Rabu, 19 Mei 2010

Cerita--yang tak pernah usai


Odessa, ia pasti tidak tahu kalau saat aku pulang ke rumah, dimana telah menunggu istri dan dua orang anakku, namun di sepanjang perjalanan wajahnya melintas. Senyumnya yang mengembang mempesonakanku. Binar kesegaran usia mudanya rasanya menarikku kembali ke beberapa tahun lebih awal. Ia seperti bunga liar di tepi jalan, melambai-lambai sendirian di terpa angin, semerbak penuh pesona, siap untuk dipetik kapan saja. Dan anehnya, ia memilihku untuk mengijinkan menikmati sari pesonanya. Hati siapa yang tak berbunga? Di saat usiaku tak muda lagi, tiga puluh tujuh tahun.

Apakah ia melihat pesona kematangan dalam diriku?apa yang membuat mata bulatnya yang indah itu tak luput melintaskan pandangannya pada mataku. Pipinya yang memerah saat aku merayunya. Ah merayu, seperti cinta umur belasan saja. Aku menemukan diriku menjadi seseorang yang aneh, kemana perginya kematangan seorang lelaki dewasa yang berpengalaman? Mungkin telah tercabik-cabik oleh renyah tawanya dan kerling bulat matanya. Diperdaya hasrat yang menggelora saat melihatnya dengan penuh semangat menjalani hidupnya. Aku bisa gila dibuatnya. Odessa, Odessa..Oh, namanya menggema. Membuyarkan saat-saat ritual bersama istriku, membangunkanku tiba-tiba kala dini hari, seakan suaranya yang lugas itu memanggilku. Uff..mataku terpejam, tapi bayangan wajahnya bukannya menghilang, namun tergambar jelas saat mataku terkatup. Ah, aku menyerah, menyerah pada pesonanya.

”Kang, tehnya kang.” Suara Marni mengagetkanku. Segera mengembalikanku dari tarikan dunia lain yang ditawarkan gadis manis bermata bulat itu. Aku terhenyak sesaat, memandang Marni yang tengah menggendong Bima, anakku yang kedua. Ia meletakkan secangkir teh hangat, seperti biasa setiap sore. Aku menghela nafas panjang, pandanganku berkabut.

Tanpa menjawabnya, segera kuseruput teh hangat dalam cangkir itu, seperti itulah ratusan kali suasana sore hari dalam kehidupanku. Uff, aku tersedak, sepertinya air teh mengalir pada tempat yang tidak seharusnya. Aku terbatuk batuk.

”Kenapa kang?” Tanya Marni dengan tetap sibuk menepuk-nepuk Bima dalam pelukannya.

” Nggak apa-apa, cuman kesedak.” Pendek saja jawabku. Kupandang lagi Marni, istriku. Yang telah menghabiskan waktu hidupnya bersamaku lebih dari tujuh tahun belakangan ini. Kenapa tiba-tiba ia seperti orang lain, ada yang salah dengan hatiku. Aku tiba-tiba saja merasa bersalah. Pada apa?apa karena hatiku yang kadang kala berdesir saat melihat gadis bermata bulat itu?

”Mikirin apa to kang? Kok beberapa hari ini sering melamun. Ada masalah di sekolah?” Pertanyaannya semakin membuatku merasa bersalah. Aku hanya menggelengkan kepala. Memandangnya sekali lagi, memastikan kalau ia benar-benar istriku, ah..aku keterlaluan sekali. Aku mengambil sebatang rokok, dan menyalakannya. Asap mengebul, pandanganku memutih, dan sekilas kerling mata bulat gadis manis itu muncul di antara kabut putih itu. Aku sudah gila.


Aku tergelak membaca penggalan cerpen yang tidak pernah usai itu, Dooh..memang tidak tahu bagaimana melanjutkan cerpen itu, ada yang punya ide?

Kadang-kadang sulit menulis sesuatu yang mengusik nurani.

Senin, 17 Mei 2010

Engkau...


Aku adalah engkau

Engkau adalah aku

Aku, cerminmu,

Kau, bayangku

Kau, hilangku yang kutemukan

Kutantang takdir atas rasaku itu

Yang kini menjungkalkanku

Karena engkau adalah Ia

(15 maggio 2010.22.17)

Aku benci aku kalah tanpa peperangan yang gigih, hanya karena aku tidak tahu senjata apa yang harus kupakai, siapa yang harus kubunuh, siapa yang harus kubuat menyerah..dan tiba-tiba menemukan diriku kalah……..Mars, The God of War, kali ini kau harus memaafkan dirimu sendiri. (22.53)

Belok Kanan Barcelona


Judul buku : Traveler’s Tale (Belok Kanan : Barcelona!)

Penulis : Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman Hidayat, Ninit Yunita

Penerbit : Gagas Media

Halaman : 228 Halaman

Blip pesan pendek kuterima, kubuka di sela-sela rapat yang tak jua usai walaupun jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.00 dan perut sudah melilit karena belum makan siang,

“ Belok kanannya ada. Jadi beli?” Heeep..mataku berbinar, tanpa pikir panjang kubalas sms itu, sambil sekilas melihat di arah pimpinan yang tengah memberikan pengarahan.

“ Beliiiii. Nitip ya….tengkiu” blip, sent…Begitulah mengapa buku yang sebenarnya sudah lama terbit ini bisa mampir ke tanganku. Susah payah aku mencari buku ini, awal bulan lalu saat aku mencarinya di taman pintar Yogja, kutanya satu-satu pemilik lapak-lapak toko buku itu,

“ Belok Kanan Barcelona-nya ada Mas?” tanyaku dengan muka serius. Eihhh si mas-mas itu senyum-senyum,

“ belok kiri aja mba….” Jawabku dengan senyum yang kuartikan maknanya “ haduuh mba cari buku kok judulnya aneh-aneh” Huuuff, maka demi mendengar Iinesta, sahabatku yang tengah di pameran buku menemukan buku itu, tanpa pikir panjang…nitiiiiipppp J

Okay, honestly..aku beli buku itu karena judulnya! Sangat pribadi dan subjektif, tapi juga tidak bisa diganggu gugat. Alasan pribadi selalu tidak memunculkan ruang untuk didebat. Titik, kadang kala semuanya menjadi hiperlogika. Okay, don’t talk too much about me, let’s talk about the book

Covernya okey, tapi tidak terlalu luar biasa. Tampilan isinya sangat khas Gagas, ehehe sebagai bekas salah satu penulis di buku terbitannya tentu saja aku paham. Desainnya yang membuat tampilan menjadi menarik, sisipan gambar, sisipan tips..menurutku sangat okey. Tampilan seperti ini tidak kutemukan di penerbit lain yang lebih fokus pada tulisan.

Dan setelah membaca isinya, hmm…I’m afraid to tell you, but…biasa saja. Kecewa? Hmm nggak juga sih. Karena lumayan asyik, soalnya settingnya kota-kota luar negeri. Yap, because I luv travelling

Novel ini merupakan project bersama keempat penulis ini bergenre nge-pop dengan bahasa gaulnya. Yang jujur saja, rada sudah tidak “masuk” untuk bahasa seumuranku ahaha…Aku pun menyadari sudah tidak mampu lagi menulis dengan bahasa gaul anak-anak muda (dari dulupun nggak pernah bisa). Ceritanya tentang persahabatan empat orang yakni Francis, Retno, Farah dan Jusuf. Dan saya yakin satu penulis mewakili satu karakter dalam novel ini. Keempat sahabat ini sebenarnya saling jatuh cinta dengan alur yang rumit ala sinetron. Francis dan Retno saling menyukai sejak kecil, tapi dua kali cinta Francis ditolak karena mereka berbeda keyakinan fiuhhh…Sedangkan Farah sebenarnya mencintai Francis tapi tidak pernah berani mengungkapkan, sedangkan Jusuf justru mencintai Farah, itu juga sampai dewasa belum juga terkatakan. Haduuuh sebenarnya tema yang sedang tidak ingin kubaca. Lagi nggak suka tema beginian…

Ceritanya, akhirnya Francis Lim akan menikahi gadis catalunya dan segera menikah di Barcelona. Ia mengirimkan undangan ke tiga orang sahabatnya itu. Dan kisah mengalir dengan bagaimana ketiga sahabat itu dengan perjalanan dan misinya masing-masing pergi ke Barcelona. Farah setengah mati memaksakan diri ke Barca karena ingin mengatakan perasaan yang sesungguhnya pada Francis, Retno ingin pergi ke Barca karena ia ingin melihat Francis menemukan cintanya. Jusuf harus menghabiskan tabungannya untuk menghentikan Farah, sekaligus ingin menyatakan apa yang selama ini tak terkatakan. Owh, it’s all about love, guys…

Alurnya naik turun, kadang membingungkan. Deskripsinya kurang kuat, kayak membaca orang berlari-lari dari satu kota ke kota lainnya. Nama-nama tokoh-tokoh nggak penting terlalu banyak berhamburan sehingga pembaca bingung. Detail…uhmm sayang sekali, penulis tidak mampu (menurutku) membawa pembaca ikut larut dalam indera penulis. Banyak tempat-tempat bagus tanpa detail yang memadainya, okay..i luv details..karena akan menyebabkan buku menjadi kaya dan berisi. Sisi emosi juga kurang dimainkan, banyak adegan yang sebenarnya bisa dibuat lebih mengharu biru lagi. Terkadang ada kesan plain saat membaca saat-saat yang justru menyentuh.

Kisah ini berakhir dengan bersatunya Francis dan Retno (trus perbedaannya itu apa kabar? Nggak jelas juga), serta Farah dan Jusuf akhirnya menikah, happy ending story. Uhmmm…

Cukup menghibur untuk dijadikan bahan bacaan di kala senggang, santai dan bisa diselesaikan sekali atau dua kali duduk. Ringan, kocak, lumayan seru sih…mungkin sesuai dengan segmen remaja atau dewasa muda. Laris manisnnya sebuah buku juga ditentukan bagaimana buku itu diterima oleh pasar, seperti juga nasib sebuah film. Karya bagus belum tentu laris, karya yang laris belum tentu bagus. Uhmm so, karena buku ini berisi sedikit banyak travelling, so..yah nggak rugi lah beli buku ini, walau agak sedikit overexpected. I don’t find something special about Barca in this book…ehehehe