Sekali lagi, Paulo Coelho mempesonakan dengan karyanya yang menggugah sisi kemanusiaaan kita. Sebelumnya karyanya menjawab pertanyaanku tentang pengejaran impian (the alchemist), cinta (Zahir, by River Piedra I Sat down and cry), dan kini tentang kebaikan (The Devil and Miss Prym). Walaupun secara jujur kukatakan tidak sebegitu memikat karya-karyanya yang kubaca sebelumnya, namun toh tetap saja mampu membuatku berpikir ulang, teringat akan pertanyaan yang tengah kuajukan, dan sedikit menemukan jawaban.
Pernahkah terlintas dalam pikiranmu sesuatu yang mengkhianati nurani? Tentang yang sepantasnya atau tidak?tentang yang sesungguhnya kau inginkan? atau bahkan sekelebat “jahat” yang melintasi hidup?
Kisah dalam buku ingin tentang seseorang yang ingin membuktikan adakah memang benar ada kebaikan di muka bumi ini.
- Aku menemukan bahwa jika dihadapkan pada percobaan, kita selalu gagal. Jika diberikan kondisi yang tepat, setiap manusia di muka bumi ini akan bersedia melakukan kejahatan-
Uhmm..benarkah begitu?
Setelah selesai menggambar, pemuda itu tersadar dan memandang lukisan itu dengan takut bercampur sedih. Ia berkata
“ Aku pernah melihat lukisan ini”
Kapan?”. Tanya Leonardo heran
“ Tiga tahun yang lalu, sebelum aku kehilangan semua yang kumiliki. Waktu itu aku menyanyi di sebuah paduan suara dan hidupku masih penuh dengan impian. Pelukis itu memintaku menjadi model untuk wajah Yesus.
Baik dan buruk memiliki wajah yang sama, semua bergantung dari kapan keduanya melintas dalam kehidupan seorang manusia.
Uhmmm begitukah?Benarkah kita mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi jahat?.
Mungkin begitu, tapi ada yang bisa membedakan ‘baik” dan “jahat”walaupun kita semua mempunyai naluri yang sama.
“Jika malam ini pelacur tercantik desa ini datang kemari, apakah kau akan sanggup memandangnya dan menganggapnya tidak cantik dan tidak menggoda?”
“ Tidak, tapi aku bisa mengendalikan diriku”, sahut si orang kudus.
“ Dan jika aku menawarimu setumpuk kepingan uang emas agar kau meninggalkan guamu di gunung dan bergabung dengan kami, sanggupkah kau memandang emas itu dan menganggapnya batu kerikil?”
“ Tidak, tapi aku akan bisa mengendalikan diriku”
“ Dan jika kau dicari-cari oleh dua bersaudara, yang satu membencimu dan yang lain menganggapmu suci, sanggupkah kau memiliki perasaan yang sama terhadap keduanya?”
“ Itu benar-benar sulit, tapi aku akan bisa mengendalikan diriku sendiri dan memperlakukan mereka dengan sama.
Percakapan itu adalah percakapan Ahab, si penjahat dan St.Savin, si orang kudus. Savin dan Ahab memiliki naluri yang sama- baik dan jahat bertarung di hati mereka, sama seperti di dalam setiap jiwa manusia yang ada di muka bumi ini. Ketika Ahab menyadari Savin tidak berbeda dengan dirinya, diapun menyadari dirinya tidak berbeda dengan Savin. Semua hanya masalah pengendalian diri. Dan pilihan.
Tidak kurang, Tidak lebih.
Uhmm…mungkin pernah terlintas sesuatu yang mengkhianati nurani, sifat-sifat manusiawi yang masih jauh dari kebaikan, bisikan “jahat” tempat iblis menunaikan kewajibannya, ataupun hal lainnya..
Tapi, alangkah bijaknya bila memilih…
“ yah, aku sadar kadang terlintas hal itu dalam pikiranku, dan sungguh sulit untuk mensikapinya. Tapi aku akan bisa mengendalikan diriku”
Sanggupkah kita berkata dan bertindak demikian?