satu, dengan perjuanganku, impian-impianku terwujud.

Tapi, kebahagiaanpun berubah, hidup, tidak statis. Dulu begitu gemar mengumpulkan pernak pernik sepakbola klub pujaan, dari poster, jam dinding, sandal dan hampir kamar penuh dengan semua tentang sepakbola. Setelah usia bertambah (tua ;p) apakah masih sama rasanya? Tidak, tidak lagi. Tapi kebahagiaan kala itu masih terekam jelas, sesuai dengan masanya. Mungkin karena semuanya mempunyai kadaluarsa, mempunyai masanya tersendiri. Apakah kini merasa begitu maniak dengan F4, boyband, sampai rela melakukan segala cara agar tak ketinggalan satu episodepun, menabung untuk membeli kasetnya, dan segala kegilaan muda lainnya? Tidak, tidak lagi.

Ternyata bahagia juga sesuai masanya. Apa yang membuat kita bahagia juga berubah, karena bahagia juga bukan sebuah kemelekatan. Cobalah kalian cari satu saja manusia yang bahagia terus menerus??bisakah kau temukan? Mungkin karena bahagia lebih terasa bila manusia pernah mengalami lara, duka. Mungkin begitulah hukum dualitas.
Di posting ini, aku ingin mengutip tulisan Dee tentang kebahagiaan,

Kebahagiaan pun sesuatu yang hidup, berubah, dan tidak statis. Kewajiban utama saya adalah menjadi manusia yang utuh agar saya bisa membagi keutuhan saya dengan orang lain. Dan keutuhan jiwa saya tidak saya letakkan pada siapa-siapa, melainkan pada diri saya sendiri. Saya hanya bisa bahagia untuk diri saya sendiri. Kalau ada yang lain merasa kecipratan, ya, syukur. Kalau tidak pun bukan urusan saya. Seseorang berbahagia karena dirinya sendiri. Kebahagiaan bukan mekanisme eksternal, tapi internal. Saya tidak bisa membuat siapa pun berbahagia, sekalipun saya ingin berpikir demikian. Kenyatannya, hanya dirinya sendirilah yang bisa. Saya hanya bisa menolong dan memberikan apa yang orang tersebut butuhkan, SEJAUH yang saya bisa. Namun saya tidak memegang kendali apa pun atas kebahagiaannya.


Jadi, temukan bahagiamu pada dirimu sendiri, walaupun itu akan terus berubah, akan kadaluarsa pada suatu masa. Tapi bukankah hidup yang sebenarnya adalah hidup pada detik ini? Jadi tak perlu merisaukan masa kadaluarsa di masa mendatang, karena bahagia masa mendatangpun juga akan tetap hadir bila kau memilihnya, walau alasannya berubah, walau bahagiamu berubah. Tapi kau tetap bisa memilih untuk bahagia. Kau, sendirilah, bukan orang lain, sumber bahagiamu.***



Badai Glasgow

Aku dikagetkan bunyi gemeretak di luar jendela, kuurungkan memakai mukena untuk shalat dhuhur hari ini, lalu kudekati jendela kamar flatku dan melihat ke luar jendela. Heuu hujan es turun lagi, butiran-butiran es sebiji jagung kecil turun deras menyebabkan bunyi gemeretak terdengar dari kamarku. Yap, hari ini terjadi badai di Glasgow. Tadinya tidak menyangka hari ini akan ada badai, maklum belum terbiasa mengecek prakiraan cuaca, terbiasa dengan cuaca di Indonesia yang paling-paling hanya hujan deras ehehe.

Tadi jam 8 pagi, masih gulita seperti jam 4 pagi waktu Indonesia, kulangkahkan kaki ke perpus karena ada janjian skype. Seperti biasa di lantai 3, dimana ada cafe dan tempat-tempat duduk sambil browsing internet, dan orang bisa ngobrol di sana. Iyap, tempat itu akhir-akhir ini menjadi tempat langganan tetap semenjak internet flatku bermasalah. Lalu kuamati lewat jendela besar perpus, kok angin bertiup sangat kencang. Kubaca account email student-ku,dan ada email dari principal Uni Glasgow, memberitahukan karena ada badai sampai sore hari, maka kelas dan exam semua dibatalkan. Heuu kaget juga, akan ada badai sampai semua kelas dan exam dibatalkan. Tapi kan aku nggak ngambil kelas, jadi mungkin nanti akan ke lab setelah makan di flat. Namun beberapa saat kemudian, ketika tengah mengobrol, tiba-tiba ada pengumuman, bahwa perpus akan segera ditutup dalam waktu 15 menit lagi. Fiuuuh perpus juga tutup, padahal biasanya perpus buka sampai jam 2 pagi, hihi soalnya pernah pengalaman di perpus sampai jam 2 pagi. Waaah jadi berpikir kayaknya badainya serius ini.

udah dulu ya, perpus udah mau tutup, kudu segera balik ke flat, menerjang badai ehehe” kataku mengakhiri perbincangan setelah ngobrol cukup lama.
iya,..disini juga sudah magrib. Baik-baik ya begitu kalimat penutupnya.

Jadi, ternyata beginilah Glasgow. Karena terletak di sebelah utara daratan Britania Raya, maka cuacanya lebih ekstrim. Salju sudah mulai turun semenjak hari minggu lalu, walau baru benar-benar terasa pada hari Senin, saat salju sudah turun dan daratan Glasgow sudah ditutupi lapisan-lapisan salju berwarna putih. Jalanan pun sudah tertutupi es, jadi bila berjalanpun harus hati-hati agar tidak terpeleset. Salju pertamaku, musim dingin pertama yang kurasai. Kurasai saja, kunikmati saja, karena inilah kebaruan-kebaruan hidupku. Termasuk badai ini pun begitu, anugerah, pengalaman yang tak semua orang bisa rasakan. Badai inipun membuatku bisa berduaan yang laptopku, menulis tulisan ini dan membagi cerita dengan kalian. Karena Massimo Palmarini, direktur CVRpun mengirimkan email tentang severe weather yang memaklumi staff dan student CVR bila tidak bisa datang ke lab. Ehehe ruangan lab-ku sedang direnovasi mejanya, dan karena adanya severe weather ini rasanya sah bila hari ini aku tidak ke lab, cukup bersama si hitam manis, laptopku, menulis dan pastinya..segera mengerjakan literature review!! Deadline-nya sebentar lagi....ayoo bersemangaaat!

Bila kalian duduk di sini bersamaku, dengarkanlah suara angin bergemuruh di luar jendela, badai angin kencang yang menggoyang-goyangkan pohon-pohon, menerbangkan daun-daun dan beberapa barang-barang, tong sampah di belakang rumah juga sudah tumbang. Kulihat tupai dengan biasa menghuni tong-tong sampah itu meloncat-loncat kebingungan, lalu meloncat ke pohon terdekat, kebingungan ia menghadapi badai. Ah, seandainya bisa bicara aku padanya, akan kubilang “Mari sini, duduk dekat-dekat denganku” ehehe. Lalu kupandangi sesekali tiang listrik dengan kabel-kabelnya yang nampak berusaha tetap tegak melawan badai. Langit makin menggelap lalu terdengar di kejauhan suara ambulans-ambulans yang bersahutan. Aku merasainya sebagai sebuah pengalaman baru.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan. Dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya (Ar-Rum.24)

Ow..jari-jariku tanganku sudah terasa makin dingin, padahal pemanas ruangan sudah dinyalakan. Mungkin suhu-nya sudah makin turun. Brrrr....Baiklah, kunikmati saja suara badai yang masih terus saja bergemuruh di luar jendela, dengan hati yang lega, karena badai di hatiku sudah agak reda, setelah beberapa lama berjuang menghadapi badai, hari ini hatiku lega, karena sudah kuhadapi badai itu dengan berani. Walaupun sebenarnya takut, tapi kuhadapi saja, dan kini, badai itupun agaknya telah berlalu. Seperti lagu-nya Alm. Chrisye..Badai pasti berlalu. Pasti!

Yeaap karena apapun akan berlalu, dan inipun akan berlalu, begitulah terus kehidupan, berubah, tanpa kemelekatan pada sebuah fase, bergerak dinamis, terus mengalir bersama perubahan. Jadi terkadang, bersiaplah dan belajarlah menghadapi setiap perubahan. Sulit? Mungkin, tapi bukankah semuanya bisa diupayakan?

Dan lagu peluk-nya Dee (Dewi Lestari) sayup-sayup beradu dengan suara badai,

Lepaskanku segenap jiwamu
Tanpa harus kuberdusta

Karena kaulah satu yang kusayang
dan tak layak kau didera

(Peluk-Recto Verso-Dee)

21 Hillheadstreet. 6 Dec 2011. 1.45 pm