Rabu, 14 Desember 2011

Selamat Malam, Tuhan


Selamat malam Tuhan, aku ingin menyapaMu dan menyampaikan beberapa hal yang sangat penting padamu, jadi dengan tergesa-gesa aku mengetik dan menyampaikan ini padaMu.
Aku ingin berucap :
Terimakasih atas rejeki makan malam dengan ayam kuah soto hingga aku makan dua kali malam ini, Alhamdulillah kenyang dan cocok dengan hawa dingin ini.
Terimakasih sore ini dengan sukses kuterjang badai sehabis course, pertama kali di luar ruangan saat angin berhembus begitu kencang, hujan, gelap dan dingin. Tapi dengan begitu jahe susu yang kuseduh menjadi begitu nikmat kurasai sore ini.
Terimakasih kamarku cukup luas dan nyaman, hingga tepat menjadi surga kecilku selama tinggal di Glasgow.

Terimakasih pada senyuman-senyuman dari orang tak dikenal, yang sekedar berpapasan jalan.
Terimakasih pada orang-orang yang selalu ada di hati, membuatku tak merasa sendiri.

Terimakasih pada lagu-lagu indah yang menemaniku, nyaman dan menentramkan.

Terimakasih masih bisa terhubung internet yang menghubungkanku dengan orang-orang terkasihku yang jauh di tanah air.
Terimakasih pada...keberlimpahan yang Engkau berikan setiap waktu padaku,
Terimakasih pada detik ini hingga aku sanggup berucap syukur,
Terimakasih, kau beri rasa ngantuk...dan saatnya menginstirahatkan ragaku, agar kembali bugar esok hari.
Terimakasih, Kau pasti mengerti sebenarnya masih banyak daftar lagi yang bisa kutulis, tapi ingin kuberikan kesempatan bagi siapapun yang membaca tulisan ini, untuk membuat daftar mereka sendiri ehehe...
**Hidup penuh dengan kelimpahan, teman...bila kalian lupa, sepertiku yang “lupa” akan hal itu beberapa saat lalu, belum terlambat untuk ingat lagi..selamat merayakan hidup!
Salam cinta dan kasih dariku.**

Minggu, 11 Desember 2011

Bapakku, Ayah Nomor Satu Seluruh Dunia


--Untuk Bapakku, batu karang kokoh yang enggan menyerah, pengayom keluarga dengan kasihnya seperti kesejatian cinta matahari pada bumi--

Demikian tertulis di halaman persembahan tesisku saat aku berhasil menyelesaikan studi masterku yang membuat kebahagiaan membuncah dalam hatimu. Tapi, bagiku itu sama sekali tidaklah cukup. Perlu ribuan penghargaan dan kebahagiaan yang ingin kupersembahkan untukmu, bapak. Bagiku, engkau seorang lelaki sederhana yang telah mengajariku hidup. Yang kini mulai renta karena usia, namun tak pernah sedikitpun semangat tercerabut dari jiwamu. Rambutmu yang perlahan mulai memutih, gigimu yang telah mulai tanggal, obat yang harus engkau minum setiap hari karena penyakit Diabetes militus yang engkau derita. Tapi tak ada yang berubah dari jiwamu, jiwa yang penuh semangat, penuh warna untuk mengisi hidup dengan harapan dan impian.

Aku masih ingat pak, engkaulah yang pertama kali mengajariku membaca dan menulis sebelum masuk TK sehingga dengan berbangga hati aku telah bisa melakukannya sedangkan murid-murid yang lain baru mulai belajar. Kini ternanam obsesi kuat dalam hatiku untuk menjadi seorang penulis besar. Aku ingin suatu saat di beranda rumah joglo kita yang asri, engkau dengan bangga membaca namamu yang tertera di halaman persembahan sebuah buku yang kutulis. Darimu, aku belajar mengarungi hidup dan belajar untuk percaya pada setiap impian-impianku. Dan dengan tekad yang baja, usaha keras serta berdoa kepada-Nya, tidak ada hal yang tidak mungkin. Karena didikanmulah, aku tidak pernah merasa rendah diri walaupun aku hanya seorang gadis kampung dari sebuah titik di peta yang mungkin tak pernah dikenal orang. Tapi impianku melesat-lesat hingga pendidikan tinggi telah kurampungkan, negeri impianku, Italia telah berhasil kujejaki. Dan siapa tahu nantinya akan lahir seorang professor dari desa kecil yang telah sepi menjelang jam 8 malam, anak dari seorang laki-laki yang dulu hanya guru SD dan istrinya yang hanya tamatan SD. Berangkat dari sebuah ketidakmungkinan menurut pendapat banyak orang, tapi tidak bagiku! Karena aku bertumbuh dengan pengayom besar sepertimu. Percayalah pada mimpi-mimpimu, maka seluruh jagat raya akan membantumu untuk mewujudkankannya. Mungkin bila engkau mengenal Paolo Coelho yang mengarang The Alchemist dan mengatakan hal itu, aku yakin engkau akan menyetujuinya.

Bapak, aku mengenalmu sebagai seorang yang berkarakter kuat dengan filosofi jawa yang kental. Selalu kurindukan kebiasaanmu nembang jawa di ruang tengah, asyik menata sangkar dan memberi pakan burung perkutut kesayanganmu di teras rumah kita. Ataupun saat-saat engkau dengan begitu bersemangat bercerita sejarah kuno ketika aku ikut membersihkan koleksi keris-kerismu dengan air kelapa. Darimu aku belajar tentang nilai hidup, bahwa bahagia adalah pilihan dan cinta adalah sebuah kata kerja. Seperti kata Steven Covey, cinta-perasaaannya-adalah buah dari cinta-kata kerjanya. Karena cinta bagimu adalah pengejawantahan dari bekerja keras membanting tulang untuk keluarga, mencukupi kebutuhan kami, perhatian dan kasih sayangmu. Dan cinta adalah memberi, karena pada saat kita memberi, kita akan menerimanya pada saat yang sama, bahkan mungkin dengan porsi yang berlebih. Cintamu terletak pada ketulusan hatimu, tanpa banyak kata. Terbersit rasa bahagia yang membuncah bahwa Tuhan telah menganugrahkanku untuk memiliki seorang ayah sepertimu, bapak.

Aku tahu mungkin saja harapanmu padaku saat ini sangatlah sederhana. Pulang saat akhir pekan seusaiku mengajar di Universitas, masih selalu ingat porsi nasi di piringmu yang harus diatur karena penyakit diabetes. Terkadang meluangkan sedikit waktuku untuk membahas soal politik yang tengah ramai dibicarakan, ataupun soal sejarah yang selalu menarik perhatianmu. Bapak, terhatur selalu rasa hormat yang tinggi serta terima kasih yang mendalam untukmu selalu. Dalam doa-doa yang kupanjatkan, semoga engkau diberkahi umur yang panjang serta kesehatan, hingga aku masih punya kesempatan untuk membalas jasa-jasamu walaupun aku tahu selamanya takkan pernah cukup. Di balik semua kesederhanaanmu, aku ingin selalu mengatakan…bapak adalah ayah nomor satu seluruh dunia!

(Salah satu karya di Buku-True Love Keeps No Secrets-Siwi Mars Wijayanti, Gagas Media, 2008)

Sabtu, 10 Desember 2011

Glasgow, Diskon dan Kedipan Mata


Duduk dekatku sini, aku ingin bercerita sedikit. Kubagi cerita tentang pengalaman membeli daging halal di halal bucther, yang terkadang membuatku tersenyum sendiri. Sore ini, setelah menjilid jurnal-jurnal dengue yang harus kubaca (note : kalo pengen kaya, jadilah tukang jilid di sini..jilid termurah adalah model comb binding seharga 2 pounds : 28 rebu, dan pernah nanya jilid hardcopy untuk thesis mba yuli, tebak berapa? 40 pounds : 560 rebu, glek!

Oh ya, dan itu butuh waktu 4 hari kerja, kalo mau express 1-2 hari, lebih mahal lagi). Itupun, si tukang jilidnya terheran-heran dan memuji saat melihat contoh jilidan dari Indonesia yang pojoknya ada gold-nya, hoho padahal di Indonesia paling habis 15 ribu. Hadeeeh pelajaran nomer sekian, orang Indonesia lebih canggih urusan jilid-menjilid dibanding orang UK. Eh, kok malah ngobrolin jilid-menjilid. Baiklah, dongeng dilanjutkan. Karena hari ini lagi pengen beli daging sapi jadi segeralah setelah jilid jurnal-jurnal itu, kulangkahkan kaki ke daerah Great Western Road, area yang terdapat beberapa toko halal (Halal Butcher). Dari flatku di daerah Hillhead street ke daerah itu menempuh waktu sekitar 20 menit jalan kaki, itu hitungannya termasuk dekat. Biasanya aku membeli daging ayam dan beberapa sayuran di Toko An-Nuur, si bapak yang biasanya jaga di tempat daging, pasti tersenyum ramah, dan menyapa,

Assalamualaikum, apa kabar?” begitu selalu sapanya. Bapak yang berusia 50 tahunan itu bukan dari Indonesia, bukan pula dari Malaysia, tapi orang Pakistan, jadi senang mendapat sapaan, apa kabar, walaupun mungkin itu satu-satunya kata bahasa Indonesia yang ia kuasai. Humm tapi sore ini, aku pengen membeli daging sapi, karena sudah agak bosan dengan daging ayam, sayangnya di toko An-Nuur tidak menjual daging sapi. Terakhir kali kulihat di sebuah toko halal, di sana selain menjual daging ayam juga menjual daging sapi. Dulu aku singgah di toko itu karena tertarik untuk membeli anggur segar karena harganya lebih murah daripada di Tesco (Supermarket-nya Glasgow-red), trus tiba-tiba aku dipanggil. Seorang laki-laki berusia kisaran 27-35 tahun melambaikan tangan padaku, aku bingung, sampai menegaskan bahwa aku adalah orang yang ia maksud. Kemudian ia menghampiriku,

Come on, buy chicken. We sell halal chicken. Where you come from?” kata si lelaki itu sambil mengajakku melihat-lihat daging yang dijualnya. Lalu kami mengobrol sejenak, basa basi saja.

I will give you a good price” katanya lagi. Humm, lumayan juga nih diskon. Akhirnya aku membeli ½ kilo daging ayam. Dan sambil membungkus daging ayam itu, dia terus saja bertanya,

Are you student here?”

Dan bla..bla..dia menerocos, lalu sambil menyerahkan bungkusan ayam-ku, lalu kemudian terlontarlah pertanyaan terakhirnya,

Do you have facebook?” tanyanya kemudian, senyum-senyum gitu dengan gelagat yang tidak beres. Hadeew, ujung-ujungnya! Akhirnya kubalas dengan senyuman tanpa kata. Dan beberapa saat, kubilang.

Thanks” sambil segera meninggalkan tempat. Dan eit...dia masih bilang,

Nice to meet you, Please come again

Haiiih...no, kejadian itu membuatku males untuk balik lagi ke toko itu. Maka, sore ini kayaknya harus mencoba membeli di toko lain lagi. Iyap, di Great Western Road ada sekitar 4 halal butcher. Lalu segera masuk ke toko tersebut, dan eh..nemu sosis sapi halal, trus ada indomie rasa baso sapi..yipieee...dan, acara terakhir tentu saja tujuan utama, menuju ke tempat penjualan daging. Lalu beli ½ kg daging sapi dan ½ kg daging ayam, nyummy..nafsu makanku kembali membaik akhir-akhir ini, jadi pengennya masak dan makan, ehehe agar semangat belajar tentu saja ;p

Dan lagi-lagi sambil memotong-motong daging sapi menjadi bagian kecil-kecil, dia mengajak ngobrol denganku. Seperti biasa, dari negara mana, kuliah atau kerja, bla..bla..bla...standar orang yang pertama kali bertemu. Lalu setelah dia merampungkan memotong daging sapi, membungkus daging ayam dan mencetak notanya, kemudian diserahkannya padaku. Tapi ia masih mengajakku mengobrol. Belum lagi dua langkah akan kutinggalkan counter daging untuk segera membayar belanjaanku ke kasir, ia memanggilku lagi.

Give me your receipt” katanya. Aku bingung, tapi kuserahkan saja nota itu lagi padanya, mungkin ada yang salah.

I’ll give you special discount” katanya cepat sambil mencetak ulang nota tadi. Heuu..kok aneh tiba-tiba ngasih diskon. Lalu dia menyerahkan kembali notanya padaku, dan terakhir ini yang parah...sambil kedip kedip mata! Arghhh...gedubrak, langsung kuambil langkah seribu. Mengucap terimakasih, lalu segera membayar ke kasir. Hadeeew...ampun deh, trus harus beli daging sapi dimana coba????

Gapapa mba, kan lumayan dapet diskon ehehe kan cuma kedip-kedip doang, biarin aja dia cape kedip-kedip, yang penting bisa dapet daging sapi murah” komentar Puput, flatmate-ku sambil tertawa setelah mendengar ceritaku.
hoho begitulah, Glasgow, diskon dan kedipan mata. Ada-ada saja.***

Gla, 9 Dec 2011