Selasa, 24 Januari 2012

Yang Mungkin Tak Ingin Kau Kenang

“Betapa ingin saya berani memungut kembali satu-persatu kenangan itu, betapapun ia bikin malu. Karena hidup yang sekarang, pasti tidak disusun cuma berdasarkan kebenaran dan kemuliaan. Di antaranya, ia pasti disusun juga dengan kebodohan, aib dan kekeliruan.
Maka kedudukan aib dan kesalahan itu, sesungguhnya setara dengan kebenaran dan keberhasilan. Ia sama-sama menjadi batu penyangga hidup saya. Jadi ia tak perlu diruntuhkan” (Prie GS)
Satu hal yang menyenangkan saat membacai tulisan Prie GS adalah keterusterangannya, bagaimana ia menulis tanpa label-label. Ia membukakan ruang bagi para pembacanya untuk menertawakan kisah-kisahnya, dan pastinya sedang menertawai diri sendiri, dan dengan begitu kita semua menarik pembelajaran dengan menyenangkan. Betapa terkadang manusia butuh momen seperti itu.
Terkadang ada kalanya, kita ingin “membuang “ beberapa petak sejarah dalam hidup karena kita pikir itu sebuah kesalahan, hal yang memalukan, nggak keren, ndeso atau sebagainya. Betapa bila dikenang, akan ada berbaris baris daftar hal-hal konyol yang telah kita lakukan. Banyak orang yang serta merta ingin men-delete-nya, tapi tulisan Prie GS itu membuatnya tersenyum, terkikik, dan tersadar. Bahwa kenangan sebagaimanapun bentuknya, memang tak seharusnya diruntuhkan. Karena batu-batu penyangga hidup kita ini memang tidak hanya dibentuk dari prestasi-prestasi, kebaikan, kemuliaan, dan kecemerlangan semata, tapi juga kekonyolan laku, kesalahan, serta peristiwa-peristiwa memalukan.
Tak perlu berlama-lama menengok daftar, tingkah kita tempo hari, minggu lalu, tahun lalu saja bisa membuat diri kita tersenyum semu sendiri menahan malu. Apa yang kutulis saja bila kubacai lagi bisa membuatku tak kuasa bila membacainya lagi. Seperti bukuku yang tengah kunanti terbitnya, saat dulu kubacai lagi seluruhnya untuk mengkoreksi naskah, banyak bab yang tak sanggup kubacai saking konyolnya, dan bila tak kuingat lagi misi di balik buku itu, segera ingin kuurungkan penerbitan buku itu karena tak sanggup menahan malu bila orang lain membacainya. Persis seperti sebuah kalimat endorsement dari Sg.Laura Romano...
 I could not stop reading. At least 10 times I was moved to tears and at least as many I was cracking into laughter…
Cerita macam ini pasti juga dialami Prie GS, yang berkata : 
Saya amat gemar menulis surat cinta di zaman sekolah. Dan ketika surat-surat itu saya baca ulang bertahun kemudian, hasilnya adalah aib berkepanjangan. Membayangkan surat-surat ini dibaca orang bisa membuat saya mati berdiri.
 
Bila Prie GS bilang—bertahun kemudian-sedangkan aku baru saja-sebulan kemudian, saat dibacai lagi, sudah mampu membuat aku ingin menghilang kehabisan malu. Merona pipi sampai warna merah kalah terang.
Lalu saat muda dulu—seperti simbah sedang bercerita—daftar kekonyolan rasanya tak akan pernah habis dicentang, bagaimana aku bisa tahan malu, bisa ingat lagi saat dengan hati berdebar menggantungkan permen payung dengan diselipi kertas berisi puisi di motor seseorang kala itu menarik hatiku, menempelkan kertas pengumuman di papan pengumuman kampus yang menggegerkan se-angkatan atas, atau menuliskan pesan-pesan padanya di daftar absen ujian yang tertempel di depan pintu kelas. Cinta memang banyak melahirkan kekonyolan, sekaligus roman yang bahkan kau rela membayar berapapun dan apapun untuk mendapat geleyar rasa itu.
Berapa kali engkau jatuh cinta secara platonik dalam hidupmu? Tidak banyak, terkecuali kau maniak.
Belum lagi bila catatan beranjak ke daftar hal-hal gila, misalnya saat nekad memanjat ruang dosen ekologi hanya untuk mengumpulkan tugas tepat waktu. Kala itu sudah lembur-lembur mengerjakan laporan, dan tiba-tiba dunia seakan runtuh saat file-ku hilang, lalu dengan kesetanan kuketik ulang, sampai tak tidur semalaman. Sementara teman-teman yang lain memang baru selesai saat sore hari, teeeet hari terakhir laporan harus dikumpulkan. Dosen ekologi itu memang tampangnya sedikit sangar, berwibawa dan membuat segan. Dan nilai ekologi kala itupun terkenal menyeramkan, terlambat menyerahkan tugas alhasil nilai terancam mengulang. Maka sore itu, segerombolan kami-mahasiswa yang telat mengumpulkan-mencari cara agar berkas laporan kami yang telah disusun dengan curahan semangat lembur dan tetes darah penghabisan (mulai lebay) dapat tergeletak dengan aman di meja pak dosen ekologi itu. 
Ruang utama dosen ekologi masih terbuka, sayangnya pintu ruangan masing-masing dosen sudah tertutup rapat. Kami kebingungan, lalu muncullah ide gila, manjat sekat ruangan dosen yang terbuat dari papan itu. Sekat setinggi hampir 4 meter itu, tak bisa dipanjat oleh manusia dengan berat badan tertentu, dan aku yang notabenenya masih cungkring kala itu, ketiban sampur. Selain itu, karena memang tidak ada lagi perempuan setengah laki-laki yang mau memanjat selain aku. Maka, jadilah aku pahlawan kesorean dengan usaha setengah mati memanjat papan tinggi itu, dengan membawa sebendel laporan teman-teman. Sementara yang lain, serius mengamati pergerakan, sudah sampai mana si penjaga kampus berjalan hendak mengunci pintu semua ruangan. Dan dengan debaran jantung berpacu entah sampai berapa kecepatan, selamatlah aku kembali dan keluar ruangan dengan tersenyum polos inosen pada si penjaga kampus, agar percaya bahwa aku sejenis mahasiswi penuh sopan santun yang tak akan berbuat nakal.
Dan sekarang, percayakah kau kawan..setelah sebelasan tahun kemudian, dua bulan lalu aku menggarap proyek buku bersama beliau, bersama 18 penulis lain dalam sebuah antologi “Balada Seorang Lengger”. Lalu akupun melakukan pengakuan dosa, dan beliaupun malah tertawa. Apalagi saat kukenangkan lagi saat wawancara mahasiswa berprestasi kala itu, sergahan beliau singkat saja, tapi cukup membuatku yang begitu lugu kala itu menjadi ciut nyali,
            “ Jadi begitu tipe bacaan bukumu? Sejenis Cinderella story?” tanyanya dengan nada mengintimidasi, mengomentari jenis bacaanku yang sejenis roman picisan. Hadeeeh rasanya kala itu aku mau menghilang saja.
Tapi begitulah cara kehidupan bertutur, bahwa ternyata kekinian bukan dibangun serentak dalam sehari, menjadikanmu diri yang seperti ini saat ini. Tapi itu juga  terbentuk dari susunan episode-episode memalukan, konyol, kesalahan, sedih ataupun kegembiraan.
Aku tahu pasti, engkau yang saat ini membacai tulisan ini mulai menengok daftar-daftar kekonyolanmu, tersenyum simpul sendirian, atau bahkan tertawa mengingatnya. Syukurlah kawan, engkau masih hidup normal. Setidaknya itu membuktikan, betapa mentereng dan kerennya engkau saat ini, bila dikupas episode-episode dalam hidupmu..kita semua ini tetaplah manusia biasa, yang penuh dengan kekonyolan-kekonyolan itu, Dan bersyukurlah kita bila masih mampu menertawainya, dan semoga bisa belajar darinya...***

Pinjami Aku Hujanmu

Aku ingin pinjam hujanmu, hujan yang selama ini kucinta. Aku mencintai hujan, apalagi hujan rinai-rinai yang berloncatan riang di luar jendela. Lalu membaui bau hujan di tanah basah, seperti kehidupan berbicara sejenak tentang jeda.
Tentang menghentikan hidup sejenak, dalam mesra dan hikmat suara hujan. Bukankah hujan adalah tentang pertanda alam, agar kita berhenti sejenak, memberikan alasan untuk jeda sebentar. Jeda dari kecepatan-kecepatan yang terjadi pada hidup, orang berlarian, entah mengejar apa. Mengejar bus dengan terburu-buru agar tak terlambat masuk kerja, mengejar deadline pekerjaan yang apakah kamu tahu kapan akan berujung?hujan terkadang adalah cerita tentang memperlambat kecepatan-kecepatan yang terkadang tak perlu.
Pinjami aku hujanmu!
Hujan yang biasanya membuatku betah memandanginya lama-lama, dari teras rumah, dari balik jendela kampusku, dari teras kosku dulu.
            Sebentar, menunggu hujan mereda
            Nanti, lagi hujan nih..”
Hujan...berbaik hati, mengingatkan akan jeda. Hujan menawarkan peluang untuk mengingat kenangan, bersama secangkir teh dan iringan rinai iramanya menyirami bumi. Hujan itu menentramkan, sepertimu.
Pinjami aku hujanmu!
Tetes-tetesnya yang merindui bumi. Hujan yang mampu ciptakan puisi, prosa, sajak-sajak hati. Aku merindui hujanmu, ingin kudengar lagi rinai suaranya, ingin kurasai lagi tetes-tetesnya. Ingin kucipta puisi dan sajak, lagi
            Sedang hujankah? Biar kudengar suaranya dulu” kataku waktu itu, saat menyeberang ke duniamu, karena sekarang hujanku berbeda dengan hujanmu.
Pinjami aku hujanmu!
Hujanku di sini, adalah biasaku. Kapan hari yang tak hujan? Hujanku di sini tak sanggup memberikan jeda. Hujanku di sini tak pernah mampu memberikan alasan untuk memperlambat kecepatan apapun. Karena hujanku di sini ada atau tiada, tetap dianggap tiada. Tiada, karena sudah terlalu terbiasa. Hujanku di sini, kesepian dan kasian. Tak pernah dipedulikan, tak pernah diistimewakan. Entah ia turun, entah tidak, mana peduli. Orang tetap berlalu lalang, tetap jogging, tetap melakukan apapun, tak pernah peduli. Mungkin itu sebabnya, hujan di kotaku kadang merajuk, mengubah diri menjadi badai, agar alarm dibunyikan, agar semua memperhatikan, agar tanda peringatan dibunyikan. Betapa memilukan nasib hujan di kotaku ini,
Jadi, pinjami aku hujanmu..
Agar bisa kudengar lagi, suaramu lagi “jangan lupa pake mantel hujanmu”. Itu saja,
Pinjami aku hujanmu...***


--Glasgow, 23 Jan 2012..jam 10 malam, sudah setengah mengantuk..dan membayangkan bila dipinjami hujanmu, humm zzzz....

Rabu, 18 Januari 2012

Nota Protesku padaNya Tempo Hari


Pasti membacai judulnya saja dahi kalian sudah berkerut-kerut, apa maksudnya ada pakai nota protes segala?. 
Ehehe, tenang saja, tidak semengerikan seperti yang kalian kira, ini hanya kisah biasa saja, antara hamba dan Tuhannya. Walau jujur saja, sebenarnya aku tak begitu sering mengajukan nota protes terang-terangan seperti ini padaNya, biasanya cukup dalam hati saja, atau mengingkari diri bahwa sedang melakukan aksi protes padaNya. 
Walau yang sebenarnya entah terangan-terangan ataupun dalam hati, tetap saja semuanya terang bagiNya.Tapi setidaknya, bila aku protes diam-diam, aku masih merasa agak sopan padaNya, dengan sembunyi-sembunyi menyimpan protesku padaNya. Jadi memang nota protesku tempo hari itu sungguh tak biasa, entah kenapa tak tahu pasti sebabnya.
Mungkin karena matahari Glasgow yang terus saja malu-malu, mungkin karena kebanyakan sarapan, atau kelebihan dosis merasai rasa yang tak perlu, hingga memuncakkan rasaku hingga berani melontarkan nota protesku pada Gustiku.
Tak usah kusebut perihal pasal-pasal nota protesku itu, pertama, ini pasal-pasal yang tak laik untuk dibicarakan sebenarnya, dua, mungkin bila kusebutkan dan kalian membacainya, berisiko akan tertawa tiada hentinya, atau malah menangis sejadi-jadinya ahaha, dan ketiga, ini hubungan pribadi antara aku dan Gustiku, tak usahlah kalian banyak tanya. 
Singkatnya, aku ngambek padaNya, atau istilah kerennya “mutung” ehehe. Mungkin sama kalau aku pura-pura ngambek pada manusia si penghuni bulan itu, dengan satu kalimat
            Nggak mau main lagi!”
Tapi bedanya, kemarin itu kubilang itu pada Gustiku, kalian bisa perkirakan betapa tidak sopannya diriku. Setelah beberapa detik berselang setelah kulontarkan nota protesku itu, sudah kutekadkan dalam hati, jenak-jenak dalam kepalaku, sudah bulat keputusanku, aku mau protes begitu. Sepulang dari course, ke flat sejenak untuk makan siang, dan mendapati sahabatku bulannya kuning menyala, lalu aku ngobrol dengannya, dan ternyata dia pun sedang ngambek juga. Tapi ngambeknya versinya adalah protes diam-diam. Tapi jangan khawatir, protes kami paling parah ditandai dengan menertawai diri sendiri, maka kalimat yang muncul di layar ajaib yang mengkoneksikan waktu yang berbeda, dan jarak yang entah berapa jauhnya itu, adalah tulisan-tulisan manusiawi semacam : 
Mari tangisi saja semuanya, lalu tertawakan saja juga semuanya... 
Tak lupa baris berikutnya kutulis pula :
Tapi paling sebentar lagi lumeeeeer

Begitulah manusiaaaa

Protesan

Lumeran

Aneh

Diakhiri dengan ikon ketawa guling-guling, begitulah kawan, protesku bukan doa yang mengacam. Tak berani aku padaNya, lebih tepatnya tak laik berucap dan berbuat tidak semestinya. Kubawa protesku itu menuju lab siang itu, karena harus segera mengerjakan reaksi PCRku. Lalu tepat baru saja duduk di kursi lab dan membuka komputer, sudah kujumpai posting di wallku, dari seorang sahabat, yang begini bunyinya : 

"Bersabarlah menghadapi beragam pertanyaan hidup yang tak terjawab, dan cobalah bersahabat dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Bisa jadi, tanpa disadari, hidup kita akan mulai mendekati jawaban yang selama ini kita cari." ~ Rainer Maria Rilke
 * Copas dari Reader's Digest Indonesia,  Colek Siwi Mars Wijayanti
Aku tersenyum, agak kecut walau tetap manis hihi. Hummm, mulai curiga. Dalam hati bilang : Huuumm..cepat sekali Engkau meresponku, Tuhan. Lalu kubalas postingan itu, dengan ujung cerita yang jauh dari awal postingannya, yakni diakhiri dengan janji dan harapan, semoga nanti bisa berjumpa di Bandara kala kupulang. Bila diamati, rute persahabatan memang bisa jadi terkadang aneh, rantai berantai, kalau rantainya cocok dan nyambung, daun kelor tiba-tiba bisa jadi selebar dunia, begitulah kisah persahabatanku dengannya.
Lalu setelah kerjaan lab selesai, kubawa protesku dan hati abu-abuku itu pulang ke flat. Dan saat nota protesku itu bertemu laptopku jadilah protesku itu malamnya berubah wujud jadi puisi, persis tepat sebelum posting ini. Bukan puisi mungkin, lebih tepatnya racauan yang kunamai puisi. Protesku padanya memang tak seperti protes-protes mahasiswa yang berorasi bersama ribuan massa, membawa spanduk dan membakar ban bekas dimana-mana, atau tidak serupa dengan protes memplester mulut dan tidak makan, karena aku sedang hobi masak dan tentu saja menghabiskannya. Protesku itu, hanya tak ingin lagi memikirkan hal-hal yang membuat kadang setengah gila. Yang sanggup membuatku bangun pagi dan tiba-tiba tersenyum di pagi buta, lalu tiba-tiba berubah menjadi seperti ditimpuki mendung abu-abu muda, lalu langitku menggelap seketika. Rupa-rupa rasanya, seperti lagu balonku ada lima (ahaha pasti mikir hayoo,). Makanya aku protes, dengan membabi buta dengan mengalihkan energiku untuk  lebih memikirkan dunia, sesama, atau apalah namanya, agar aku diberi lupa. Melupa, diberi lupa, berupaya lupa.
Tapi entah mengapa kali ini lagi-lagi nota protesku ditanggapi cepat tanggap olehNya. Karena setelah  puisi yang tak jelas rimanya itu kuposting, tangan-tanganku digerakkan untuk membacai tulisan-tulisan Prie GS. Budayawan asal semarang yang selengean dan rada nyentik  itu memang punya ciri khas dengan gojekan, sentilan dan tulisannya yang sederhana tapi mengena. Hasilnya, tak henti-hentinya aku terkikik-kikik membacai tulisannya, tertawa membacai kisahnya dan sekaligus menertawai diri sendiri. Beginilah ajaibnya tulisan, orang bisa tertawa atau menangis hanya lewat perantara kata. Lalu diam-diam aku iri padanya, jujur sekali ia berkisah, sederhana terkadang temanya tapi mengena, terkadang kisah ironi menjadi penuh tawa, dan bahasannya soal-soal dunia yang tak lagi sekedar teorema.
Aku sendiri tidak tahu yang mana dari tulisannya yang tiba-tiba membuatku menarik kembali nota protesku itu. Banyak sekali kubacai tulisannya sampai aku lupa waktu, dan terkikik hingga terbahak-bahak, karena polos dan jujurnya ia bercerita. Dan seketika aku paham apa maksudNya, respon cepat tanggapNya, dan akhirnya kubilang...
“ Eehehe Tuhanku yang Maha baik, dan Maha menggemaskan, hambaku ini, aku..aku mau main lagi! piss..baikan ya..selamat malam.

*Tulisan ini juga untuk seorang sahabat yang nota protesnya belum dicabut juga, karena terakhir kali dia bilang : aku sedang setengah gila dan tidak bisa tertawa. Baiklah kawanku, baik-baikilah hatimu, pertama dengan memakan makanan yang menyenangkan hatimu, lalu tidurlah tepat waktu, senangkanlah dirimu, misalnya dengan minum teh hangat madu, beri kesempatan bagi sang waktu yang bekerja pada hatimu, siapa tahu bisa melumerkan yang beku. Selamat hidup kawanku, Tuhan selalu bersamaMu entah kau ngambek, protes, sedikit marah tapi tetap ingatlah jangan berhenti menyembah. 
Karena kau ibaratkan saja hubunganmu dengan manusia tercintamu, setidaknya menurut pengalamanku, bila aku protes dan pura-pura ngambek nggak mau main lagi, ia malah tersenyum dan tertawa. Mungkin juga Tuhan senang manusia-Nya kadang bertanya, protes, pura-pura ngambek lalu kembali lagi padaNya. Mungkin begitu kiranya? Entahlah, mungkin hubunganmu denganNya punya kisah yang berbeda. Bila aku makin mesra denganNya gara-gara protes tempo hari, bagaimana dengan kalian semua?jangan-jangan telah lama kalian tidak menyapaNya, bincang-bincang, atau sekedar berkirim berita padaNya, syukur-syukur berkirim doa untuk orang-orang tercinta. Semoga saja bertambah mesra, bila ada onak duri dan kerikil di sepanjang jalannya, itulah memang rasa jalan cinta, termasuk cinta padaNya***

Glasgow 17 January 2012, hampir jam 1 pagi...humm berarti 18 January ternyata ;p

Selasa, 17 Januari 2012

Beri Aku Lupa

Beri Aku Lupa

Biarkan perpustakaan, wajah anak-anak SD, wajah anak-anak mahasiswaku, nyamuk-nyamuk, buku-buku, pulau-pulau yang jauh tak terjamah, ketidakberdayaan fasilitas pendidikan, sebentuk kontribusi atau terserah kalian sebut apa itu penuhi aku
Biarkan, biarkan otakku, hatiku penuh akan itu,
Karena aku sedang ingin mencari lupa,
Sedang ingin lupa, itu saja,
Berupaya lupa,
Dan kubisik lirih padaNya, ini sebentuk protesku padaMu,
Semoga setidaknya berguna
Lalu semoga Engkau memberiku lupa,walau sedikit saja 

**Hiyaaaah pertanda bakal ujian remidi lagi  ahaha ;p
Glasgow, 16 January 2012.


Wahai Tuhanku yang Maha Baik, belum lagi sejam kuposting tulisanku itu, belum lagi sehari nota protesku itu kulayangkan padaMu. Engkau sudah tunjukkan padaku, balasan nota protesku...
Hingga membuatku tertawa terbahak-bahak menahan malu, dan ingin meralat tulisan,
Tuhanku yang Maha Menggemaskan, Aku tidak jadi meminta lupa...sungguh,
Jadi ujian remidi resmi dibatalkan, horaaaay....ahaha kembali tidak waras, Alhamdulillaaaah



** Glasgow, sekitar 45menit setelah tulisan di atas kuposting..;p

Senin, 16 Januari 2012

Kubagi Harapku, Sekarung Energiku

Terkadang harus berterimakasih pada sebuah harapan indah, mungkin dengan itulah engkau sanggup untuk bertahan  (Kata-kata saya 13 Januari 2012 ahaha)

Malam sudah menua lagi saat aku berpindah ke "jendela" ini, setelah merampungkan revisian literature reviewku, sepi, tapi aku tak sendiri, setidaknya tinggal bersama harapku. Minggu ini waktu tersita untuk hal-hal ilmiah, deadline literature review, urusan tiket kepulangan, kerjaan di lab, seakan merampok deposit sekarung energi yang sudah diinvestasikan tiap hari. Aku juga masih tak mengerti, kenapa perampokan-perampokan energi ini masih sering terjadi, padahal aku masih ingat jaman menempuh studi master dulu, risetku itu seperti kembang gula nano-nano, walau kadang asam, manis, tapi bila terus disesap, sensasinya menggoda...ehehe..

Aku masih jelas melihat diriku bersama 3 rekan lainnya, dalam tawa lepas, tanpa beban, bersama ke laboratorium, seakan mau pergi jalan-jalan. Bahkan bila mesin PCR sudah bekerja untuk kami, maka bergegas kami ke lesehan depan kampus FKH UGM dimana penjual kaki lima berderet-deret menjajakan dagangannya. Aku biasa memesan mie ayam dan es doger, dan teman-teman lain juga mempunyai menu favoritnya sendiri. Bisa betah berlama-lama ngobrol di sana, tentang hal paling remeh temeh sampai tentang riset. Kami juga sama-sama pemula urusan ilmu molekuler, jadi riset kami selayaknya permainan seek and find, kami mencari-cari software analisis sekuensing gen, membacai pedomannya dalam bahasa antah berantah itu, lalu trial and error. Tesis kami itu seperti permainan, kami mencoba, salah, mencari jawab, menemukan dan rasanya seperti menang perang. Menyenangkan.

Apa yang menjadikannya sekarang, saat berlanjut ke studi doktoral, kok rasanya seperti perampokan?ahaha...ah siapa tau perampokan ini nantinya akan berubah wujud menjadi permainan yang menyenangkan lagi? Kita lihat ceritanya nanti,
Tapi setidaknya, masih ada penyelamat, yang mendepositkan sekarung energi lagi bila perampokan terjadi. Aku masih punya harap, yang menawarkan gelenyar sesuatu yang indah di waktu ke depan. Setidaknya tiket kepulanganku pertengahan Februari mendatang sudah fix, harapan untuk segera pulang memberikan berkarung-karung energi bila lelah dengan segala urusan mendera. Dulu, sebelum kuliah lagi..pengen pergi kuliah, setelah kuliah, pengen pulang, manusia..selalu dengan jalan memutarnya. Mungkin memang dengan jalan yang memutar itu pula, manusia menemukan sesuatu yang tak disadarinya semenjak lama. Entahlah, aku senang akan segera pulang walau hanya untuk beberapa bulan untuk urusan penelitian. Tiketnya pun sudah kupasang di dinding depan meja belajarku, bisa kupandangi kapan saja, agar harap itu mampu menyelamatkanku bila terjadi defisit energi sewaktu waktu.

Tiket Pulang terpampang di dinding--waduh ketauan banyak cemilannyaaaa ;p
Harapan indah itu terkadang memang menjadi penyelamat. Sadar akan itu, aku pun membuat lapis-lapis harap, agar neraca tetap seimbang, dan siapa tau berlebih hingga bisa kubagi-bagikan ehehe. Tiket ke Edinburgh minggu depan sudah kupesan, dengan harap seminggu ini yang dipastikan akan tersita lagi dengan urusan lab, course, punya harap bahwa weekend nanti, Edinburgh menungguku lagi. Aku hanya ingin benar-benar menjelajahinya sebelum aku pulang. 
Lalu, dengan gegap gempita pula sudah kusiapkan proposal rencana kumpul jalan-jalan Bala Kurawa. Rasanya sudah lama sekali tidak mengadakan acara kumpul-kumpul lagi. Ada yang sudah menikah hingga sulit pergi jauh, lalu lokasi pekerjaan yang sudah mencar kemana-mana, menyulitkan kami untuk bersama dalam nyata. Maka, aku menjadi “kompor” yang memprovokasi jalan-jalan saat aku pulang nanti. Dan siapa yang tak tergoda rayuan proposal jalan-jalanku, maka mereka pun siap-siap mengajukan cuti serempak pada tanggal yang telah ditentukan. Dan semangat aku mencari-cari mulai dari tempat jalan-jalan, menu kuliner khas, sampai pilihan penginapan..

Proposal Jalan-jalan bersama the gank ;p

Proposal Penginapannya :))

Harapan indah itu ternyata menyembuhkan, ternyata menumbuhkan senyuman, mendepositkan berkarung-karung energi. Maka, tumbuhkanlah, siramilah, wujudkanlah harapan indahmu....
Mungkin harapan akan sanggup melengkungkan senyummu, dan siapa tau lengkungan senyummu itu adalah energi bagi orang-orang terkasihmu, siapa tau...
Sepertiku, harapku itu sanggup untuk terus melengkungkan senyumku...

Jumat, 13 Januari 2012

Tiga Detik Saja


Pagi ini aku membunuh lagi
Kupejamkan mata, satu, dua, tiga, tiga detik cukup
Untuk lagi lagi melakukan pembunuhan
Dan berhasil lagi, walau di detik keempat sepertinya ia melarikan diri
Mungkin nyawanya tinggal sepenggalah, tinggal setengah
Tapi bila datang, kubunuh lagi esok,
Aku sudah terbiasa, jangan memandangiku dengan nelangsa
Kata orang-orang, pembunuhan rasa itu risiko orang mencinta
Pilihan dan paket lengkapnya, bisa jadikanmu penderma atau peminta-minta



Kamis, 12 Januari 2012

Badai, Purnama, dan Kamu


Badai terdengar di luar jendela, aku hapal sekali suaranya, suara gemuruh itu. Suara itu rasanya sudah menyatu dengan tempat ini. Badai dan Glasgow telah berteman lama rupanya. Dan anehnya, bila kudengar suara gemuruh itu, dirimu selalu menyelinap dalam ingat.
 Lalu apa yang kau titipkan pada badai? Yang mengantarkan padaku selintas ingatan, kamu. Sudah pukul 11.05 malam yang sudah tua di Glasgow, dan deadline literature reviewku sudah mengintip, esok sudah tinggal beberapa belokan jarum jam.
Tapi suara gemuruh itu membuatku menghentikan ketikanku pada halaman “ilmiah” itu, dan menengok ke luar jendela, menyaksi badai, siapa tau ia membawakanmu padaku. Terbeliak mata berjumpa purnama di atas bubungan bangunan tua di seberang. Bulan milikku, hasil curahan kasih matahari di pagimu. Dan ternyata badai dan purnama itu memang membawakanmu, karena tiba-tiba blip-blip : sebuah bulan kuning itu menyala,
Ayoooo...semangaaatttt...kamis khan hari ini tho...
Kenapa kau tak pernah bilang, bila kau dan badai berteman lama. Harusnya kuminta ia bawakanmu sering-sering.
**Hoaaaaam, ngantuk..diam-diam kuposting tulisan ini saat orang si penghuni bulan kuning itu bilang : “ojo YM ae rapiin dulu Lit reviewnya”....iyaaaa...zzzz..masih ada besok pagi, aku ingin mendengar suara gemuruh itu dulu, mendengarmu dulu.  

Senin, 09 Januari 2012

Makan dan Cinta

Bakwan Yummy
Posting tulisan ini ditulis dengan perut kenyang, dan sedikit kepedesan..huaaaah, tapi kepedesan yang disengaja karena memang ketagihan kepedesan. Baru saja makan malam dengan menu Beef with Luv dan Cah Jamur with Teri...halaaaah...ehehe, baiklah postingan ini memang postingan ringan. Entah mengapa akhir-akhir ini hobi memasak dan mengunyah, baiklah, sebut saja efek musim dingin, atau apa untuk sekedar melegitimasikan hobi baruku ini. Bukan hobi, sebut saja, kesukaan. Hiburan yang menyenangkan di negeri antah berantah ini selain jalan-jalan, berpose, pastilah masak memasak dan makan. Namun memasak di negeri yang bahan dan bumbu-bumbunya tidak support memang perlu strategi khusus, demi memenuhi hasrat lidah jawaku untuk tetap menyelenggarakan sebuah kehidupan dengan zat gizi lengkap, enak, murah dan sehat.
Menjadi lazim rasanya, memang sebuah kerinduan akan masakan pasti dirasai hampir semua mahasiswa ataupun orang yang tinggal di luar negeri. Jadi ingat, dulu awal-awal tinggal disini, aku mengamati postingan teman-teman fesbuk yang juga tinggal di luar negeri. Yang dishare atau ditag adalah foto-foto makanan berhasil mereka masak sendiri. Lucu kupikir, dulu pas di Indonesia, jarang peduli kita makan apa, karena semuanya tersedia. Banyak sekali pilihan dari model restoran sampai warung lesehan. Tinggal sebut saja, bakmi goreng jawa, nasi goreng pete (hiii pete), soto sokaraja, sup iga bakar, bebek goreng (aiiih jadi kangen makan bebek kosek), es teler, es duren purbalingga, mendoan, nasi padang, tahu petis...wawaaww ehehe paraaah. Tapi di sini??duengg...makanan itu semua serasa sangat istimewa sekarang. Mana ada penjual keliling malam-malam yang teriak : nasi goreeeeeng...mi goreeeeng enaaaak...ehehe. Hummm satu-satunya jalan adalah memasak sendiri dengan bahan-bahan yang ada. Makanya kusebut, makanan Indonesia pun menyadarkan pada kami-kami ini betapa cinta akan Indonesia dengan jenis makanan yang melimpah ruah.
Tapi setidaknya di sini, aku merasa lebih beruntung daripada dulu saat tinggal di Itali dimana bahan-bahan makanan relatif lebih sulit didapatkan, walaupun beras pulen dari Italia Utara gampang didapat. Tapi daging halal dan sayuran hummm, sulit ditemukan. Di sini, daging halal dan beberapa sayuran, termasuk cabe (ini sangat penting) bisa dibeli di halal butcher yang syukurnya tidak terlampau jauh dari flatku. Kemudian Indomie, teri, udang dll biasanya kubeli di Chun Yiing, toko cina di City Center. Jadi, rasanya ritual masak memasak dan kunyah mengunyah aman, kecuali kalau sedang nggak doyan makan. Jadi, wahai pemuda pemudi Indonesia tercinta, jangan khawatir untuk berkelana ke negeri antah berantah, karena lidah dan perut kalian masih bisa tercukupi kebutuhannya ehehe.
Marilah kupameri beberapa masakanku. Pernah, karena kangen setengah mati dengan tempe, aku pesen online tempe...ahaha busyet, tempe aja pesen online. Sebenarnya ada di Chun Ying, tapi testimoni beberapa temen, katanya rasanya lain. Jadi kucobai tempe online ini, daaaaan..harus kuakui tempe Indonesia memang tiada duanya, kawan..pertama, tempe yang kupesan itu aromanya lain, entahlah tapi agak mengganggu di hidungku. Kedua, memang ternyata rasanya juga tidak seenak tempe Indonesia, apalagi tempe Purwokerto yang biasa dibuat jadi mendoan. Hadeeeeh membayangkan mendoan hangat saat malam dingin begini, pasti maknyus. Maka akhirnya kumasak jadi oseng tempe dengan kecap manis, dan beginilah hasilnya...

Fried Online Tenpe ehehe ;p
Kemudian, kala gelora rindu pada bakso melanda, aku bisa membuat mie bakso jadi-jadian. Ini kubuat dengan indomie rebus, dikasih bakso (beli di halal butcher) plus suwiran daging ayam. Jadilah bakso jadi-jadian yang slurrrrp...mantap, walaupun tidak semantap bakso malang, tapi lumayan meredakan rindu.

Walau Bakso Jadi-jadian tetap menggoda selera
Kemudian, soal cemilan gorengan, karena mendoan seperti “sulit digapai” ehehe..akhirnya yang paling mudah adalah bikin bakwan. Maka tadi pagi, kuiris kubis dan wortel sambil melihat Laskar Pelangi The Series di SCTV, dan setelah itu kubuat bakwan goreng yang gurih dan renyah, sampai ada “pemirsa” fesbuk yang langsung inbox : Mba.. minta resep bakwan doong..... Plissss....” ehehe hadeeeh lah wong cuman bakwan gitu lho. Fotonya itu tuh, di bagian awal postingan.
Kemudian untuk makanan daging dagingan, inilah hasil percobaanku, rendang berdendang ahaha....

Rendang yang Bikin Lidah Berdendang

Atau Beef with luv yang kumasak hari ini, dinamai Beef with luv gara-gara nggak tau masakan ini namanya apa, dibumbui atas nama cinta alias asal, tapi ternyata enak jugaaaa.

Beef With Luv...ehehe dibumbui asal...asal enaaaaak ;p

Dan menemani daging sapi, kumasak cah jamur, plus irisan wortel dan teri, jadilah begini...


Terinya nggak boleh ketinggalan..favoritku ;p

Hummm, menggendutlah diriku sepertinya...tapi masih terobsesi untuk membuat masakan yang lebih bermacam-macam lagi. Malahan akhir-akhir ini tertarik menjelajah situs-situs masakan dan mengoleksi resep-resep masakan khas Indonesia. Ayayay...aku ternyata beneran jadi perempuan hihi...atau jangan-jangan karena pesen seseorang yang selalu rewel “ adek maemnya yang banyak ya...” hohoho, kayaknya begitu deh...*ngeles cari alesaaaan...ahaha
Selamat menikmati hidupmu, kawan..lakukan hal-hal yang membahagiakan bagimu, jangan sungkan memberikan “hadiah” bagi dirimu sendiri..cheers..***

Minggu, 08 Januari 2012

The New (Me)


Saya, Aku, menemukan diriku sendiri lagi setelah beberapa saat “hilang”. Memang mungkin begitulah siklusnya, hilang—mencari—menemukan. Dan aku menemukan diriku lagi, rasanya begitu. Menemukan jalur-jalur ke depan, merayakan hidup dengan warna-warna dan cinta, memberi kasih pada sesama. Tersenyum dengan penuh lagi, Yeaaah, Welcome to The New Me!!
Aku yang sama, tapi memilih untuk mengadakan percepatan. Seperti resolusiku tahun 2012, rasanya cukup untuk energi pencapaian personal. Saatnya memberikan lebih banyak energi, kemampuan, apapun untuk memberikan kontribusi. Selama ini rasanya terlalu banyak hanya bergerak pada ranah konseptual, memang ada tindakan kontinu yang mengarah ke sana, tapi rasanya sudah saatnya melakukan tindakan nyata yang lebih intens. Entah mengapa, di saat aku berada di rentang 7760.54 mil jauhnya dari Indonesia, aku malah merasa inilah waktunya. “saya resmi pacaran sama Indonesia”  , itulah mengapa saat kukunjungi Gallery of Modern Art beberapa saat lalu, kubuat hasta karya dari kertas-kertas dengan menyatakan cintaku pada Indonesia.
Resmi Pacaran dengan Indonesia
Dan Tuhan meyakinkanku dengan kejadian-kejadian luar biasa di akhir dan awal tahun, rasanya energi mengalir begitu meluap-luap. Mulai dengan perbincangan dengan sahabat dengan mengusung misi yang sama, ketemu dengan anak-anak muda yang “keren” karena sudah berpikir tentang kontribusi sosial pada sesama. Beberapa kejadian membuatku yakin, Indonesia punya banyak orang-orang hebat. Andaikan setiap orang punya passion, misi dan mau untuk menghidupi misinya itu untuk sesama, mau berkontribusi, bisa dibayangkan betapa hebatnya negeri ini.
Stand up for something in life. And that will be your biggest contribution throughout your lifetime (Rene Suhardono)
Ok kita sukses, congrats for your achievement! Now, what's your IMPACT? Entahlah, kenapa akhir-akhir ini aku semakin peduli dan terusik dengan pernyataan itu. Aku, berasal dari desa yang sampai sekarang jalannya masih belum beraspal, aku mungkin satu-satunya yang menempuh pendidikan tinggi ke negeri antah berantah, sementara anak-anak lain di desaku rata-rata paling pool berpendidikan SLTA, karena apa? Karena orang tua mereka berpikir, dengan ijazah itulah anak-anak mereka bisa bekerja di pabrik-pabrik di Jakarta. Begitulah yang kulihat siklus anak beranak dengan pola pikir yang tidak pernah berubah. Lalu kapan ada percepatan perbaikan kualitas hidup?bagaimana mikiran kontribusi kalau kebutuhan basic needs saja masih compang camping? bagaimana mungkin aku tidak merasa terpanggil untuk  memberi “warna perubahan?
            “ Mba, kemaren saya ke London, lihat Big Ben. Saya ingat dulu waktu kecil ibu memberiku buku yang ada gambarnya Big Ben London. Makanya saya punya mimpi. Dan saya berpikir, andai 100 buku saja saya bagikan ke anak-anak, mereka juga bisa punya mimpi. Buku itu bukan hanya jendela dunia, buku itu masa depanKata wina, seorang sahabat yang juga secara “kebetulan yang diatur Tuhan” seperlintasan hidup denganku saat berkunjung ke Glasgow beberapa hari lalu. Jadilah kami, layaknya kembang api yang berpijar-pijar, saling memancarkan energi. Jujur, selama ngobrol dengannya, itulah pembicaraan paling “hidup” dengan orang-orang “nyata” yang kutemui selama di sini.
Maka cukup, kataku. Cukup untuk pencapaian-pencapaian personalku, kini saatnya mengembalikan, memberi sebanyak yang aku mampu. Ada rasa itu, kebutuhan itu, yang semakin lama mendesak desak dadaku. Ada beberapa rencana ke depan yang ingin kurealisasikan, sudah nyicil dengan group PENAMAS (Penulis Muda Banyumas) yang terus berkarya melestarikan budaya Banyumas, dan mencoba membangkitkan lagi budaya menulis anak-anak daerah. Ada rencana membuat perpustakan, atau setidaknya memberikan buku-buku ke perpustakaan SDku. Dulu sering terbentur pikiran bahwa, kontribusi itu harus dari yang “gedhe-gedhe” biar berarti. Rasanya sekarang tidak lagi begitu, contohnya upaya Swaragama dengan program sumbangan 2000/hari untuk memberikan beasiswa dan membeli ambulans (efek keseringan dengerin swaragama kala malam hari). Lihat? Kita bisa berbuat banyak, apa saja. Mari kita mulai, Great Impact through small wins, yang kata Rene -Small Wins = Making a difference whenever you can
Yeap, aku ingin memulai semakin kuat memberikan resonansi, salah satunya melalui tulisan. Dan bersyukur sampai detik ini, resonansi itu  terus berjalan..
Hingga beberapa hari lalu, seorang teman di FB yang tak begitu saya kenal, nun jauh Di Glasgow (UK) sana, meresonansikan semangatnya bahwa tulisan saya layak baca.  Dia, yang sebelumnya bukan siapa-siapa, menyeruak tiba-tiba, untuk meyakinkan bahwa keinginan’ menerbitkan buku’ ini sangat mudah diwujudkan. (Thanks Mbak Siwi buat tantangannya. hehehe) (Riska Widya Winarti)
Riska ini ku”kompori” untuk terus menulis dan menerbitkan buku, bukan saja karena tulisannya yang oke, tapi karena isi tulisannya yang mampu memberikan resonansi yang baik bagi orang lain. Sayang bila tulisannya kesepian, tidak dibacai banyak orang. 
aku punya blog ini terinspirasi oleh "seseorang" *dosen ku yg jauh di negeri orang ^o^* yang selalu bisa bercerita, aku suka baca cerita2nya aku bisa menikmati cerita2nya, walaupun aku ga mengalaminya sendiri.pokoknya aku suka blog ibu, setiap kisah, cerita yang ada di blog ibu deh. *senyum2 pasti klo orang nya baca. hehe. Ibu telah menginspirasi sayaaa, walaupun aku ga pernah berkenalan secara dekat dengan ibu di kampusss tapi aku senenggggg deh pokokknya *lohhhlohh :)(Rebecca Sihombing)

Lalu beberapa kutipan kalimat tulisanku yang ternyata berarti bagi orang lain,
Karena kasih tak pernah berbatas, maka limpahkanlah pada dirimu, pada orang-orang terkasihmu atau juga orang-orang yang bahkan tak kau kenal…dan juga karena kasih adalah memberi bukan menuntut... (Siwi Mars Wijayanti) yg nulis boleh lupa, tp yg baca gak mungkin lupa. akan slalu membekas dihati :) *aku tidak lebay ;)—Rela Febriani Lupitasari
 Karena perjalanan meraih impian haruslah menyenangkan, maka melangkahlah dengan ringan, hadapi tantangan, anggap saja seperti sebuah permainan...
 apapun yg terjadi, mari kita nikmati perjalanan ini (Siwi Mars Wijayanti)—(Quote yang menginspirasi Amaliyah Agustin)
 “Lalu kau dimana? Kemana engkau akan “pulang”?” saya mencecar seseorang dengan pertanyaan.      Dia tersenyum, lalu menjawab pertanyaanku,
 “Aku, bersama peran dan tanggung jawab-tanggung jawabku. Karena di sanalah aku dibutuhkan” --   MarsDreams: Rumah
 Cc: Ibu Siwi Mars Wijayanti (Note Dian Herlijansari)
Kuposting di sini bukan untuk gaya-gaya-an, apalagi pamer. Aku hanya bersyukur, bahwa tulisanku paling tidak telah berarti untuk orang lain. Itu rasanya luar biasaaaaa, berasa terbang ke langit ke tujuh ehehe. Karena apa? Aku menjadi penulis bukan karena profesi penulis itu keren, atau bisa menghasilkan duit, tapi lebih karena aku menikmati proses menulis itu sendiri, serta aku ingin berkontribusi melalui tulisan.  Itulah mengapa tema tulisan-tulisanku dari dulu sepertinya konsisten, bila ada curhatan nggak jelas, puisi-puisi galau, rindu-rindu, itu hanya membuktikan aku ini manusia ahaha.

The New-Old (Me)
Writing is never about knowing - it is about sharing & caring. Tempo hari saya berkesempatan bertemu dengan para penulis muda @onlyricky, @bungamega, @marrywhoanna, @anitacynthia untuk bertukar pikiran soal seluk-beluk menjadi penulis. Ada satu kesamaan di antara para perangkai kata, yaitu keinginan untuk berbagi dan kepedulian untuk berkontribusi melalui tulisan. Writing is about leaving our footprints in life -it's  about  our legacy. (Rene Suhardono)
Kukatakan, itu sangat benar, keinginan untuk berbagi dan kepedulian untuk berkontribusi melalui tulisan. Aku mantap bergerak dengan cara ini, selain dengan cara-cara lain, apapun untuk sebentuk kontribusi untuk sesama. Karena begitulah, aku merasa benar-benar “hidup”.So. Welcome the New (Me)..yang ingin lebih banyak berkontribusi, mari!!

**Semoga tulisan ini suatu saat bisa kubacai lagi, dan mampu memberikan energi dan konsistensi...selamat berkontribusi, kawan! (Glasgow, 7 Januari 2012. 9.30 pm)

Sabtu, 07 Januari 2012

Mimpi Mewujud di Edinburgh-Catatan Awal Tahun


Mentari Pertama di Hari Pertama Tahun ini

Kota itu selalu kusebut, bila ditanya, “ingin melanjutkan kuliah dimana?” atau dulu pas pelatihan PDEC di Malang, bila disuruh writing tentang rencana studi lanjut, Edinburgh-pun kutulis dengan mantap, lalu saat koreksian writing dikembalikan, ada note kecil dari Ibu dosen-ku itu, tertulis : It’s so beautifull!! Ehehe  aku tersenyum saat membacainya. Yuhuu I know that, that’s why I choose that place, Mam..
Lalu segala upaya selanjutnya adalah cerita tentang menuju ke titik itu, Edinburgh-ku. Sebenarnya alasanku memilihnya simpel saja,. Satu, walau cinta dengan Italia tapi rasanya ingin memperluas wilayah “jajahan” dan sepertinya di Itali tidak ada universitas yang masuk ke Top 100 Universitas di dunia, rasanya kok pengen merasakan studi di tempat yang memang bagus secara kualitas sesuai dengan bidang keilmuanku.  So, Dua—jadilah menetapkan bahwa UK adalah tujuan utama, lalu Jerman menjadi tujuan kedua. Tiga, pilihan universitasnya setelah melirak lirik, pandang memandang, taksir menaksir, pilihanku cuma dua (saya memang bukan tipe mata keranjang ahaha), London Scholl of Public Health and Tropical Medicine, dan University of Edinburgh. Lalu, booklet yang jauh-jauh dikirim dari Inggris Raya dan diantar oleh Mas Amir Mahmud, staff administrasi kampusku ke meja kantorku seingatku cuma dua kali, yap, dari dua universitas itu, tak lain lagi. Lalu kujatuhkan hatiku pada Edinburgh, karena indahnya tempat itu seperti negeri dongeng, dibandingkan dengan London yang metropolis dan aku sadar diri cah ndeso sepertiku auranya tidak cocok dengan London. Dan pada akhirnya, setelah jatuh bangun, sampai mewek segala, Edinburgh-pun di depan mata, tapi lihat..peta berbelok arah tak terduga, ada hal yang tak bisa kau ubah, dan Tuhan menjatuhkan takdir, bahwa Glasgow ternyata adalah persinggahan hidup selanjutnya untukku.
Bedol Desa-Glasgow-
Memang, mungkin seperti ada tempat-tempat yang memang ideal untuk dirindukan, seperti halnya jogya. Haiisssh jogya lagi (pada saat tulisan ini ditulis sedang ada pelangi yang melengkung di dekat Merapi—update status FB Jogyaku)—ahaha *kata yang baca : apa peduliku ;p. Maka, menjelang tahun baru, hatiku meloncat-loncat ingin terbang saat mendengar kalau anak-anak Glasgow akan bedol desa (Glasgow=desa??) ke Edinburgh, kota sebelah. Tiket bus-pun sudah kupesan, murah saja untuk tiket return sebesar 5.43 pounds (sekitar 70rebuan bolak balik), menggunakan jasa Citylink setelah mendaftar dengan account student, karena ada diskon 20% bila menggunakan student account. Mahasiswa Indonesia yang tinggal di luar negeri, rata-rata penyuka kata diskon, dan akupun salah satunya, jadi tentu saja menggunakan strategi itu hihi. Jadilah sabtu tanggal 31 Desember jam 3 sore kami berkumpul di Buchanan Station untuk berangkat ke Edinburgh. Rombongan kami sejumlah 11 orang, termasuk 2 teman dari London, dan seorang lagi teman sekelasnya Nares. Dan setelah sekitar 1,5 jam perjalanan, yeiiii akhirnya kaki menjejak di Edinburgh yipieeee....Kota tua itu sudah menggelap saat kami sampai, maka maka beriringan berjalan kaki menuju flat Detia  (mahasiswa undergraduate yang kuliah di University of Edinburgh), dan numpang anget di dapur flatnya (ehehe daripada nunggu di luar dengan suhu yang mendingin). Maka dapur flat akomodasi kampus itu diserbu oleh kami-kami. Nares, puput, dkk langsung menggelar permainan kartunya, sementara yang lain beraneka rupa polahnya, ada yang mengunyah pizza buatan Detia, ada yang duduk, ada yang numpang skype-an, shalat isya,  dan berbagai macam polah lainnya. Sekitar jam 8 kami berangkat, yang sejujurnya nggak tau berangkat kemana...ahaha. Kami semua nggak ada yang beli tiket acara tahun baruan, alasannya cuma satu, mahaaaaal. Untuk masuk satu spot acara kudu bayar 15 pounds, glek. Makanya kami berniat bersenang-senang ala kami saja di Edinburgh. Akhirnya kami berjalan menuju JK Rowling Cafe (The Elephant House), dimana dulu ceritanya JK Rowling sering nulis kisah Harry Potter di cafe ini. Begitulah unsur publisitas dan promosi yang yahud, dengan cerita seperti itu dipastikan caffe ini selalu rame. Di depan cafe itu ada tulisan “The Birthplace of Harry Potter”.
Di depan JK Rowling Cafe
Suasana caffe yang dibangun tahun 1995 ini begitu nyaman dan menyenangkan untuk nongkrong, duduk-duduk sambil ngobrol. Dekorasi caffe ini didominasi dengan gambar, miniatur dan pernak pernik gajah. Selain itu, pastilah foto-foto JK Rowling dan berbagai artikel koran yang memuat tentang The Elephant House. Ternyata saat sampai di sana, beberapa mahasiswa Indonesia dari Newcastle sudah sampai, jadilah 3 meja di caffe tersebut diserbu mahasiswa Indonesia. Di jalan, kami juga bertemu dengan rombongan dari Leeds, dan salah satunya teman yang kukenal dari FB, salah satu diktiers (Diktiers = sebutan penerima beasiswa Dikti), Pak Irfan Rifai. Dunia memang sempit, ehehe lalu kutitip salam Buat Mba Dini (rekan dosen Unsoed) dan Mba Issa (Uni.Trunojoyo) yang studi di Leeds. Trus juga pas jalan tadi tiba-tiba namaku disebut, kutengok, ealaah ternyata Mas Irsyad dari Dundee yang ketemu pas di Dubai bersama istrinya. Entah dunia yang makin menyempit atau aku memang terkenal...ahaha..lupakan komentar barusan.
Aku, Dini, Dias. Lili dan Koko duduk dalam meja yang sama, sedangkan 2 meja lain ditongkrongin rekan lainnya. Kami hanya memesan minum (kan selalu pake jurus irit). Kupesan caffelatte large (ssst diem-diem..bakal ada yang rewel kalo aku minum kopi banyak-banyak)—ehehe no worries, akan kubilang, kan pake susu juga, jadinya sehat hihi. Sambil menikmati pesanan, kami ngobrol nggak jelas dari gudeg deket keraton jogya, pecak lele deket tamansari (dan dirikupun rindu jogya seketika) sampai soal resolusi.
            “ Ayoh bergiliran sebutin resolusi tahun ini, kita-kita jadi saksi” kata Dini. Hiyaa perayaan tahun baru memang identik dengan resolusi. Maka bergiliran masing-masing menyebutkan resolusi, diamini dan disaksikan masing-masing kami. Dan anehnya, saat kusebutkan resolusi pertama, si koko kaget,
            “ Apa?” ahahaha...fiuuuh apa anehnya???
Resolusi berikutnya, dengan mantap kuucapkan di tempat JK Rowling membuat buku legendaries Harry Potter, jadi semoga ketularan ehehe.

Bersama mereka di The Elephant House