Jumat, 02 Agustus 2013

Eksotisme Desa Tanah Liat Aït Benhaddou di Maroko



Panorama Menuju Kawasan Ait Benhaddou

Udara yang dingin saat mobil travel yang mengantarkan kami menuju gurun pasir Zagora, Maroko mulai berganti dengan udara yang sedikit gerah saat memasuki kawasan Souss-Massa-Drâa di pegunungan sepanjang Sungai Ounila. Perjalanan dari Marakesh menuju tempat ini ditempuh hampir selama 5 jam namun tak terasa membosankan, karena di sepanjang perjalanan kami disuguhi panorama yang memanjakan mata. Mobil kami menaiki pegunungan tinggi Atlas dengan kontur pemandangan kanan kiri yang bervariasi. Kami menggunakan jasa tour karena agak susah transportasi untuk menuju kawasan ini. Pemberhentian di Ait benhaddou ini merupakan destinasi travel yang sungguh membuat hati seketika berdegup cepat saat pertama kali sekilas menatapi area ini. Terlihat hamparan kawasan dengan bangunan berwarna merah kecoklatan dari tanah liat dengan arsitektur bertingkat-tingkat dan dikelilingi oleh tembok-tembok kuno dan dihiasi menara.
“wuih ini seperti panorama khasnya Santorini di Yunani dengan perumahan berundak undak yang didominasi warna putih dan biru, sedangkan ini warnanya merah kecoklatan dari tanah liat,” begitu pikir saya saat melempar pandang pertama kali pada kawasan eksotik ini.

Itu dia Ait Benhaddou dari kejauhan

Cantiknya memang superb! Begitu kaki-kaki hendak melangkah mendekati Kasbah (kumpulan rumah yang dikelilingi tembok tersebut) rasanya seperti hidup dilemparkan ke peradaban masa lalu, saat zaman Pre-Saharan. Seperti masuk dalam lorong waktu, berdiri di atas jejak sejarah ribuan tahun lalu. Sementara bangunan tersebut sampai saat ini nampak masih gagah di depan mata. Saya jalan-jalan bersama dua sahabat saya ikut bersama rombongan tour kecil dipandu  oleh seorang  guide yang disewa pihak travel. Dia dengan mahirnya menerangkan informasi tentang lokasi tersebut dengan berbagai bahasa. Beberapa orang di rombongan kami orang-orang Spanyol, sehingga ia bergantian menerangkan dalam bahasa Inggris dan bahasa spanyol.
Saat mulai memasuki kawasan ini, mata saya tak hentinya memandangi tembok-tembok serta rumah-rumah yang dibangun dari material tanah liat, jerami dan kayu saja. Beberapa kali kusentuhkan jemari tanganku meraba tanah liat bersejarah ini. Betapa peradaban manusia sanggup melahirkan karya yang luar biasa. Bila di Indonesia ada mahakarya Borobudur dengan punden batu berundaknya yang impresif, dan  kini mata saya dibelalakkan oleh karya luar biasa tangan-tangan manusia membangun Ksar (kastil/bangunan yang dikelilingi benteng) yang luar biasa di Aït Benhaddou .

Ini dia eksotisme Ait Benhaddou

Jendela-jendela rumahnya yang sempit, motif dari tanah liatnya yang sederhana namun apik, serta pernak pernik yang ditawarkan di sepanjang jalan sungguh menarik perhatian. Kami mulai menjelajahi setiap bagian dari kawasan ini, dengan memandangi rumah-rumah unik dari tanah liat, kemudian mendaki terus ke bagian atasnya melewati tanjakan yang semuanya  dari tanah berwarna kemerahan. Ah, saya sempat membayangkan bagaimana rasanya tinggal di dalam rumah-rumah tanah liat ini. Bangunan unik  di provinsi Quarzazate lereng selatan pegunungan tinggi Atlas ini ini kata si guide-nya merupakan contoh arsitektur Maroko Selatan dengan tehnik konstruksi pre-saharan. Kumpulan rumah-rumah ini disebut Ksar, yakni bangunan dan tanah liat yang dikelilingi oleh benteng/tembok yang tinggi, merupakan tempat tinggal tradisional pre-saharan. Rumah-rumahnya berkelompok dalam tembok pertahanan yang terbangun tinggi, diperkuat dengan menara di sudutnya dengan gerbang yang berbentuk zigzag. Humm, bisa dibayangkan bangunan yang hanya dibangun dari tanah liat, kayu dan jerami ini pastilah rentan sekali dengan kerusakan, apalagi bangunan ini dibangun sekitar sejak abad ke 17. Untunglah ada  CERKAS (Centre for the conservation and rehabilitation of the architectural heritage of atlas and sub-atlas zones) yang dengan teratur memaintain situs berharga ini.
Klimaksnya tentu saja saat berada di atas ketinggian puncak dan kita bisa melihat hamparan bangunan-banguan unik itu dari atas. Aih, sungguh terasa seperti sedang berada di peradaban masa lalu namun masih menjejak kekinian. Breath taking scenery! Pemandangan dramatis dari atas  yang akan kalian kenang seumur hidupmu. Jangan lupa ambil foto-foto dengan latar belakang yang menakjubkan ini sebagai sejarah hidupmu. Kapan lagi bisa menemukan destinasi wisata yang tak biasa seperti tempat ini coba?

Saya dan puncak tertinggi Ait Benhaddou

Cobalah rasakan pengalaman yang tak terlupakan dengan melangkah, mengamati, dan berfoto di area tempat yang menjadi setting beberapa film terkenal. Iyah di Aït Benhaddou pernah dijadikan setting berbagai film terkenal, di antaranya Sodom And Gomorrah (1963) Gladiator (2000) dan Prince of Persia (2010). Tapi sungguh ini merupakan kejutan yang menyenangkan karena saya sebelumnya tidak tahu kalau dalam perjalanan menuju gurun pasir Zagoro, Maroko akan ada pemberhentian dengan destinasi sekeren ini.  Sungguh sebuah kejutan menyenangkan, Surprisingly beautiful! Pantas saja tempat ini termasuk dalam UNESCO World Heritage Site sejak tahun 1987 dan termasuk dalam 25 tempat favorit destinasi di Afrika dalam Trallever Choice 2013.

Panorama Ait Benhaddou dari atas

Di kawasan ini, ada pula cinderamata seperti kain-kain tradisional, perhiasan-perhiasan dari batu eksotis yang ditawarkan oleh penduduk lokalnya. Sebagian bangunan ini memang sudah tidak berpenghuni namun konon masih ada 8 keluarga yang tinggal di kawasan tersebut. Mungkin sekarang memang kawasan tersebut telah khusus diperuntukkan sebagai tempat wisata dibandingkan fungsi sebelumnya sebagai desa tempat tinggal.

Souvenir dan cinderamata ala Maroko

Kami juga mampir ke lokasi bengkel seni seorang seniman yang membuat lukisan yang cara dibakar/dijilatkan pada api. Unik sekali, orang tersebut mengambar dengan cairan tertentu kemudian dijilatkan pada api kemudian cairan di atas kertas tersebut berubah warnanya dan nampaklah lukisan yang apik.

Bengkel seni tempat pembuatan lukisan teknik jilat api

Kreatifitas manusia bila dimaksimalkan memang sanggup membuat siapapun terkesima. Seperti juga tempat ini yang tak henti-hentinya membuat mata dan hati saya terkesima. Sungguh sebuah pengalaman wisata yang membekas dalam perjalanan hidup saya. Mengunjungi Ait-Ben-Haddou, desa tanah liat yang begitu eksotis dengan bangunan tanah liat yang sanggup mengombang-ambingkan rasa antara jejak sejarah masa lalu dan berkah kekinian. Siapapun yang mengunjungi Maroko, Negeri Maghribi di semenanjung Afrika Utara,  jangan lupa manjakan jiwa dan matamu dengan panorama Ait-Ben-Haddou dan rasakan sensasinya!

 


Kamis, 01 Agustus 2013

Travel Writer : The Beginning




Tulisan saya di Wego Indonesia

Glasgow masih saja dibasahi gerimis rintis, saat pagi tadi saya mendapatkan email dari Clara Rondonuwu, editor Wego Indonesia yang memberitahukan bahwa tulisan yang saya submit 2 hari lalu ke meja redaksi Wego sudah dipublish. Aih, langsung saja jemari saya segera menuju link yang disebutkan di email tersebut. Tadaaaa...ada tulisan dan foto-foto saya..aih rasa seperti itu selalu saja sulit untuk digambarkan. Saya sulit menjelaskan bagaimana renjatan-renjatan rasa saat setiap tulisanku lahir. Pun bagi saya, setiap tulisan punya rasa sendiri-sendiri saat berhasil dilahirkan. Dan saya terus saja menikmati rasa antusiasme saat tulisan-tulisan tersebut lahir.
Dan saat melihat tulisan saya di Wego Indonesia publish, humm tentu saja pertamanya merasa super excited . Walaupun ada rasa rada-rada bagaimana karena banyak tulisan yg dicut dan diedit. Humm begitulah ego penulis, seringkali merasa “tidak rela” bila tulisannya banyak diubek-ubek. Karena dalam menuliskannya, setiap kata, diksi dan alurnya itu menurut saya mencerminkan style masing-masing penulis. Jadi saat tulisan tersebut sampai di tangan editor dan diubah-ubah, dicut sana-sini, jadinya feel-nya terasa lain. Tapi sekali lagi itulah dunia tulis  menulis bila sudah menyangkut publikasi, tetap saja menuntut kompromi.
            Keren, bagus. Tulisannya, foto-fotonya juga,” komentar seorang sahabat dekat saya yang dulu sesama angota organisasi pers dulu saat S1.
kok masih seperti telling, bukan showing, nggak sekeren tulisan kamu di blog, ” kata sahabat saya lainnya yang sama-sama suka menulis.
Errr, ya begitulah karena banyak deskripsi saya yang dicut editor, lalu diganti dengan memasang foto. Mungkin juga web-nya terbatas dalam panjang tulisan dan  mungkin alasan-alasan lainnya yang tak kumengerti. Yah begitulah adanya penulis dan editor sepertinya memang harus saling berkompromi.
Bila dikirimkan ke media, memang saya harus berlatih untuk menerima tulisan saya direvisi sang editor. Beda bila saya menulis di blog kemudian diposting sendiri, karena saya bisa menulis sesuka hati, tanpa batasan panjang tulisan dan tetek bengek aturan lainnya. Di blog saya bisa menjadi penulis yang egois ehehehe. Para pembaca cuma bisa membacai dan mengomentari namun tak kuasa ngubek-ngubek tulisan saya. Tentu saja beda cerita bila tulisan saya mulai dikirim dan dipublikasikan ke  media.
            Pokok’e aku emoh kalau tulisan saya dimacem-macemin nanti. Feelnya jadi beda, kayak dudu tulisanku.” Cetus seorang sahabat yang juga suka nulis dan baru saja berencana menerbitkan tulisannya tersebut. Dia lebih ekstrim daripada saya nampaknya ahaha.
Tapi saya menikmati pembelajaran ini. Saya mulai harus belajar berkompromi dengan hal-hal ini. Pula belajar bagaimana membangun hubungan dan komunikasi dengan media tempat publikasi, karena mau tidak mau di sanalah tulisan saya hidup. Di Wego Indonesia misalnya dengan ribuan followernya memberikan kesempatan untuk tulisan saya bisa dinikmati oleh lebih banyak lagi pembaca.

Iyah, ini memang semacam perjalanan awal saya sebagai seorang travel writer. Karena sejak saya menulis, belum sempat terpikir menjadi seorang travel writer. Saya memang suka jalan-jalan dan kadang menuliskan cerita jalan-jalan saya di blog disertai dengan foto-foto karena saya juga suka fotografi (narsis juga hiayahaha). Tapi menulis sebuah tulisan travelling masih merupakan pengalaman yang baru bagi saya. Ada beberapa tehnik yang membedakan jenis tulisan travelling dengan tulisan lain, yakni unsur “show, don’t tell” seperti kata Zobel di The Travel Writer’s Handbook. Ini yang rada-rada butuh ekstra usaha karena harus menggambarkan tempat yang ingin kita tulis. Itulah yang menyebabkan kenapa saya rada kecewa dengan banyak-nya cut sehingga tulisan saya terasa kurang bumbu deskripsinya. Ah, mungkin saya memang harus lebih banyak belajar lagi dengan membaca lebih banyak tulisan-tulisan travel.
Sebenarnya menjadi travel writer dengan sempurna menggabungkan beberapa passion saya dalam satu hal, yakni nulis, jalan-jalan dan foto-foto ehehe. Itulah mengapa saya  tertarik untuk menggeluti jalur ini, tapi tetap saya masih nulis tulisan yang lainnya juga. Saya menikmati menulis hal-hal yang saya sukai, dan menyertakan hati saya dalam menuliskan itu semua. Semoga ini merupakan awal perjalanan dari karir travel writer saya. Finger Crossed!
Live a life that matters to you! Cheers
CVR Church Street, di ruangan student seusai ngelab bersama sel-sel saya. 1 Agustus 2013.

Lots of Love
Siwi Mars

Ayam Goreng Lengkuas dan Buka Puasa Bersama



Kali ini again, postingan dari Dapur Hillhead ehehe. Karena saya mendapat pesanan untuk sumbangan buka puasa kelompok pengajian kami di Glasgow. Iyups, ada dana donatur dari Indonesia Community untuk menyumbang makanan untuk berbuka puasa di SUMSA (Strathclyde University Muslim Students Association Glasgow). Maka dari itu, pengajian kami mengatur bagaimana kami akan menyiapkan makanan buka puasa tersebut. Karena “anak-anak muda”nya tengah sibuk ngerjain disertasi, maka emak-emak Glasgowlah yang lebih banyak turun tangan. Jadi, saya masuk ke group emak-emak dong? Ahaha terserahlah ahaha.
Yang jelas,kali ini saya kebagian masak lauk untuk 50 porsi. Tadinya bingung memilih masak menu apa, karena hanya dikomando dengan bahan dasar ayam. Karena ingin mencirikan menu masakan Indonesia yang berciri rempah, akhirnya saya memilih ayam goreng lengkuas. Mencari bumbu-bumbu rempahnya dapat diperoleh di toko cina. Memang harganya agak lebih mahal sih daripada di Indo. Intinya jangan pakai dikonversi dari poundsterling ke rupiah deh entar nggak jadi masak apa-apa ehehe.
Baiklah, mari kita memasak. Saya siapkan ayam sebanyak 60 potong (yang 10 buat orang flat). Dan memasak untuk porsi banyak memang sedikit repot karena peralatan dapur kami standard masak biasa gaya anak kos-an hihi. Jadi lumayan menyita waktu karena harus beberapa kali rebus. Tapi dapur harus terus mengebul agar masakan siap dikirim ke SUMSA sebelum buka puasa.
Nah untuk menu ayam goreng lengkuas, yang agak sedikit rempong adalah bagian memarut lengkuasnya. Lain-lainnya dijamin cukup ekspres.
Ini dia bahan-bahannya :
1. Ayam yang sudah dipotong-potong sesuai selera
2. 250 gr lengkuas (disesuaikan untuk berapa potongan ayamnya)--diparut
3. Serai
4. Sedikit (1/2 sendok) air asam jawa
5. Daun salam
Sedangkan bumbu yang dihaluskan :
1. 4 siung bawang putih
2. 6 siung bawah merah
3. ½ sendok ketumbar
4. 3 butir kemiri sangrai
5. 1 cm jahe
6. 1 sdt garam
7. ½ sdm gula merah
Nah cara memasaknya sederhana saja kok.
1. Campurkan potongan ayam, serai, daun salam, lengkuas parut, bumbu halus dan air. Lalu rebus dalam api sedang sampai mendidih dan airnya berkurang.
2. Tambahkan sedikit air asam jawa.
3. Setelag ungkepan ayamnya sudah oke, tinggal digoreng sampai berwarna kuning kecoklatan (pokoknya sampai sudah terlihat matang dan menggoda selera deh ehehe)
4. Kemudian goreng juga bumbunya (akan tersisa bumbu lengkuas parutnya dari hasil ungkepan ayam), sampai matang (berwarna kecoklatan).
5. Kemudian sajikan ayam plus taburan bumbu lengkuasnya.

Tadaaaa...ini dia tampilan ayam goreng lengkuas ala saya ;p

Jangan lupa, itu resep di atas untuk sekitar 8 potong ayam. Jadi silahkan sesuaikan dengan seberapa banyak kamu masaknya.
Yeaaah gampang kan. Bisa untuk variasi menu olahan kalau bosen dengan bumbu yang biasa. Nah menjelang berbuka saya dan Ari membawa pesanan ke SUMSA untuk buka bersama. Sampai di sana, ruangan perempuan dan laki-laki dipisah hingga kami berada di ruangan perempuan yang kebanyakan berisi ibu-ibu malaysia dan timur tengah. Tapi juga ada beberapa teman indo yang sudah ada di sana dan menyiapkan menu berbuka hari ini. Yeaah, tepat maghrib kami berbuka bersama-sama dengan menikmati camilan dan minum dulu. Kemudian dilanjut sholat maghrib, dan yang ditunggu-tunggu..makaaaaan. ehehe..
Ini dia foto-foto asal jepret di ruangan khusus perempuan.

Wihiiii mari berbukaaaa

Nyuumm Nyumm..

Ini foto di ruangan laki-laki diambil oleh rekan Indo putra

Fotonya asal jepret karena yang menjepret keburu asik ingin segera mengunyah. Ah, lumayan melelahkan masak dengan porsi yang cukup banyak sodara sodara ehehe. Tapi puas melihat semuanya ludes habis dan semoga menjadi berkah yang berbuka puasa. Kadang memang saya tak bisa menikmati suasana ramadan seperti yang biasa saya rasai di Indonesia. Tapi kita bisa mencipta kebersamaan dan kegembiraan dimana saja. 
Salam cinta dari saya.
  

Sabtu, 27 Juli 2013

Rekreasi Membuat Kolak Biji Salak



Haluuww...ehehe kali ini postingan super ringan dari dapur Hillhead 21, Glasgow. Untuk takjil buka puasa hari ini, saya membuat kolak biji salak. Bila di Indonesia, pastinya dengan gampang bisa dibeli di para penjual takjil menjelang buka puasa di pinggir-pinggir jalan. Tapi bila berada di tanah rantau seperti saya, bila ingin makan dengan selera nusantara maka jalan satu-satunya adalah memasak sendiri. Dan kenapa saya kasih judul rekreasi? Ehehe karena memasak itu bagaikan rekreasi, dan kali ini cocok momennya dengan mood saya menjelang ujian tahun kedua studi doktoral saya esok senin. Otak saya butuh rekreasi.
Dan rekreasipun bisa dilakukan di dapur. Maka marilah bersama saya membuat kolak biji salak. Tentu kalian sudah tak asing dengan makanan ini bukan? Pertamanya saya mencontek resep dari Mona, teman flat saya yang membuatnya beberapa hari lalu. Tapi resep baku entah di buku menu sekalipun bebas dimodifikasi sesuai selera kita masing-masing. Jadi kolak biji salak inipun sudah modifikasi ala saya hihihi.
Pertama, mari siapkan bahan yang diperlukan :
1. Ubi Kuning
2. Tepung Tapioka
3. Gula merah
4. Santan
5. Garam
6. Daun pandan (bila ada)
7. Tepung Terigu
Bahannya sangat simpel bukan? Nah mari memasak bersama saya.
1. Pertama cuci bersih ubi kuningnya, dipotong-potong sedang lalu kukus. Jangan direbus ya, sahabat saya di Aussie saat mencoba dengan direbus, jadinya banyak airnya. Ini membuat bentuknya tidak bulat seperti biji salak nanti. Ganti nama dong ntar ehehe. Jadi ubi dikukus beberapa saat lalu tusuk dengan garpu untuk mengecek ubi tersebut sudang cukup matang


2. Lalu tiriskan, masukkan ke dalam wadah lalu buang kulit arinya. Nah baru kemudian dihaluskan, terserah dengan apa. Saya menggunakan alat penghalus kentang atau ubi seperti yang ada di gambar berikut ini. Tapi yang penting halus, pakai sendok juga bisa kok. Gampang, nggak usah dibikin ribet.


3. Lalu setelah halus, masukkan tepung tapiokanya. Nah ini dia, saya chef abal-abal yang kalau ditanya seberapa komposisinya? Ya dikira-kira saja ahaha. Percayalah pengalaman adalah segalanya #ngeles. Saya males kalau harus precise seberapa-seberapa harus masukkan ini itu, setiap orang kadang punya preferensi masing-masing dalam rasa. Jadi masukkan tepung tapioka lalu campurkan pakai sendok secara merata dengan ubi sampai kalis (hadeeew ini bahasa Indonesianya apaan yak). Intinya kalian bisa merasakan adonan tersebut tidak lagi terlalu lembek, sehingga nanti gampang dibentuk. Tepung tapioka ini fungsinya untuk mengenyalkan bulatan yang menyerupai biji salak itu. Tambahkan garam sedikit kalau mau, campurkan secara merata.


4. Selama melakukan langkah ketiga, rebus air dan gula merah. Agar nanti jeda antara langkah ketiga selesai dan airnya mendidih tidak terlalu lama. Adonan bila dibiarkan terlalu lama akan sedikit melembek jadi akan susah saat membentuk bulatannya.
5. Nah setelah air gulanya mendidih (gula merahnya juga sudah telarut dalam air). Ubah kompornya menjadi api sedang. Ini tujuannya agar bulatannya tidak ada yang akan terlalu matang nantinya, karena membentuk bulatannya satu-satu sehingga tidak bisa serempak nyemplung (duuh bahasanya!) ke air rebusan gula secara bersamaan. Lalu bentuk bulatan-bulatan kecil dari adonan tadi dan langsung dimasukkan ke dalam air gula. Setelah semuanya selesai, masak sebentar sampai bola bolanya mengambang ke permukaan. Nah bola-bola ini yang mirip biji salak, maka nama makanan ini disebut kolak biji salak. 
6. Tambahkan santan secukupnya. Lalu aduk-aduk. Masukkan garam secukupnya. (Nah ini juga suka-suka. Ada yang membuat antara bola-bola, air gula dan santannya terpisah-pisah. Baru saat mau makan dicampur dalam satu mangkuk. Sekali lagi ini preferensi masing-masing. Saya lebih suka langsung dicampur jadi satu. Kalau kamu masak banyak, bisa bola bolanya direbus dengan air saja. Lalu bola-bola dimasukkan ke dalam wadah tertutup (atau ditutup dengan plastik wrap) lalu masukkan dalam kulkas. Nah esok harinya kamu tinggal siapkan kuah kolaknya saja, lalu ambil biji salaknya dari kulkas untuk dimasak.  
7. Lalu cairkan beberapa sendok tepung terigu dalam air, sedikit saja yang tujuannya membuat air kolaknya agak mengental. Again, ini soal selera. Ada yang suka cair tanpa campuran apapun, ada yang suka agak kental sedikit, pun ada yang suka kentalnya lumayan. Ini seninya memasak, kamu adalah kamu yang mewakili rasamu sendiri. Yailaaaah..masak juga tetep diselipin filosofi!!
8. Masak sebentar sambil diaduk sampai santannya mendidih. Bila ada daun pandan, potong kecil-kecil dan masukkan untuk menambah aroma. Kali ini saya tidak punya stok daun pandan, jadi cukuplah dengan bahan standar.
 9. Dan jreng, kolak biji salak siap disajikan.


Pas untuk takjil berbuka. Atau bila sedang bukan bulan puasa bisa disajikan untuk camilan sore bersama teh manis hangat. Jangan lupa, bumbu cinta yang selalu dimasukkan dalam setiap masakanmu #lebaaaay. Eh tapi ini beneran, bumbu ini yang membuat masakanmu terasa istimewa. Apalagi bila disajikan untuk orang-orang tercinta.
Memasak adalah menghadirkan cinta dalam rasa.
Begitu resep hari ini dari dapur Hillhead, besok saya dapat pesanan 50 ayam untuk sumbangan buka puasa kelompok pengajian kami ke masjid Glasgow. Rencananya saya akan masak ayam goreng lengkuas, so nantikan resep berikutnya dari dapur Hillhead ahaha.

#kelakuan mahasiswa doktoral tahun kedua menjelang ujian. Tambah random ini isi blog. Semoga semakin semarak!

Glasgow, 21 Hillhead Street.
 

Jumat, 26 Juli 2013

Buku Cerita Anak dan Fragmen Masa Kecil


Beberapa koleksi buku cerita anakku

Kita sekarang adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Saya lebih memaknai masa lalu sebagai pengaya, bahwa hidup telah begitu banyak menghadirkan cerita. Dulu, saya punya teman satu kos yang bila pergi makan bersamanya, dia selalu menyertakan kerupuk dalam setiap makanannya. Baik makan nasi, lauk, sayur ataupun makan seperti bakso, dan mie ayam. Saya sendiri suka kerupuk, tapi tidak terlalu maniak. Tapi bila makan bersamanya, jadi ikutan menambah dengan kerupuk. Karena sebelum makanan yang kami pesan, dia pasti sudah mengambil beberapa kerupuk duluan.
            Kerupuk itu menyimpan sejarah masa kecilku, aku masih selalu ingat itu,”paparnya suatu kali ketika saya akhirnya menanyakan padanya kenapa hobi sekali makan kerupuk.
            Dulu, pas aku kecil. Ada temenku makan kerupuk, dia punya beberapa dan dia makan di depanku. Enak sekali kelihatannya. Tapi aku tak punya uang untuk beli lalu karena kepengin, aku minta padanya” tuturnya dan membuatku terhenyak.
            Tapi dengan kasarnya dia menolak, bahkan mengejekku. Sedih banget. Sejak itu aku bertekad aku harus punya uang dan mapan agar tidak dihina dan bisa makan kerupuk tanpa mengemis ngemis” begitulah ia menuturkan ceritanya.
Wah, bila kita tidak tahu..maka tak akan ada yang tahu bahwa ada cerita yang mendalam di balik kerupuk.
Manusia sungguh uniknya dengan segala yang terpendam maupun terungkapkan. Dan saya secara tidak sadarpun mengalami hal tersebut. Mita, sahabat saya saat datang ke flat tertawa ngakak melihat koleksi buku cerita anak-anak di rak buku saya,
            Ya ampun, mba siwi beli beginian buat apaan?” tanyanya sambil nyengir nyengir menimang nimang buku cerita anak bergambar yang ada di rak bukuku.
Saya blushing-blushing dan cuma senyum-senyum doang. Saya memang hobi hunting dongeng/cerita anak di sini, terutama di charity shop karena harganya murah. Dulu sih enggak sadar, kenapa pas ke charity shop selalu saja asik mata menjelajah ke koleksi buku cerita anak-anak. Nggak sadar juga pas dilihat di rak ternyata lama-lama banyak juga yang saya sudah beli. Harganya sangat murah, berkisar 50 p (7500 rebu bayangkan!) sampai paling mahal yg saya pernah beli (Buku koleksi Winnie The Pooh hardcover sampai 2,5 pounds saja). Karena memang itu buku bekas baca, tapi kualitasnya persis dengan buku baru looh..jadinya saya selalu saja kepincut untuk beli bila mampir ke Charity Shop. Sayangnya buku itu kan berat, masih membayangkan bila nanti saya back for good nanti, pasti ribet bawa pulangnya. Bila nggak mikir itu pasti sudah lebih banyak lagi yang saya beli. Beberapa buku sudah saya bawa ke Indo saat  pulang untuk riset beberapa saat lalu. Bahkan beberapa buku cerita anak tersebut saya kasih sebagai oleh-oleh untuk sahabat saya yang punya anak kecil.
Bila ditanya alasan kenapa suka beli buku cerita anak selalu membuat saya blushing-blushing, makanya bila ditanya saya lebih sering senyum-senyum saja. Pertama, saya punya keinginan untuk mendongeng atau membacakan cerita anak pada anak saya kelak #uhuk..beneran hihiihi..karena bagi saya itu sesuatu hal yang sangat menyenangkan. Mendongeng atau membacakan cerita sebelum anak tidur, iya sungguh saya ingin melakukannya suatu saat. *kalau sekarang anak siapa yang mau saya jadikan percobaan? Wakakak ;p
Mungkin karena pengalaman kecil saya, bahwa saya tumbuh dengan dongeng. Dulu hampir menjelang tidur, saya selalu didongengi. Bahkan nggak mau tidur sebelum didongengi, tapi parahnya kadang terlelap duluan sebelum dongengnya selesai ahaha. *maksudnya itu sebenarnya membawa dongeng ke alam mimpi hihi #alesan.
Dulu saat saya kecil, mbah kakung saya (dari garis ibu) dan bapak saya yang rajin mendongeng sebelum saya tidur. Tapi tentu saja tanpa buku-buku bergambar keren seperti jaman sekarang. Dongengnya hanya dengan kata-kata, seperti bercerita, benar-benar mendongeng, story telling. Ceritanya juga sebenarnya tak banyak bervariasi, sampai hapal mendengarnya, tapi anehnya saya pengen didongengi terus sebelum saya tidur. Bapak saya ahli mendongeng, saya versi kecil selalu bisa membayangkan dan berimajinasi cerita yang didongengkan bapak. Dari cerita cindelaras, cerita perwayangan atau kancil nyolong timun dan si kura-kura yang balapan lari. Mungkin karena pengalaman kecil itu pulalah yang membuat saya ingin melakukan itu pula pada anak saya kelak.
Setelah menginjak SD, saya mulai hobi membaca. Membaca apa saja yang ada di perpus sekolah, duduk di sudut membaca sampai jam istirahat selesai. Saya berasal dari keluarga di desa yang biasa saja, hingga belum bisa membeli majalah anak-anak semacam Bobo waktu itu. Dulu saya sangat antusias bila diajak bapak berkunjung ke tempat saudara saya yang berlangganan majalah bobo. Setibanya saya di sana, pasti ke ruang tengah dan meminjam Bobo, asik duduk membaca sampai bapak saya pamitan pulang hihi. Bahkan saya menikmati, kala desa saya banjir (dulu desa saya dilanda banjir rutin hampir setiap tahun) dan harus mengungsi ke rumah budhe, karena saya bisa membaca majalah bobo puas-puas ahaha.
Setelah saya pikir, mungkin itulah yang memicu kebiasaan saya sekarang untuk mengoleksi buku cerita anak-anak. Setidaknya sekarang saya mempunyai penghasilan cukup untuk membeli buku anak-anak. Mungkin berasal dari benih ketidakmampuan keluarga saya dahulu untuk membeli buku anak-anak, maka saya menikmati mengoleksinya sekarang, bahkan masih menikmati membacainya. Sekalian belajar bahasa inggris dengan cara yang menyenangkan.
Hal sederhana ini menyadarkan saya, bahwa kita sekarang pastilah kumpulan dari fragmen-fragmen kejadian di masa lalu kita masing-masing. Kita kaya, kaya akan cerita dan kisah. Simpan sebagai kekayaan hidup, dan sebagai bekal menjalani hari ini dan menatapi esok.
Mungkin kalian juga punya atau mengalami hal seperti ini namun tak kalian sadari? Mungkin saatnya kalian sedikit mencermati.
Selamat pagi!

Glasgow seusai subuh yang masih saja basah oleh gerimis, 26 July 2013. 4.30 am.