Senin, 14 Juli 2014

Tentang Terima Kasih



Dulu, kata terima kasih bagi saya sering kali lebih bermakna basa basi dibandingkan makna sebenarnya yang berarti mengucapkan rasa terimakasih atas tindakan, perbuatan, pemberian atau apapun yang dilakukan oleh orang lain.
Namun belakangan ini, saya sungguh merasakan ada sesuatu yang istimewa dengan kata terima kasih. Dan tiba dalam kesadaran bahwa dulu saya sering pelit mengucapkan terima kasih.
Kadang-kadang kita merasa apa yang kita terima merupakan hal yang take it for granted, yang memang seharusnya begitu, yang memang seharusnya kita terima. Hal tersebut membuat kita enggan berucap terimakasih. Tapi nyatanya tidak, semuanya merupakan berkah, hadiah, yang seharusnya membuat kita lebih sering mengucap terima kasih sebagai tanda syukur.
Ah, toh syukur nggak harus bilang terima kasih..mungkin begitu pikir saya dahulu. Atau saya terlalu malu dan sungkan untuk berterus terang mengucap terimakasih, kecuali kalimat basa basi dalam kalimat surat seperti “terimakasih atas perhatian dan kebijaksanaannya” saat membuat surat kantoran.
Tapi apakah kita mengucap terimakasih pada sahabat yang setia mendengar keluh kesah kita?
Apa kita mengucap terimakasih pada pasangan yang senantiasa berupaya memahami kekurangan kita?
Dulu mungkin saya menganggap terimakasih baru diucapkan bila berhubungan dengan hal-hal yang besar. Misalnya saja ucapan terimakasih pada pembimbing skripsi, terimakasih atas rekomendasi untuk aplikasi beasiswa dan hal-hal yang menurut saya “besar” lainnya.
Namun saya menyimpan kata terimakasih untuk hal-hal yang “kecil”. Ah kini pun saya pun menyadari bahwa tak ada hal yang besar, tak ada hal yang kecil. Semuanya istimewa.
Ada suatu hal mengenai kata terimakasih yang saya pelajari di sini. Telah menjadi sebuah kebiasaan bila hendak turun dari bis, biasanya setiap penumpang akan mengucapkan “thank you” pada supirnya. Satu satu penumpang turun dan mengucapkan “thank you”. Awalnya saya mengamatinya, mendengarnya dan melakukannya karena mengikuti kebiasaan saja. Namun saat mengucapkan kata  terimakasih ini, ternyata kata itu juga memberikan dampak besar pada diri. Ah, ternyata mengucapkan terimakasih itu membahagiakan.
Bila berjalan berombongan, kemudian membuka pintu maka yang berjalan di depan akan menahan pintu agar tetap terbuka untuk menyilahkan yang berikutnya masuk, lalu terlontarlah kata “Thanks” atau “cheers”. Ada beberapa kebiasaan yang saya pelajari semenjak tinggal di sini, dan saya rasakan hal tersebut merupakan hal yang baik dilakukan. Masih jarang saya temui kebiasaan-kebiasaan ini di Indonesia.
Dan ternyata kata terimakasih ini bila diiucapkan selain menyenangkan untuk diri sendiri, dan lihatlah pada orang yang kita ucapkan terimakasih tersebut. Ada rasa penghargaan, ada rasa bahagia yang jelas tertangkap pada orang yang kita berikan ucapan terimakasih itu. Happiness is contagious. Rasa terimakasih akan melahirkan kebahagiaan, dan itu menular.
Itulah mengapa saya menemukan rasa istimewa pada ucapan terima kasih.
Semua hal yang terjadi merupakan berkah, hadiah, bukan sesuatu yang take it for granted yang membuat kita pelit berterimakasih.
“Terimakasih untuk hari ini yaa,”
“Terimakasih udah dimasakin yaa”
”Terimakasih udah ditemenin yaa…”
Apa kita masih sungkan untuk bilang begitu?
Apakah kita masih sering berpikir begini :
Ah, kan nggak harus diucapkan. Kalau ditraktir, kalau berterimakasih ya tinggal makanannya dihabisin. Kalau dimasakin, terus masakannya enak, ya cukup dibuktikan saja dengan melahap makanannya habis.
Dulu saya juga berpikir begitu. Tapi lihatlah, cobalah, dan rasailah bisa kita ucapkan rasa terimakasih kita secara langsung. Ada hal istimewa berupa sebuah bahagia yang menular, baik yang mengucapkan maupun orang yang kita berikan ucapan terimakasih.
Ah, aku kini menikmati mengucapkannya, dan merasai hal istimewa di baliknya.
Semoga kita semakin pintar bersyukur, karena hidup telah memberikan kita banyak berkah yang melimpah.***

 Glasgow 8 Church Street, 14 July 2014. Di sebuah sore yang tenang di ruangan PhD Student 

Jumat, 11 Juli 2014

Circle Islamic Study, Ladang Belajar Ilmu Agama Sambil Ngabuburit di Glasgow UK


Publikasi artikel ini di Detik Ramadan

Mengisi bulan Ramadan dengan aktivitas yang bermanfaat, itulah yang mendorong kembali diadakannya kegiatan Circle Islamic Study (CIS) pada bulan Juli ini. CIS ini merupakan salah satu kegiatan dari KIBAR Glasgow. Kegiatan ini berupa acara pengajian yang diselenggarakan rutin tiap bulan yang dikhususkan untuk para laki-laki muslim di Glasgow. Kami warga negara Indonesia di Glasgow mempunyai komunitas muslim yakni KIBAR Glasgow yakni Keluarga Islam Britania Raya cabang Glasgow, anak cabang dari KIBAR UK. Kegiatan rutin KIBAR Glasgow yakni mengadakan pengajian rutin untuk warga Indonesia yang muslim di Glasgow dan sekitarnya setiap bulannya. Ada pula pengajian anak-anak tiap sabtu yang berisi belajar membaca Al Qur’an, penuturan kisah-kisah inspirasi, kuis serta berbagai aktivitas anak-anak dalam mempelajari ilmu agama dengan cara yang menyenangkan.
Kegiatan CIS ini biasanya diadakan bergiliran, dari flat ke flat yang bersedia dijadikan tempat berkumpul. Dan kali ini acara tersebut bertempat di flat ketua Kibar Glasgow, Nor Basid Adiwibawa Prasetya dan Akhmad Misbakhul Munir, 64 Otago Street. Acara ini dimulai pada pukul 19.30 waktu Glasgow, sehingga acara ini pas untuk ngabuburit mengisi waktu menjelang buka puasa yang biasanya jatuh pada pukul 10.14. Acara ini diawali dengan bacaan ayat suci Al Qur’an, lalu dilanjutkan dengan ceramah dan diskusi. Biasanya penceramahnya akan bergiliran dari anggota pengajian. Kali ini, penceramahnya yakni Maulana Ibrahim Rau Hasibuan, mahasiswa master University of Glasgow jurusan geoinformation technology and cartography . Tema yang dibawakannya dalam pertemuan CIS kali ini yakni fakta ilmiah dalam Al Qur’an. Dalam ceramah yang disampaikannya, Maulana menyampaikan beberapa contoh fakta Ilmiah dalam Al Quran telah terbukti kebenarannya yang banyak ditemukan oleh para ilmuwan.
Beberapa contoh yang ia sampaikan antara lain fenomena pertemuan sungai dan laut dimana terlihat sebuah pertemuan dua sungai yang berbeda kepekatan, keasinan dan suhu, dan kedua sungai tersebut tetap tanpa bercampur. Fenomena ini sekarang dapat dijelaskan secara ilmiah, yaitu melalui sejumlah hukum fisika tentang pergerakan cairan, seperti variasi densitas, salinitas dan suhu. Hukum fisika ini memastikan bahwa kedua sungai tersebut tidak dapat saling mengalahkan, walaupun mereka bertemu secara langsung. Mahasuci Allah yang telah menjelaskan kepada kita 14 abad yang lalu tentang pertemuan sungai-sungai dan lautan:
“ dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi” Al Furqan 53.
Contoh lain yang disampaikannya yakni para ilmuwan baru-baru ini menemukan bahwa bumi itu dulunya lebih besar dari ukuran saat ini. Ukurannya terus menurun dengan berlalunya jutaan tahun. Penemuan ini disebutkan dalam al-Quran dengan jelas:
 “ Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?....” Al-Ra`du 41
Penyampaian ceramah ini disertai dengan tampilan gambar-gambar sehingga menarik untuk disimak. Setelah ceramah dan diskusi, ada pula tausiyah yang dibawakan oleh Pak Bernardi Pranggono, dosen Glasgow Caledonian University mengenai beberapa hadist palsu.
Acara ini kemudian diakhiri dengan buka puasa dan sholat berjamaah. Jauh dari tanah air dan tinggal di negara dimana islam sebagai minoritas bukan berarti menjadi penghalang bagi kami untuk terus belajar agama dan beribadah. Dan tentu saja, semua itu upaya kami bersama untuk saling mempererat tali silaturahim sekaligus meningkatkan pengetahuan tentang islam.***

Tulisan ini dipublikasikan di detik ramadan dengan link berikut

Selasa, 08 Juli 2014

Lihatlah Langit Itu



Langit Kala itu-Paisley 5 Juli 2014

Oh lihatlah langit itu
Aku suka langitnya yang biru dan luas,
Mungkit langit itu mengajariku tentang keluasan hati
Keluasan, yang memberiku kesempatan mencintai dengan hati luas
Cukup luas untuk memaafkan, meminta maaf dan berterima kasih
Cukup luas untuk menampung bahagia, sedih, dan gembira
Cukup luas untuk siap bersama kamu dalam perjalanan hidup saya selanjutnya
Ah lihatlah langit iitu
Mengingatkan saya akan kamu yang mengajari tentang keluasan
Dan lihatlah langit itu,
Kepakan burung yang melintas, tertangkap kameraku
Mungkin mengatakan, cinta yang luas akan menerbangkan, membebaskan

Glasgow, 8 Juli 2014. Sehari Menjelang Pilpres. Semoga langit itu pula mengajarkan akan keluasan, untuk menerima apapun hasil yang akan ditorehkan esok hari. Tetap berdoa untuk negeri ini.


Senin, 07 Juli 2014

Salam Cinta Untuk Indonesia


Saat rekan-rekan lain deklarasi di London, saya salam dua jari dari Glasgow

Pilpres di Indonesia akan berlangsung dua hari lagi, walaupun sudah memasuki masa tenang namun suasana nampaknya semakin panas menjelang hari pencoblosan. Untuk saya dan rekan-rekan di UK, kami sudah memilih melalui pos beberapa saat yang lalu. Surat suara dikirim lewat pos, kemudian saya mencoblos dan mengirimkannya kembali ke Panitia Pilpres di London. Sedangkan untuk mencoblosan langsung di London juga sudah diselenggarakan Sabtu 5 Juli kemarin, namun penghitungannya masih menunggu pemilu di Indonesia Tanggal 9 Juli nanti.
Pilpres-pilpres sebelumnya, saya biasanya hanya sebagai pemilih pasif yang menggunakan hak suara saya dengan memilih pasangan presiden dan wakil presiden pilihan saya. Biasanya hanya sebatas itu, tidak lebih. Namun entah mengapa Pilpres kali ini mendorong saya untuk lebih banyak bergerak dan berbuat. Seperti ada gelombang viral yang sambung menyambung, tular menular yang menggerakkan banyak sekali anak bangsa yang tergabung sebagai relawan. Dan ini kali pertama saya ikut dalam barisan relawan itu.
Relawan yang tidak dibayar dan tidak terbayar. Karena kami melakukan itu semua dengan hati, dengan harapan bahwa ternyata harapan itu ada. Untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik.
Relawan kubu siapa? Mungkin begitu pertanyaannya. Dengan hanya ada 2 pasangan Capres memang rakyat Indonesia terasa terdikotomi menjadi barisan pendukung Prabowo-Hatta dan pendukung Jokowi-JK.
Saya memang dari awal sudah menjatuhkan pilihan hati saya untuk memilih dan mendukung Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil presiden Indonesia. Kenapa? Ada banyak alasan sebenarnya, namun intinya hati saya memilih pemimpin yang memimpin dengan hati. Yang telah bekerja keras untuk kepentingan umat. Jokowi adalah sosok yang sulit ditemukan pada para pemimpin sebelumnya ataupun pemimpin-pemimpin lain. Sosok dan kinerjanya memang telah lama saya amati sejak beliau mencalonkan diri sebagai gubernur DKI dan selama memerintah DKI.
Saat dihadapkan pada dua pilihan, tentu saja saya harus memilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan saya. Pertimbangan hati dan akal. Dan pertimbangan saya sebagian besar tercermin dalam speech Anies Baswedan di link ini 
Ada harapan perubahan yang lebih baik, ada harapan mendapat seorang pemimpin dengan semangat melayani. Memang bukan tanpa kekurangan, tidak ada pemimpin sempurna. Namun setidaknya saya memilih di antara dua pilihan, dan saya memilih yang saya anggap lebih punya kapabilitas, track record kepemimpinan publik yang telah teruji dan yang paling penting ada sosok pemimpian yang pekerja keras dan pemimpin dengan hati yang tulus melayani.
Kalau pemimpinnya  memimpin dengan hati, kita rakyatnya bisa ngerasa kok. Itu menjawab tuduhan pencitraan yang banyak dialamatkan pada pihak Jokowi-JK. Analogi saya sangat sederhana, hati saya merasa kapan seseorang berpura-pura dan kapan seseorang bersungguh-sungguh. Dan saya meyakini ada ribuan, jutaan hati-hati lain yang merasakan hal yang sama.
Dan karena itulah, saya tergerak untuk berbuat. Turun tangan, kata Anies Baswedan. Manakala ada orang baik, pekerja keras dan memimpin dengan hati maju untuk menjadi pemimpin maka tugas kita semua adalah membantunya.
Karena itulah saat rekan saya di Leeds mengontak untuk bergabung dalam barisan pendukung Jokowi-JK UK dan ikut sign-up dalam petisi deklarasi, saya langsung mengiyakan. Saya akhirnya tergabung dalam komunitas tersebut dan semakin merasakan people power yang bergerak didorong oleh hati. Tanpa dibayar, tanpa ada iming-iming apa-apa. Hanya dorongan hati untuk berbuat sesuatu. Apa yang saya lakukan tentu saja sebatas yang saya bisa. Kadang kala kita ingin terlibat, tapi timbul pertanyaan, trus kita harus ngapain? Kita bisa apa? Kita bisa melakukan sebatas apa yang kita bisa lakukan kok.
Karena saya bisanya nulis dan punya kontak dengan beberapa media, maka saya menawarkan diri untuk membantu publikasi. Saya membantu menulis pers release dan mengirimkannya ke media. Saya tahu seperti apa media sekarang ini menjelang pilpres. Tapi setidaknya saya menulis berdasarkan sumber utama, saya tahu proses penggalangan deklarasi ini dan terlibat di dalamnya sehingga saya merasa aman menulis tanpa takut dicap penyebar berita bohong, fitnah dan sebagianya yang marak belakangan ini.
 Dan ini adalah salah satu publikasi dari hasil pers release yang saya kirimkan.



Ada lho yang komentar kalau itu berita hoax..ehehe saya tidak terlalu ambil pusing. Saya menulis berdasarkan sumber utama, tidak ada yang perlu saya khawatirkan.
Memang salah satu risiko menjadi relawan adalah intimidasi ataupun adanya serangan dari pihak yang berseberangan. Nama saya terpampang di antara 500an orang yang mendukung deklarasi mendukung Jokowi-JK UK. Awalnya saya memang memilih untuk tidak mempublikasikan pilihan saya, namun pada akhirnya saya memilih untuk membuat terang pilihan saya. Risikonya tentu saja ada . Bila ada  yang mengirimkan gambar-gambar dan share berita yang menyerang, cukup saya hide dari timeline, saya tidak mau menghabiskan energi untuk saling serang. Kita semua saudara, hanya saja pilihan kita berbeda, itu saja. Tidak usah memperkeruh suasana dengan menyuburkan benci dan caci maki.
Saya cukup menunjukan kapasitas calon presiden pilihan saya, tanpa berniat menjelekkan ataupun menjatuhkan calon presiden satunya. Menjadi pemenang, bukan berarti dengan cara menjatuhkan. Mari belajar kampanye bersih, kampanye cerdas dan belajar mempunyai hati yang luas untuk menerima perbedaan.
Dan menjelang Pilres yang tinggal dua hari ini, saya banyak berdoa. Jujur saja, baru kali ini juga saya berdoa untuk pemimpin bangsa dengan setulus-tulusnya. Dengan harapan, dengan cinta. Dan saya yakin, banyak sekali rakyat Indonesia yang berdoa. Yang kali ini mereka rasanya memiliki harapan. Yang kali ini menjadi begitu peduli akan nasib Indonesia ke depan, yang merasa ikut dilibatkan. Bahwa nasib bangsa ini ditentukan oleh kita bersama, bukan segelintir elit di atas sana.
Semoga Pilpres nanti berlangsung damai, apapun hasilnya itulah suara rakyat. Tentu saja harus bersama kita kawal agar pemilu ini tidak terjadi kecurangan-kecurangan. Kita mulai politik yang bersih, tanpa money politic. Fenomena relawan yang terjadi sekarang ini telah menjadi pondasi hebat berlangsungnya proses politik yang bermartabat, semoga ini adalah tonggak laju Indonesia yang lebih maju.
Mari kita songsong pemilu dengan damai. Tidak pernah saya setuju kampanye hitam, fitnah, kata-kata yang menjatuhkan, menjelekkan. Kita harus mulai pendidikan berpolitik yang cerdas, santun dan dewasa. Kamu boleh pilih 1, walau saya pilih nomer 2. Kita tetap bangsa Indonesia. Saudara sebangsa setanah air. Kita harus menjaga proses politik negeri tercinta dengan cara yang terhormat.
Selamat memilih sesuai pilihan hatimu, kawanku.
Siapapun pilihanmu, Tetap semangat berkontribusi untuk negeri ini.
Salam Dua Jari dari Glasgow

Glasgow, 7 Juli 2014. Dari anak bangsa yang selalu punya harapan untuk Indonesia tercinta.




Jumat, 04 Juli 2014

Cerita Seru Cari Makanan Halal di Glasgow, Inggris Raya



Tulisan ini dipublish di Detik Ramadan
Mempertanyakan kehalalan makanan dulu jarang saya lakukan saat masih tinggal di Indonesia. Dalam pikiran saya, dengan tidak mengkonsumsi makanan yang memang diharamkan seperti babi dan alkohol maka saya sudah merasa aman memilih makanan. Walaupun akhir-akhir ini merebak beberapa kasus tempat makan yang tidak memiliki sertifikat halal, namun tetap terhitung jarang di Indonesia. Namun semenjak tinggal di Glasgow-Inggris Raya, saya belajar untuk memilah makanan yang saya konsumsi sehari-harinya. Ada beberapa pelajaran yang saya dapatkan setelah tinggal di Glasgow, Skotlandia ini termasuk juga soal produk halal dan haram. Sebagai seorang muslim, tentu saja hal tersebut penting untuk diperhatikan. Misalnya saja saat mengkonsumsi ayam, daging kambing atau sapi. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah kehalalannya, yakni termasuk halal dalam proses penyembelihan dan pengolahannya. Banyak produk ayam, daging sapi yang tersedia di supermarket namun tidak berlabel halal, oleh karena itu seharusnya dihindari.
Untungnya saja, saya tidak terlalu kerepotan dalam mendapatkan daging halal karena di Glasgow terdapat banyak halal butcher yang menyediakan daging halal serta produk-produk halal lainnya. Saya biasanya membeli daging dan produk halal lain di toko-toko di daerah Great Western Road, hanya sekitar 10 menit jalan kaki dari tempat tinggal saya. Kebanyakan toko tersebut milik orang-orang Pakistan. Selain di toko-toko tersebut, supermarket besar seperti Tesco pun sekarang mempunyai rak tersendiri yang menjual produk daging halal. Kemarin sabtu saya mampir ke Tesco di Great Western Road dan mendapati produk daging halal yang sebelumnya belum pernah disediakan oleh Tesco cabang tersebut. Mungkin bulan Ramadan menjadi pertimbangan mereka mulai menjual produk daging halal.
Salah satu hal yang unik lainnya yakni bila kami ingin makan di luar (tidak memasak sendiri). Memang pilihannya tidak banyak, namun bagaimanapun harus tetap disyukuri. Ada beberapa restoran India ataupun Pakistan dengan label halal, toko-toko kebab, pizza serta KFC di Glasgow city center juga berlabel halal. Ini berlaku pula bila saya jalan-jalan ke luar kota. Selama jalan-jalan, kami tidak terlalu kesulitan mencari makanan halal. Ada berbagai pilihan yang bisa dijumpai selama perjalanan seperti KFC (dengan label halal tentunya), toko kebab ataupun restoran timur tengah. Bila tidak yakin makanan yang disediakan halal atau tidak, maka kita bisa menanyakannya ke pegawai restaurant tersebut. Pertanyaan mengenai kehalalan bukan lagi merupakan isu sensitif di Inggris, namun sudah menjadi hak konsumen untuk mengetahui produk yang akan dibelinya.
            Ataupun bila ternyata sulit mencari tempat makan halal, kami memilih untuk pergi ke tempat makan dengan memilih menu vegetarian atau ke Fish and Chips yang banyak sekali terdapat di berbagai kota-kota. Dengan makan kentang goreng dan ikan tepung ini cukup lezat dan lumayan mengganjal perut untuk kembali melakukan perjalanan kami. Tips lainnya, kita biasanya membawa makanan yang dimasak sendiri untuk bekal perjalanan. Bila kami pergi jalan-jalan hanya sehari saja (pulang-pergi) maka akan membawa bekal makan. Selain dijamin kehalalannya, juga lebih irit karena makan di luar harganya jauh lebih mahal. Satu lagi, makan bekal sendiri pasti rasanya akan lebih cocok untuk lidah kami, karena bila makan di luar kami harus terima rasa makanan-makanan yang seringkali kurang cocok dengan lidah Indonesia kami. Kalau pergi jalan-jalan dalam waktu yang cukup lama, kita bisa membawa lauk kering seperti kering tempe, empal yang bisa jadikan lauk selama perjalanan.
Oh ya jangan lupa, selain produk-produk daging, kita juga harus memperhatikan bahwa ada beberapa produk makanan tertentu yang harus dicermati saat membelinya. Meski tidak disebut haram di Qur’an dan Hadits, bisa saja makanan menjadi haram karena diolah bersama bahan yang haram. Pemanis, pengemulsi, penyedap rasa, pewarna makanan yang tidak halal bisa menyebabkan produk makanan menjadi haram. Oleh karena itu, akan lebih baik bila mengecek terlebih dahulu bahan-bahan yang tertera dalam kemasannya sebelum membeli. Soal kehalalan ini akhir-akhir ini menjadi isu yang diperhatikan karena semakin banyaknya konsumen yang membutuhkan produk-produk halal seiring dengan meningkatkan komunitas islam di Inggris Raya. Semoga ke depan, umat muslim di Inggris dapat memperoleh prosuk-produk halal dengan lebih mudah. ***

Tulisan ini dipublikasikan di detik ramadan, dengan link berikut



Selasa, 01 Juli 2014

Mengeja Kenang Ramadan




Ramadan ketiga. Iyah, ketiga kalinya Ramadan akan saya lewatkan di Glasgow. Tapi kini saya tidak lagi merasa jauh, walaupun tentu saja kadang merindu rumah. Apalagi masa-masa Ramadan bila di Indonesia pastilah identik dengan suasana kumpul bersama dengan keluarga. Pulang ke rumah di awal Ramadan, dan berpuasa bersama keluarga. Rasanya sudah lama saya tidak merasakan nuansa seperti itu. Apalagi Ramadan kali ini, saya  bisa membayangkan perasaan orang tua saya, terlebih ibu saya yang pastilah merasa kurang lengkap dalam Ramadan kali ini. Hanya beberapa hari menjelang bula Ramadan kemarin, adik saya berangkat ke Ciawi untuk pra-jabatan dan kemungkinan akan segera ditempatkan di Ternate sebelum lebaran. Jadi, kemungkinan besar hanya adik bungsu saya yang akan menemani bapak ibu saat lebaran nanti. Oh andai, kehadiran saya bisa digantikan oleh hal lain yang bisa saya lakukan dari sini selain menelpon ataupun skype pasti akan saya lakukan.
Selain mengingatkan akan rumah, bagi saya Ramadan adalah kenang,
Kenang seperti halnya langkah-langkah kecil saya menuju Mushola dengan senter di tangan. Tak ada penerangan.
            “Hati-hati bila melintas di pohon asem itu. Ada banyak hantunya,” kalimat itu selalu saja  terlintas tiap kali saya kala kecil dulu melewati jalan itu ketika pulang tarawih atau jamaah subuh. Dengan jantung bergedup dan langkah cepat-cepat. Saya ingin sekali hendak cepat-cepat menghindari area sekitar pohon asem itu. Padahal itulah jalan yang tiap hari yang harus saya lewati bila hendak ke Mushola.
Saya juga masih ingat, saya saat kecil tak punya banyak kerudung. Jadi dengan berkerudung kuning segi panjang yang disampirkan di kepala saya pergi ke mushola. Tiba-tiba saya bertanya, dimana kerudung kuning berbordir itu? Hilang ditelan masa, namun kenangnya tetap mengada.
Kadang pula, Ramadan adalah kenang sebuah pelepah daun pisang yang menghindarkan tubuh kecil saya dari hujan sepulang tarawih. Oh kadang kala kini saya berpikir, jaman apa saya dulu dilahirkan?
Ramadan dengan laporan sholat tarawih, sholat fardhu di sebuah buku yang wajid diisi dan ditandatangani pak kyai.
Kenang Ramadan, yang dengan suka cita sibuk di dapur menjelang buka puasa. Lalu menyeduh minuman hangat untuk berbuka bersama keluarga. Empat gelas teh panas, dan satu gelas kopi untuk bapak. Hampir pasti begitu, jarang berubah, walaupun ada minuman tambahan seperti kelapa muda ataupun sirup.
Ramadan adalah tentang kenang. Betapa manusia diingatkan akan pulang. Baik pulang ke rumah, ataupun “pulang” dalam arti kematian.
Kini, saya hanya bisa mendengarkan suara bapak ibu saya lewat telepon, atau kadang menyapa dengan melihat wajahnya lewat skype. Orang tua saya mungkin belajar bagaimana merelakan anak-anaknya telah melesat dengan anak panahnya masing-masing, dengan definisi kebahagiaannya masing-masing.
Saya pula belajar menerima dan bersyukur, bahwa Tuhan selalu memberikan saya rasa rumah di mana-mana.
Ramadan mungkin saja membuat saya mengeja kenang masa lalu. Tapi Ramadan juga sanggup membuat saya mencipta peristiwa-peristiwa kekinian untuk mencipta kenang yang akan saya eja di masa depan.
Dan kini, saya mencipta kenang-kenang berikutnya. Di tanah-tanah asing yang tak lagi terasa asing.
Di tanah yang saya sebut RUMAH.


Glasgow, hari pertama di Bulan Juli


Sabtu, 28 Juni 2014

Apa Kau Tahu Tentang Ikhlas?



Apa kau tahu tentang ikhlas? Kapan dengan bening hatimu merasakan keikhlasan?
Kau tahu kawan, terkadang aku berpikir tentang ikhlas.
Dalam pikiranku, mungkin saja  ikhlas juga serupa dengan rasa cinta bahagia, nestapa, gembira, cemburu ataupun mendurja.
Serupa
Serupa bahwa semua rasa itu tak pernah kekal selamanya, berganti-ganti rupa dan masa
Pernahkah kau bahagia selamanya?
Pernah kau sedih selamanya?
Mungkin juga itu serupa dengan ikhlas.
Bahkan hatimu pun terkadang ambigu, kapan ikhlas benar-benar terasa ikhlas.
Hatimu terkadang sebening telaga, hening, lalu ikhlas terasa dekat hatimu
Tapi kemudian sesaat kemudian,
Beberapa hari kemudian, sebulan kemudian
Hatimu tergugu, kemudian rasa ikhlas itu terkadang lepas
Kadangkala aku tahu bahwa ikhlas mungkin bukan berarti lekas melepas, tapi berupaya lebih keras.
Lalu aku menjadi ambigu, ini ikhlas atau bersikeras?
Oh,
Apa kau tahu sesuatu tentang ikhlas?
Iyah, karena kadang-kadang aku tahu. Kurasakan ikhlas bening mengalir dalam hatiku
Namun sering kali aku tidak tahu,
Yah, lebih sering aku benar-benar tidak tahu.
Oh lalu tiba-tiba ada suara menyerua :
Tak mengapa
Tak mengapa
Oh ternyata memang tak mengapa.

Glasgow, 28 June 2014 di sebuah siang yang tenang. Sehari menjelang Ramadan

Glasgow Central Mosque, Bukti Sejarah Peradaban Islam di Skotlandia


Glasgow Central Mosque
Hidup jauh dari tanah air terkadang membuncahkan kerinduan akan rumah. Namun jarak kadang kala tak bisa terelak, bahwa antara Glasgow dan Indonesia terbentang 7569 mil jauhnya. Untung saja rasa rindu rumah sedikit teredakan dengan adanya rumah-rumah jiwa yang saya temukan di tanah tempat menjejakkan kaki sekarang ini. Sebagai seorang muslim, saat hendak tinggal di negara lain dimana islam bukan merupakan agama mayoritas tentu ada sebuah kerisauan tersendiri. Apakah ada tempat peribadatan? Bagaimana perlakuan penduduk setempat terhadap orang asing ? Apakah ada diskriminasi yang mungkin terjadi. Tapi saya bersyukur, Glasgow merupakan rumah yang ramah bagi para pendatang termasuk pendatang muslim. Salah satunya dengan adanya rumah fisik sebagai rumah peribadatan komunitas muslim di Glasgow yakni Glasgow Central Mosque.
Keberadaan masjid utama di Glasgow tersebut pastilah istimewa bagi kami komunitas muslim di Glasgow. Jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia, masjid ada dimana-mana. Namun di sini, masjid adalah bangunan istimewa yang setidaknya sanggup membuktikan keberadaan komunitas muslim di Glasgow. Sejarah perkembangan muslim di Inggris Raya termasuk juga di Glasgow, hampir serupa dengan sejarah islam di Perancis, yakni melalui proses imigrasi. Proses ini berlangsung pada akhir abad ke-18 dan awal abad 19.  Umat muslim di Glasgow awalnya datang dari India dan Pakistan yang tinggal di daerah Gorbals. Daerah ini merupakan sentra ekonomi yang menarik datangnya para imigran dari Irlandia, India, Pakistan, Yahudi dan juga Italia. Komunitas muslim tersebut kemudian berupaya membangun rumah peribadatan, dimulai dari Oxford street, Carlton Place dan kemudian akhirnya terbangunlah Glasgow Central Mosque dengan luas empat hektar yang terletak di 1 Mosque Avenue, Glasgow ini. Karena sejarah inilah, Glasgow Central Mosque merupakan bukti peradaban islam di Skotlandia.


Interior dalam Glasgow Central Mosque

Masjid utama Glasgow ini merupakan masjid terbesar di Skotlandia selain Edinburgh Central Mosque di Edinburgh. Masjid ini dibangun dengan menelan biaya sebesar 3 juta poundsterling dan kemudian dibuka untuk umum pada 18 Mei tahun 1984. Masjid tersebut digunakan untuk salat sehari-hari. Tempat ibadah ini dapat mengakomodasi sekitar 2.500 jamaah, termasuk alokasi 500 jamaah untuk perempuan yang terletak di lantai dua. Selain untuk sholat, Glasgow Central Mosque juga menyediakan layanan konsultasi, acara pernikahan dan upacara pemakaman.  Terdapat juga tempat yang disewakan untuk  resepsi pernikahan, pengumpulan dana amal, konferensi serta pameran. Selain itu, komunitas masjid juga mengadakan kegiatan-kegiatan sosial seperti donor darah, sumbangan untuk orang miskin, bantuan penanganan orang-orang lanjut usia serta juga menyelenggarakan seminar ataupun diskusi keagamaan.
Selain Glasgow Central Mosque, di kota juga terdapat beberapa masjid lainnya dan juga tempat peribadatan. Ada pula tempat salat untuk umum yang dari luar sama sekali tak terlihat seperti tempat peribadatan umat islam. Misalnya saja Dakwatul Islam yang dekat dengan tempat tinggal saya. Bila orang melintas di Oakfield Avenue jarang yang mengira kalau di sana terdapat tempat peribadatan umat muslim. Meskipun begitu, rasa syukur tak terhenti karena pemerintah tidak membatasi aktivitas ibadah kami. Pemerintah Skotlandia menerapkan The UK Government's Equality Act yang disetujui pada bulan April 2010. Peraturan tersebut berisi kesetaraan tanpa adanya diskriminasi karena ras, umur, orientasi seksual, serta agama dan kepercayaan.  Dan ditambah lagi, ternyata semua masjid di Britania Raya ini memperoleh bantuan operasional dari pemerintah.  Hal tersebut tentunya menjadi bukti adanya dukungan pemerintah terhadap keberlangsungan warganya untuk memperoleh haknya dalam beribadah.


Saya dan rekan-rekan Glasgow seusai salat Idul Adha

Saya dan rekan-rekan muslim di Glasgow biasanya menunaikan salat Idul Fitri dan Idul Adha di Glasgow Central Mosque ini. Ada pengalaman baru saat menjumpai banyaknya umat muslim di Glasgow yang berasal dari berbagai negara dan etnis. Pun juga melihat perbedaan-perbedaan yang saya jumpai, misalnya ternyata hanya saya dan rekan-rekan Indonesia, Malaysia  saja yang sholat mengenakan mukena, karena kebanyakan jamaah perempuan lainnya hanya memakai pakaian biasa saja. Ada yang memang pakaiannya menutup seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan saat sholat, namun banyak pula yang hanya mengenakan lengan pendek lalu berkerudung disampirkan. Ada banyak ragam perbedaan batasan aurat saat sholat yang saya jumpai. Selain itu, ada sedikit tata cara sholat yang berbeda saat menunaikan sholat Ied. Ah, kadangkala perbedaan hadir untuk menguji seberapa dalam toleransi dan upaya saling mengerti, bukan untuk saling mencaci dan membenci.

* Siwi Mars Wijayanti, Penulis merupakan PhD Student di University of Glasgow. Anggota tim redaksi PPI Glasgow.

Artikel ini dipublish di portal Detik Ramadan di link berikut


Jumat, 20 Juni 2014

Uniknya Puasa Ramadan Saat Musim Panas di Glasgow


Publikasi artikel ini di detik ramadhan (linknya): http://ramadan.detik.com/read/2014/06/19/102451/2612655/1598/uniknya-puasa-ramadan-saat-musim-panas-di-glasgow?r992203625

Menjelang Bulan Ramadhan tahun ini, kami warga muslim Indonesia yang bermukim di Glasgow, Skotlandia  menyambutnya dengan penuh suka cita. Walaupun tak ada tabuh bedug yang semarak menyambut Ramadhan seperti di Indonesia, tapi tak urung membuat kami tetap merayakan kedatangan bulan suci tersebut. Salah satu yang menarik dari berpuasa di sini yakni waktu puasanya yang tentu jauh berbeda dengan waktu puasa di Indonesia. Glasgow saat ini sedang memasuki musim panas dengan waktu siang yang lebih panjang daripada waktu malam. Bila mengacu pada jadwal puasa dari Central Mosque Glasgow (masjid terbesar di Glasgow), waktu sahur Ramadhan pertama sekitar pukul 2.45 kemudian buka puasa (waktu magrib) pukul 22.14. Jadi kami akan menjalani puasa ramadhan kurang lebih 18 jam,  yang tentu saja lebih lama dibandingkan dengan waktu puasa di Indonesia.
Hal ini terjadi karena puasa ramadhan berlangsung saat musim panas. Berbeda bila berpuasa di musim dingin, yang magribnya bisa saja sudah tiba sekitar pukul 16.00 waktu setempat. Mungkin terpikir alangkah beratnya berpuasa sebegitu lamanya, apalagi saat musim panas. Itu juga yang dahulu terpikirkan oleh kami saat belum pernah mempunyai pengalaman puasa di sini. Kami sebelumnya terbiasa dengan waktu puasa Ramadhan di Indonesia yang waktunya relatif sama dari tahun ke tahun. Kemudian saat tinggal di Glasgow, kami berpuasa dengan waktu yang jauh lebih lama. Untungnya, walaupun berpuasa di musim panas namun pada kenyataannya suhunya tidak terlalu panas. Di Glasgow, rata-rata suhu harian selama bulan Juni adalah 16 ° C, sementara Juli dan Agustus rata-rata harian 18 ° C dan tertinggi sekitar 23-25 0 C. Jadi tentu saja lebih panas di Indonesia bukan? Kondisi ini menyebabkan walaupun waktu berpuasanya cukup panjang namun tidak terlalu kehausan karena tidak terlalu panas. Uniknya jadwal puasa Ramadhan di Glasgow ini, mau tidak mau membuat kami menyesuaikan aktivitas dengan jadwal puasa. Karena waktu maghrib dan subuh saling berdekatan, biasanya kami mensiasatinya dengan tetap terjaga sampai subuh, kemudian setelah sholat subuh baru tidur.
Menjalani puasa Ramadhan di negeri orang tentu saja menghadirkan kerinduan untuk menikmati suasana Ramadhan seperti di tanah air. Salah satu yang istimewa dari Indonesia sebagai negara dengan mayoritas agama islam adalah semaraknya Bulan Ramadhan. Sepertinya semua orang menyambutnya dengan penuh keriangan. Berjajar penjual makanan takjil menjelang buka puasa, suara adzan dari masjid-masjid, banyaknya jamaah sholat tarawih, acara buka puasa bersama dan juga banyak kegiatan-kegiatan pengisi ramadhan lainnya. Sementara kami tinggal di Skotlandia dimana islam menjadi agama minoritas. Populasi muslim di Skotlandia sampai tahun 2011 mencapai 76.737, sekitar 1.4% dari total penduduk di Skotlandia. Mayoritas penduduk skotlandia beragama kristen, dan Muslim merupakan kelompok ketiga terbesar non-kristen setelah Atheis dan Agnostik. Sebagain besar populasi muslim di Skotlandia berasal dari Asia Selatan, terutama yang berasal dari Pakistan. Oleh karena itu, tentu saja tak ada bedug yang semarak, tak ada ramainya penjual-penjual takjil menjelang buka puasa. Aura ramadhan sama sekali tak terasa. Mungkin penduduk Glasgow banyak yang tidak menyadari atau mengetahui bahwa umat muslim akan memasuki bulan Ramadhan, namun masih aja juga mengetahuinya.
Namun sebagai kaum minoritas, kami bersyukur masih diberikan banyak kemudahan untuk tetap beribadah di negeri ini. Halal Butcher (tempat menjual daging halal) relatif mudah dijangkau, tempat beribadat untuk sholat berjamaah juga ada di beberapa daerah Glasgow. Dan tentu saja, mempunyai pengalaman berpuasa di luar negeri dimana islam menjadi minoritas tentu saja menjadi pengalaman menarik yang akan memperkaya pengalaman hidup kami. Beribadah bisa dimana saja, Tuhan selalu memberikan kemudahaan bagi umatNya. Panjangnya waktu berpuasa semoga menambahkan semangat ibadah kami. Dan kami menyambut Bulan Ramadhan dengan penuh suka cita. ***


Glasgow, 20 June 2014 di siangnya yang benderang cerah

Sabtu, 14 Juni 2014

Oh Malangnya, Manusia




Mungkin ada kalanya melihat orang yang korupsi, kemudian kita merasa suci
Ada kalanya melihat orang yang salah, lalu membuat kita merasa benar
Melihat orang-orang yang kita kira belum melakukan perintah agama, membuat kita merasa lebih baik, lebih agamis, lebih mulia.
Melihat orang lain berbuat begini, bersikap begitu. Lalu membuat kita merasa menjadi umatNya yang lebih baik dari manusia lainnya.
Oh, Malangnya.
Alangkah malangnya kita, manusia.


Glasgow, di sebuah sore yang tenang.