Minggu, 31 Desember 2017

Catatan di Antara Sesapan Teh Tarik


Senja di Merlion Park, Singapore


            “Hidupmu enak banget ya mbak, jalan-jalan keliling dunia terus”, begitu ada DM yang masuk via instagram. Ada beberapa DM yang bernada demikian. Trus saya jawab apa?
      “ Hehe..soalnya pas lagi kerjanya nggak diupload”, simpel sih jawaban saya. Ya memang demikian.
Memang IG saya kebanyakan isinya foto jalan-jalan. Kebetulan saya suka jalan-jalan, suka fotografi, dan difoto. Well, Instagram merupakan platform sosial media yang memang isinya foto-foto plus caption kan. Dan tiap orang punya preferensi masing-masing sisi mana yang ditampilkan ke publik sih. Publik? Iyalah, sosial media itu kan bisa dilihat semua orang. Dan saya memilih untuk tidak terlalu ngepost banyak tentang personal di foto ataupun caption, tapi lebih banyak foto hasil jepretan saya ataupun foto jalan-jalan saya. Jadinya ya kesannya saya jalan-jalan mulu. Padahal ya iyaaa waks hahah!
Enggaklah, sebagian besar waktu saya tahun ini justru untuk kerja dan kerja. Tahun 2017 ini saya terlalu banyak kerja, makanya saya lebih banyak liburan hehe..

Tahun ini saya ngajar lumayan banyak, ngehandle beberapa projek penelitian, jadi ketua penyelenggara konferens internasional dan lain-lainnya. Makanya saya berpikir, I deserved more holidays! Hihih..iya dong, harus work hard, travel often!..karena hidup juga butuh keseimbangan, kerja terus juga banyak stressnya jadi perlu liburan untuk meredakan penat. Walaupun dalam beberapa kasus, liburan pun tetap saja dicolek colek kerjaan ahaha..eh tapi tetep aja mendingan yaa..
Highlight liburan tahun ini yang paling berkesan ya kembali ke Glasgow dan Malaysia-Singapura trip minggu lalu. Sayang ya, saya jarang nulis-nulis cerita perjalanannya padahal banyak bahan yang bisa ditulis hehe..*itu karena kebanyakan kerja! –nyalahin kerjaan ehehe-

Kenapa sih saya lebih memilih jalan-jalan sebagai “hadiah bagi diri sendiri”? karena aji mumpung ehehe. Mumpung masih bisa kemana-mana relatif mudah. Saya sadar banget hal tersebut, jadinya memang saya lebih memilih jalan-jalan sebagai kompensasi kerja keras saya. Mumpung belum banyak pertimbangan heheh..I mean, kalau sudah berkeluarga pertimbangan utamanya pasti bermacam-macam. Saya nggak bilang, kalau berkeluarga bakal menghambat mobilitas dan kegiatan lho, cuma kan memang normalnya ada beberapa hal yang membatasi. Contoh simpelnya, kalau liburan keluarga nggak bisa liburan versi backpackeran dengan budjet serba terbatas kan? Karena ada beberapa yang harus dipertimbangkan.

Nah kalau sekarang, asal ada duit walau terbatas, waktu dan teman jalan, bisa aja tuh random tiba-tiba jalan-jalan bahkan road trip 6 hari berturut turut kayak kemarin di Malaysia-Singapura. Masih bisa road trip hanya berbekal tas punggung, dan nginep di hotel backpacker.
Makanya saya bilang aji mumpung ehehe..lha daripada posting posting galau nggak jelas, mendingan produktif kerja dan liburan. Memaksimalkan potensi, waktu serta kesempatan yang ada..
Lha kalau dikomentari “hidupmu kok enak banget mbak, jalan-jalan terus”
Ya Alhamdulillah ehehe..
Ya kalau mau fokus pada kekurangan, misalnya saja yang selalu dilihat pada orang ada pada diri saya yakni belum berkeluarga, trus saya jadi nelongso terus ya rugi sendiri toh..
Tuhan sudah kasih banyak banget berkah, rejeki dan kemurahan di banyak sisi dalam hidup saya.


Sembari menyesap teh tarik yang saya beli di Melaka, mari menyongsong pergantian tahun dengan semangat baru, untuk banyak karya dan kerja nyata.***


 

Jumat, 27 Januari 2017

Balada Ira Koesno dan Perempuan Lajang





“Owh ternyata si mbak moderatornya masih single toh?” mungkin komentar ini dan disusul komentar-komentar lain, banyak kita dengar dan sempat menjadi trending topik di sosial media setelah debat pertama pilkada DKI Jakarta.  Si mbak Ira Koesno, moderator debat pilkada DKI tahap pertama kemarin memang mencuri perhatian. Tampil cantik, cerdas dan tegas, penonton banyak yang tidak tahu kalau si mbaknya ini usianya sudah 47 tahun. Lalu banyaklah komentar bahkan meme-meme yang berhamburan,
            “What! 47 tahun masih kinclong begitu?”
Saya juga takjub melihat si mbak ira yang masih terlihat cantik, dan sangat terjaga penampilannya di usia yang tak lagi dibilang muda.
            “Lha pantes lah lha wong belum nikah, belum turun mesin,” begitu beberapa komentar lain juga terdengar.
Eaalah belum nikah kemudian dibawa-bawa. Lihat itu lho sofia latjuba, dian sastro..yang sudah punya beberapa anak juga masih nampak mempesona kan?
Okelah, kalau komentar-komentar seperti di atas masih wajar. Namun sedih juga kalau denger/baca komentar-komentar bullying gara-gara status mbak ira yang masih melajang di usia yang sudah tak lagi muda. Seperti yang ada di post di FB berikut :


Kadang bikin geleng-geleng kepala baca-baca komentarnya. Tapi memang begitulah adanya. Saya bisa bilang kalau fenomena tersebut memang terjadi di Indo.
            "Perempuan itu belum dibilang sukses dan bahagia kalau belum nikah dan punya anak"
Hihihi..seriusan, stigma ini kental banget di masyarakat Indonesia. Jadi dengan sebegitu kerennya prestasi mbak ira koesno, ada aja yang dinyinyirin..."ah, buat apa cantik pinter kalau belum juga laku?" humm sedih sih dengernya.

Baca-baca tentang apa yang dialami mbak ira ini, jadi kerasa diri sendiri juga sih #eaaa. Sejak pulang, saya sudah bersiap diri sih bakal dinyinyirin orang ahah..walaupun siapalah saya dibanding Mbak Ira koesno, satu-satunya kesamaan hanyalah kesamaan status saja wkwk. Dan ternyata setahun ini, memang kudu siap mental, kuping dan hati untuk tetap waras, sehat, dan bahagia dengan segala macam tekanan-tekanan seperti itu hihi. Saya sudah merasakan kejamnya lidah-lidah tak bertulang ahahah, 
         " Owh, cuma tinggal beberapa tahun aja tuh untuk bisa punya anaknya," gitu dong bilang seseorang di depan muka pas ulang tahun tahun lalu. Hahah sabaar sabaar..
Yang saya perhatikan tuh, beberapa orang merasa perlu "menjatuhkan" orang lain untuk membuat diri mereka feels good.  
              " Belum jadi nyonya ya belum lengkap," begitu sih sering saya denger. 
Dan berbagai komentar-komentar lainnya, mulai dari yang halus, sedang ataupun halus tapi sadisss. Jadi saya kerasa banget kalau ada stigma "perempuan tuh belum sukses dan bahagia kalau belum menikah dan punya anak" di masyarakat indo. Setinggi apapun pendidikanmu, sekeren apapun prestasimu, kalau kamu masih lajang...kamu tuh belum sukses, belum bahagiaa saudaraaaa. Begitu labelnya..
Halo barisan perempuan kece yang belum nikah, bener nggak yang saya bilang? eheheh..iya kok, saya lihat kalian ngangguk ngangguk ;p

Kadang-kadang kesel, baper wajarlah kalau harus menghadapi komentar-komentar semacam itu. Belum lagi yang ngejudge-ngejudge sok tahu,
             "Karir mulu sih yang dipikirin"
Ini sih judgement paling favorit yang sering banget didengar. Beberapa teman, sahabat yang belum menikah dan merasakan hal yang sama juga sering curhat mengalami hal seperti ini, dijudge kalau carier-minded woman. 
Padahal tuh, coba deh ditelaah..dengan masih adanya waktu yang lebih banyak dibanding perempuan yang sudah menikah, apalagi punya anak, maka perempuan lajang memang terlihat fokus ke karir, lha belum ada yang wajib diurus. Kalau saya sih, mumpung masing banyak waktu memang memaksimalkan potensi untuk mencobai hal-hal yang saya sukai, pergi ke tempat-tempat yang belum saya kunjungi. Ya mumpung gitu lho, masih banyak waktu dan lebih bebas..bukan karena gila kerja. Dari beberapa ngobrol dengan rekan yang senasib, ternyata konklusinya hampir sama, mereka memaksimalkan fokus perhatian dan energi mereka ke karir karena memang belum punya keluarga yang mengharuskan mereka berbagi waktu dan energi. 

"Kamu sih pilih-pilih, sudahlah nggak ada orang yang sempurna" 
eh eh..sering nggak denger kalimat ini..hehe seems familiar ya?. Terus siapa pula yang nyari orang yang sempurna? lha memang enggak ada orang yang sempurna kan. Kalau soal pilih-pilih, lha jelas dong milih..masa memilih pasangan hidup enggak milih?

"Jangan sekolah ketinggian, nanti lelaki pada takut mendekat" 
Ini juga sering didengar kan? terus perempuan nggak boleh sekolah tinggi-tinggi gitu? enggak begitulah. Perempuan itu nantinya kalau diberi amanah, akan jadi madrasah pertama anak-anaknya, jadi harus banyak ilmunya. Perempuan dengan pendidikan yang tinggi, atau wanita karir katanya seringkali dibilang "mengancam" ego laki-laki yang memang alamiahnya itu superior. 

Mungkin ada banyak laki-laki yang merasa ego-nya terancam dengan perempuan yang pendidikannya lebih tinggi, karir-nya oke dll. Tapi ada lho laki-laki spesial yang tidak merasa "terancam" dengan hal tersebut, justru merupakan her biggest supporter untuk meraih impian-impian si perempuan, dan juga "impian mereka bersama". Jadi menurut saya, nggak ada yang salah dengan pendidikan tinggi perempuan, karir dll asalkan bisa menempatkan diri bahwa memang laki-laki itu alamiahnya adalah imam bagi si perempuan. Saya banyak melihat pasangan-pasangan yang "saling" membaikkan, meninggikan. Suka banget lihat pasangan-pasangan yang demikian. Jadi nggak usah risau dibilang standarnya ketinggian lah, itulah..inilah..dan begitulah, risiko hidup di Indonesia yang memang kebiasaan hobi kepo urusan orang lain hihih..ingatlah kalimat di bawah ini deh :

Oh yes, you need a man with bigger hands!
Ada sih rasa nggak fair, bahwa seringkali pencapaian-pencapaian hasil kerja kerasnya "nggak dianggap", nggak ada apa-apanya dibanding "pencapaian" perempuan yang sudah menikah, apalagi yang sudah punya anak.  Itu sih yang dirasakan banget, kadang nyesek ahay. Makanya konsep kesuksesan itu apa, kebahagiaan itu apa, dan pencapaian itu apa, bagi diri sendiri itu penting banget untuk menghadapi badai nyinyiran ahaha.
Kalau masih direndahkan gara-gara belum menikah, ya monggo. Kalau dianggap belum sukses dan belum bahagia gara gara belum menikah ya silahkan. Toh kita (eh saya ding, kok ngajak-ngajak pakai kita) punya konsep sendiri tentang kesuksesan, kebahagiaan..harusnya nggak ngaruh dong dinyinyiran orang gimana. Iya sih, tapi manusiawi lah kalau kadang kadang kezeeeell #curhat haha. Eh ada lho artikel yang menyoal fenomena itu, yang judulnya "Marriage is not an accomplishment" di link ini.

" It’s time for society as a whole to re-evaluate what aspect of women’s lives we put the most value on. “

Weh, ternyata ada juga yaah yang merasakan hal yang sama, bahkan yang menulis artikel ini dari luar negeri, kirain cuma di Indo saja yang hobi nyinyiran.


Memang tidak mudah sih menghadapi tekanan sana sini, peer pressure..society pressure apalagi kalau sudah family pressure. Kudu banyak sabarnya ya teman-teman. Yang penting memaksimalkan potensi dan waktu untuk melakukan hal-hal yang positif. We have our own choice! Kita tidak menikah karena tuntutan sosial, tapi karena ingin bersama seseorang yang "compatible" untuk bersama-sama mengisi hidup dengan banyak karya, bahagia dan cinta (eh kok kita..sayaa ;p). 

Yuk ah, daripada energi habis buat orang yang nyinyir, lebih oke produktif melakukan banyak hal yang positif :)

Minggu, 22 Januari 2017

Serunya Kelas Inpirasi Purwokerto






Semenjak masih di Glasgow, saya sudah berencana untuk ikut kelas inspirasi sekembalinya saya ke Indonesia. Pada dasarnya saya memang excited banget dengan kegiatan-kegiatan semacam ini. Eh, apaan sih kelas inpirasi itu? Nah bagi yang belum familiar, kelas inspirasi itu semacam kegiatan mengajar sehari di suatu SD yang isinya memperkenalkan profesi kita ke anak-anak SD. Menurut saya sih kegiatan ini oke dan inspiratif banget. Saya adalah salah satu anak Indonesia yang masa kecil sangat kurang referensi profesi yang layak dijadikan cita-cita. Inget banget pada saat kecil, tahunya profesi itu ya guru, dokter, pilot, dan pegawai pabrik. Soalnya di desa saya semenjak dulu, setelah selesai tamat SMP atau paling tinggi SMK, pemuda pemudinya kebanyakan ke kota jadi buruh pabrik. Mana ngerti ada pekerjaan lain yang keren-keren? Akses informasi sempit, contoh-contoh di lingkungan sekitar juga sedikit.

Keluarga besar saya sebagian besar adalah guru, dari guru SD sampai guru SMA. Kayaknya dulu tuh saya pengennya jadi yang lebih keren dari guru, mungkin itulah sekarang saya jadi dosen, soalnya nggak tau pilihan lain mau jadi apa. Nah, berdasar latar belakang itulah saya tuh semangat banget ikut kelas inspirasi. Pengen banget ambil bagian dalam memperkenalkan profesi-profesi yang bisa dijadikan referensi pilihan anak-anak kelak.
Berawal dari search kelas inspirasi purwokerto, dan akhirnya nemu IG nya KI purwokerto akhirnya saya mendaftar jadi relawan pengajar dan alhamdulillah lolos seleksi. Pada saat pembagian kelompok, saya cukup kaget mengetahui bahwa ternyata hampir 80% relawan pengajarnya itu berasal dari luar kota. Jakarta, bekasi, jogya, Semarang, tegal dan banyak kota-kota lainnya. Wuih mau ya mereka jauh-jauh ke Purwokerto untuk kelas inspirasi. Dan nggak dibayar lho, full sukarela dan sukahati.

Hampir semua persiapan dilakukan via group wa, mulai dari diskusi perlengkapan transportasi dll. Mungkin karena saya yang tinggal di Purwokerto, makanya saya ditunjuk sebagai koordinator *atau karena saya yang cukup senior (baca = tua) dibandingkan bocah-bocah mudah lainnya haha. Kelompok kami mendapat lokasi di SDN 1 Tambaknegara, Rawalo, Banyumas. Lokasinya cukup jauh, sekitar 45 menit dari Purwokerto tapi syukurnya akses jalannya gampang. Kelompok kami awalnya beranggotakan 14 relawan pengajar dan 3 relawan fotografer dan videografer, namunya sayangnya beberapa orang mengundurkan diri karena ada yang cutinya nggak diapprove, ada orang tuanya yang sakit serta menjelang hari H eh pesawatnya disuruh extend di Madinah, jadi salah satu relawan kelompok kami yang berprofesi sebagai pilot tidak bisa kembali ke Indonesia untuk mengisi kelas inspirasi.

Acara kelas inspirasi dimulai dengan ikut upacara bendera hari senin, ih berasa lamaa gitu nggak ikut upacara hehe. Selanjutnya saya sebagai koordinator kelompok bertugas memperkenalkan pasukan relawan satu-per satu.


 Nah itu saat perkenalan si windy, sang fashion designer,
"Pekerjaan kakak tuh yang suka bikin-bikin baju lho adek-adek, Apa coba yang biasanya bikin-bikin bajuuu?" tanya windy ke anak-anak
"Penjahittttt" jawab anak-anak kompak.. ahaha nggak salah juga sih.

Setelah perkenalan dan ramah tamah sebentar dengan kepala sekolah dan guru guru kami masuk ke kelas sesuai jadwal masing-masing. Pada hari itu, rata-rata kami kebagian jatah 4 kelas sampai jam 11 siang. Kebetulan saya kebagian kelas 5A, 5B, 3B dan kelas 1. Sesuai perkiraan semula sih, ngajar anak SD ituuuuu susah-susah seru ahaha, beda banget sama ngajar mahasiswa yang udah gede-gede. Kalau ngajar kelas 3 dan kelas 5 masih okelah, mereka masih bisa nyimak dan berinteraksi dengan baik. Tapiiii..ngajar kelas 1 SD itu...lelaaaahh ehehe, apalagi kelas 1 A dan kelas 1 B disatukan dalam 1 ruangan, makin nggak kondusiflah suasana. Harus pakai teriak teriak biar suaranya kedengaran di tengah riuh rendah mereka, ada yang rebutan ada yang lari larian ahaha ya ampuuun jadi guru SD itu kudu sabar banget yaa, salut lah saya sama guru SD. Dibagiin kertas warna warna untuk nulis cita-cita aja rebutan warna,
         "Kak siwi, aku mau yang pink...aku mau yang biruu" trus pada rebutan wkwkwk hayati lelah, abang :)
Tapi seru sih..dan jadi bersyukur saya ngajarnya bocah bocah gede, bayangkan bagaimana upaya guru SD terutama yang kelas 1 atau kelas 2 untuk jaga mood tiap hari? 
Selain seru, lelahnya juga luar biasaaaa..soalnya harus cari cara agar bikin mereka tertarik, kalau enggak..meleng sedikit mereka sudah ribut sendiri. Yang paling bikin mereka tertarik sih saat saya cerita pengalaman saya di luar negeri,
         "kak siwi udah pernah lho ke stadionnya MU di Manchester dua kali," trus saya bisa melihat mata-mata mereka takjub.
Mereka juga excited banget saat diliatin video saat turun salju di Glasgow. sampai naik-naik ke meja.

 
" Waa salju itu dinginnya kayak apa sih kak siwi?"
"Kalau ke sana lagi ajakin aku dong kak"

Celoteh mereka lucu-lucu. Alhamdulillah kegiatan berjalan dengan lancar dan sukses. Satu lagi sih yang menarik dari kegiatan ini, yakni ketemu sesama relawan yg inspiratif. Kita bakal ketemu temen-teman berbagai profesi dan saling tukar pengalaman. Di kelompok saya ada berbagai macam profesi seperti auditor, faship designer, apoteker, social worker, supervisor purchasing, arsitek, perawat, make up artist, freelance designer dll. Semuanya gokil, keren dan seru. Beruntung pokoknya kenal dengan mereka semua. 

Jadi ikut kelas inpirasi tuh memberikan inspirasi sekaligus terinspirasi. Nagih beneran, pantesan menurut cerita temen-temen, mereka tuh sering ikut kelas inspirasi di berbagai kota.
" Hari-hari biasa itu kerja buat nyari duit, kalau ikut kelas inspirasi tuh buat ibadah" kata si Sari.
Heheh bener juga sih.

Semoga diberikan kesempatan untuk ikut KI-KI di kota-kota lainnya. Dan mari isi waktu dengan kegiatan positif kontributif.

Salam inspirasi






 

Kamis, 19 Januari 2017

Hellow 2017 !




Lama sekali rasanya tidak menulis di blog ini. Kenapa sih nggak nulis sekian lama? Nggak ada waktukah? Bohonglah saya kalau bilang tidak ada waktu. Orang akan mencari waktu untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya. Humm..mungkin Tahun 2016 saya sedang ingin rehat menulis eheh. Dan tak terasa kini sudah menginjak Tahun 2017 yaa. Hallooh 2017 *dada dadaa...ehehe udah telat juga sih, udah sampai Tanggal 20an baru hai hai..
Ada nggak ya yang kangen tulisan saya setelah sekian lama rehat? Hayo ngakuuu hihih..

**Kilas Balik 2016
Tahun lalu saya anggap sebagai tahun adaptasi. Pulang kembali ke Indonesia di akhir Januari 2016 membawa banyak sekali perubahan pada hidup saya. Setelah 4 tahunan hidup di Glasgow, kemudian kembali pulang ke Indonesia. Memang bener sih kata beberapa temen, struggle-nya adaptasi itu bukan pas pertama datang ke Glasgow, tapi justru pada saat pulang kembali hidup di Indonesia. Bahkan sampai saat ini pun saya masih berasa hidup di dua tempat, masih punya dua waktu yang berbeda. Seriusan.

Tapi fase adaptasi tahun lalu sebenarnya berjalan dengan baik. Diawali dengan hecticnya pindahan ke rumah sendiri, kemudian mulai lagi dengan ritme akademik kampus dengan segala pernak perniknya. Tapi bulan berikutnya keadaan sudah makin tenang. Dan decoupage nampaknya begitu mewarnai Tahun 2016 saya. Dimulai dengan workshop iseng di sekitar Bulan Februari kemudian tidak sengaja pada akhirnya menjadi bisnis sampingan yang sampai sekarang saya jalani. Mengerjakan pesanan-pesanan setelah seharian kerja di kampus memang menyita waktu saya. Memang sih, rasanya tahun lalu saya kerjanya agak jor-joran. Motif sebenarnya adalah biar nggak banyak waktu diemnya, soalnya kalau banyak waktu luang bawaannya mellow-mellow kangen Glasgow.

Beneran lho, saya memang berencana pengen banget balik ke sana lagi, sebentar saja. Paling 2 mingguan. Itu yang saya upayakan selama Tahun 2016 lalu, bahkan udah hampir beli tiket dan tanya-tanya agen visa UK.  Salah satu penghambat untuk balik ke Glasgow lagi pastinya aplikasi visa UK yang butuh tabungan di rekening yang tidak sedikit. Namun pada akhirnya persis di akhir Tahun 2016 saya mengalihkan tabungan untuk tiket ke Glasgow untuk keperluan investasi. Nampaknya saya harus lebih ikhlas untuk belum bisa ke Glasgow dalam waktu dekat. Saya percaya, bahwa saya akan ke sana pada waktu yang tepat menurutNya. 
Ijazah S3, 2 publikasi jurnal internasional kategori Q1 menjadi salah satu highlight  pencapaian saya di Tahun 2016. Tawaran menjadi reviewer beberapa jurnal ilmiah juga menghampiri, menjadikan tahun lalu memang lumayan syibuukk. Overall Tahun 2016 lumayanlaaah..cuma prestasi ngeblognya jeblok ahaha. Okelah kita perbaiki agar bagaimana bisa membagi waktu untuk bisa aktif lagi di blog ini.
Kadang-kadang bingung mau nulis apa sih..begitu mau nulis, mesti satu-satunya yang muncul di hati dan pikiran cuma kangen Glasgow, trus ga jadi nulis. Itu sih sebenarnya yang terjadi pada Tahun 2016 hahah..

Rasanya pas di sana tuh, gampang aja nyari tema. Pas balik ke sini, mau nulis apa..blank. Ada sebuah artikel yang saya baca, yang bilang bahwa manusia suatu saat mengalami “saat-saat terbaik” dalam hidupnya, nah..manusia tuh bukan hanya seringkali membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain tapi juga membandingkan hidup saat ini dengan hidup pada saat-saat terbaik dalam hidup. Iya sih itu bener banget..Hidup saya di Glasgow adalah salah satu bagian terbaik dari hidup saya. Dan kini saya sudah tidak “berada di masa-masa terbaik itu”.
Itu sih analisa ngawur saya hihi, padahal hidup saya sekembalinya dari Glasgow juga baik baik saja. Happy? Iyalaah bahagiaaa..masa enggak..Happy mana dibanding pas di Glasgow? Tet tooot..haha

** Hi, 2017
Tahun baru, energi baru, rencana-rencana baru. Semoga sih tahun ini akan semakin banyak karya-karya nyata, kontribusi positif, kegiatan-kegiatan super keceh dan momen momen bahagia yang tercipta. Dan semoga yaa, blog ini jadi hangat kembali dengan celotehan tulisan-tulisan saya. Hihih..semoga menjadi tahun yang membahagiakan dan membaikkan!
Salam semangatttts