“Kayaknya aku harus ke
psikolog lagi deh,” kata sahabat saya. Kalimat “ ke psikolog” mungkin bagi
sebagian orang terdengar mengerikan, seperti sakit jiwakah?
Padahal tak semengerikan itu. Mungkin
memang awareness masyarakat kita terhadap kesehatan mental masih belum begitu
baik. “Sehat” seringkali hanya dimaknai oleh sehat raga saja, namun melupakan
kesehatan jiwa. Padahal kesehatan jiwa tak kalah pentingnya, kadangkala pula
kesehatan raga pun dipengaruhi oleh kesehatan jiwa kita.
Sepanjang perjalanan hidup saya,
saya pernah menjumpai dua kasus ekstrim teman yang menurut saya kesulitan mengenali dan menerima dirinya sendiri. Satu kali saat kuliah S1 dulu dan yang satu lagi saat ada
di dunia kerja, dan dua-duanya bisa dibilang dekat dengan saya (dahulu). Ada
persamaan kasus di antara dua teman saya tadi, yakni dua-duanya menciptakan
dunianya yang dikarangnya sendiri sedemikian rupa sehingga orang-orang
disekitarnya percaya bahwa itu adalah realita. Bahkan mungkin dia meyakinkan
dirinya sendiri kalau cerita dan kondisi yang dikarangnya adalah benar adanya.
Saya dan teman-temannya lainnya
dengan polosnya meyakini bahwa apa yang diceritakannya mengenai diri teman saya
itu adalah benar. Selama beberapa tahun lamanya. Dan yang membuat saya kaget
adalah ketika pada akhirnya mengetahui bahwa semua itu adalah cerita karangan
saja. Gila, gimana bisa? Pikir saya. Tapi that’s is it. It happened.
Dan pernah saya juga mendengar cerita
dari sahabat saya kalau ada temannya yang “kekeh” banget meyakinkan semua orang bahwa saat ini dia
sedang tinggal di Paris. Baik posting-posting-nya, foto-foto yang diunggahnya,
ataupun cerita saat ngobrol. Dan sahabat saya itu tahu kalau sahabatnya itu
nggak lagi tinggal di Paris.
Phew, look. Itu menurut saya sih
kasus-kasus ekstrim sih bagaimana manusia-manusia kesulitan menerima dan mengenali diri mereka sendiri. Tapi dalam rate yang sedang-sedang, mungkin kita
sering mendengar kalimat,
“Apa
sih sebenarnya yang aku mau?”
“
Aku nggak tahu maunya diriku sendiri itu kayak apa,”
Pernah mendengar kalimat-kalimat
tersebut? Atau bahkan pernah mengalaminya?
Banyak manusia melupakan
memperhatikan seseorang di dalam dirinya sendiri. Mungkin ada yang terlalu
sibuk dengan dunia di luar dirinya.
“Mungkin
selama ini kamu lebih tertarik dengan hal-hal menarik dan keren di luar, tapi
lupa mencari hal-hal yang keren dan menarik yang ada pada dirimu,” bincangku
dengan sahabat saya suatu kala. Dia terkekeh mendengarnya.
Saya juga seringkali alpa. Alpa membincangi
diri saya yang terus berubah seiring kala. Kadang-kadang ada laju perubahan
yang saya harus kerja keras untuk mengenalinya.
Kadangkala saya menjumpai sisi diri
yang “tidak saya kenali” sebelumnya. Ada emosi-emosi rasa yang sebelumnya belum
pernah saya rasai. Diri terus berubah dengan pemikiran dan perasaan seiring
dengan laju perjalanan hidup yang dilewati. Kadangkala relationship banyak
mengubah seseorang, ataupun pengalaman hidup, trauma, depresi, buku-buku yang
dibaca, sahabat. Ada banyak hal dalam perjalanan yang memapar manusia tiap
detiknya.
Seberapa baik engkau kenali dirimu
sendiri?
Mungkin pada akhirnya, perjalanan ini
adalah tentang bagaimana kita mengenali diri kita sendiri. Jangan terhenti
berbincang.
Membincangi dirimu. Dirimu sendiri.
Salam.