Sabtu, 21 Februari 2009

Dialek Banyumasan, Bahasa yang Terpinggirkan


“ Pak, nggolet kerja nganah, kae lho anakmu loro wis njaluk duit (pak, cari kerja sana, itu lho dua anakmu sudah minta uang)”. Sepenggal dialog Simbok Fany yang tengah menggerutu pada suaminya Pak Dono Mbagongi.
Yap, salah satu dialog dalam sandiwara kelas A yang dipentaskan pada malam inaugurasi Prajab Golongan III minggu lalu di Semarang. Nampak kontras benar bahasa suami istri tersebut, dimana Pak Dono dengan logat Solo, ditimpali sang istri yang berdialek Banyumasan. Namun perpaduannya ternyata menyuguhkan sebuah tontonan yang apik.
Dialek Banyumasan, dalam realitanya sekarang ini menjadi bahasa yang terpinggirkan. Sudah semakin jarang orang asli Banyumas dan sekitarnya yang memakai bahasa tersebut, bahkan cenderung malu. Kenapa? hal ini muncul karena stigma katrok, ndesoni, dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja berbeda keadaannya dengan bahasa jawa versi Yogya, Solo, atau bahkan Semarang yang cenderung lebih halus.
Bahasa yang terpinggirkan, bisa disebut demikian karena bahasa ngapak-ngapak ini mulai dijauhi komunitasnya sendiri, mungkin hanya orang-orang tua setempat yang masih menggunakan bahasa ini. Anak-anak muda yang telah merantau ke kota besar, biasanya pulang mudik lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia, ataupun bahasa gaul dengan "loe, gue-nya".
Dialek Banyumasan mempunyai kosakata sendiri yang lain dari bahasa jawa pada umumnya, logat dan aksen pengucapannya cenderung dengan nada tinggi hingga kadang terdengar “pletak pletok”di telinga.
Saya kira ibu-ibu tadi itu marah-marah sama saya, wi”. Ungkap seorang sahabat sekuliahan asal Klaten dulu saat pertama kali mendengar bahasa jawa versi Banyumasan yang cepat dan bernada tinggi. Aku tersenyum, maklum.
Bagaimanapun juga, dialek Banyumasan tetaplah kekayaaan budaya yang kita miliki. Dimana setiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri yang menunjukkan betapa kaya rayanya ibu pertiwi akan khasanah budayanya.
Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.

Nih, beberapa bedanya..

Banten Utara

Cirebonan & Dermayon

Banyumasan & Tegalan

Jawa Standar

Indonesia

kita

kita/reang/ingsun/isun

inyong

aku

aku/saya

sire

sira

koen/rika

kowe

kamu

pisan

pisan

banget

tenan

sangat

keprimen

kepriben/kepriwe

keprimen/kepriben/kepriwe

piye/kepriye

bagaimana



Keacuhan anak muda sekarang yang lebih cenderung untuk menggunakan bahasa Indonesia memang sudah banyak diperhatikan oleh para budayawan Banyumas. Kecemasan akan kepunahan bahasa ngapak-ngapak ini memang tidak berlebihan, hingga budayawan Banyumas Ahmad tohari, M Koderi, Fajar P menyusun kamus Banyumasan. Tentu saja sangat disayangkan bila bahasa dialek Banyumasan ini tergerus kemajuan zaman.
Sebenarnya, akupun yang berasal dari daerah sekitar Banyumasan, pun mengalami kecenderungan yang sama, dimana dalam keseharian telah berganti menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama. Ihhihi..tuh kan, tertohok oleh tulisan sendiri.
Akupun masih tetap mempunyai subjektivitas pribadi dimana lebih merasa "teduh" dengan bahasa jawa versi Jogya, solo dan sekitarnya. Maklum saja dua tahun tinggal di tanah Jogya menyebabkan rasa memiliki tersendiri akan kota yang selalu memanggilku untuk kembali itu.
Dan resep dari dulu masih sama, bila dinyanyikan tembang jawa, apalagi "yen ing tawang ono lintang cah ayu..."ehehehe..langsung sembuh deh segala sakit penyakit ekekekek..
Posting ini sekaligus menyadarkan diri, bahwa penting juga untuk nguri-uri khasanah bahasa daerah.
hayoo..cah-cah banyumas dan sekitarnya..jangan malu pakai bahasa ngapak-ngapak. Mungkin saja terdengar eksotis di sebagian telinga orang ahahaha.

Rabu, 18 Februari 2009

Pembelajaran Berulang

Pembelajaran Berulang

Beberapa waktu lalu, rupa-rupanya shout posting di facebookku menyebabkan beberapa sahabat bertanya-tanya.

Siwi Mars Wijayanti: tengah bertanya pada Tuhan, mengapa harus menghadapi hal begini lagi sih??

Ada banyak yang merespon, bahkan sampai ke hal fundamental. “Jeng, kok nanya sama Tuhan bahasanya begitu?”

Ehehe..maaf, kupikir Tuhan akan menyukai bila kita merasa dekat, dan aku suka bertanya dengan bahasaku, apa saja. Semoga tidak salah.

Saat itu aku bertanya, sebenarnya apa lagi ingin Kau mau aku mengerti, dengan memberiku pembelajaran berulang. Menghadapi kasus yang sama, agak lebih parah sedikit. Untuk kesekian kalinya. Itulah mengapa sampai terlontar “Apa lagi sih di balik ini semua?”. Tuhan memberikan kejadian-kejadian pada diri kita pastilah ada makna di balik semuanya. Ia ingin kita mengerti akan hal-hal yang Ia maksudkan. Dan mengapa harus berulang-ulang?

Ada satu celetukan seorang sahabat yang menanggapinya saat aku bercerita sambil makan siang di sudut-sudut kota Purwokerto.

“Sudah berasa tau banyak, bu?”

Hek…sederhana, nadanya pun biasa, tidak terkesan menyindir apalagi menghakimi. Aku tersenyum.

Aku sama sekali tidak merasa tahu banyak, hanya saja sedikit merasa “ufff kenapa lagi-lagi harus terjatuh pada hal yang sama, yang nggak banget, bukan aku banget”. Begitulah, heran mengapa Tuhan kembali memilihkan kejadian begini lagi. Pasti Ia ingin menyampaikan sesuatu padaku, yang belum jua aku mengerti.

Ribet ya mendengarku?ehehe..

Aku tahu dan ingat sekali kata-kata yang pernah kubaca di 7 habits, “Tak ada seorangpun dapat menyakitimu tanpa kau izinkan”. That’s absolutely right, I agree with that!

Bila orang lain berbuat tidak menyenangkan padamu, itu bukan serta merta ia bisa menyakitimu, kau merasa tersakiti atau tidak, itu tergantung dirimu sendiri. Kau bisa memilih untuk tidak ambil pusing, memilih untuk memaafkan, memilih untuk tidak peduli, memilih untuk bersikap biasa saja. Oh, sungguh banyak pilihan sikap kita pada semua keadaan yang terjadi dalam hidup, bukan?

Bila kini, merasa agak “tergores-gores” pun karena aku mengijinkan keadaan membuatku sedikit “jatuh”. Tapi tidak kuijinkan untuk berlarut memperturutkan alurnya. Aku berbalik, ingin tersenyum padaNya dan berkata “ Suatu saat aku yakin akan mengerti apa yang Engkau maksud, Tuhan”.

Aku tidak ingin merasa lelah akan hidup.

20.41 17.02.09

Selasa, 17 Februari 2009

Jelagamu

Jelagamu

Bubuk hitam mengendap dalam tubuhku

Menjadi nyawa sekaligus racun

Sepertimu

Nyawa sekejab, racun bertahap

Melunglaikan syaraf perasaku

Meski tetap membawa pelajaran yang sarat

Namun meninggalkan bekas karat

Jelagamu di cermin hati

Menangguk sisa sisa senyummu kemaren sore

Saat rintik hujan membawamu pergi

Mengabur dalam percikannya diciumi bebatuan

Menjadikannya loncatan ke hati yang lain

16.febbraio.09 22.26pm

Senin, 16 Februari 2009

Lengang

Lengang

Duniaku seketika lengang

Seperti deretan pinus yang mengabur ditelan kabut

Di sepanjang jalan yang mencecar kenangan

Lengang hatiku, tawar ruhku

Hilangmu dibawa lari keadaan

Rapuhku yang terkuak jelas di matamu

Dan detik itu meluruhkan waktu,

Mengalah pada bising teriakan syaraf kepala

Menyetir urat-urat hati mengosongkan ruang

Dan seketika,

Lengang..

Lengang duniaku..

15.febbraio 09-12.00

Sabtu, 14 Februari 2009

Persembahan Atas Nama Cinta

PROLOG

Seiring gugusan mendung yang menggelayuti langit Semarang senin itu

Kami datang membawa sejuta warna pada awalnya

Mengulas senyum tanpa makna, tanpa kata

Memandang penuh prasangka, menyipit menyelidik

Kita berkumpul dalam batasan raga, tapi menyendiri dalam hati

Namun waktu telah membimbing dalam kesahajaannya

Melahirkan benih persahabatan, mengait tali-temali hati antara kami

Ooi..dalam senyum jenaka kita bercanda

Kandaskan penat, mengusir kantuk, sejuki jiwa

Menawarkan seuntai kasih tanpa syarat

Ooi…dalam celoteh cerita, gelak tawa, dan senyum bahagia

Membaurkan warna-warni yang berbeda

Menyatu dalam sebuah kebersamaan tak berhingga

_________

Diioooooono, Bayi Millenium, orok montok berotak genius

Amelia, dokter ayu bermata sendu

Ruli, Dosen arsitek nan centil, plus gaul abis

Mas Boi-Ustadz “rasa kombinasi”, bijak, lutju dan berwibawa

Siwi, si petualang hidup yang terus mengejar mimpi

Pak wisnu, Kepala suku yang luar biasa.

Yorra, Bu dokter yang jelita

Perempuan-perempuan tangguh, Aida, Bu Anis, Bu Diana

Hendri pake G, si mahaguru poco-poco

ST 12, spesies unik penikmat cinta fitri

Mas Rifki, Calon rektor undip yang cool dan sistematis

Mas widi, Bapak muda gaul, si jagoan videografis

Pak andi,Dosen fisip yang tidak politis nan kalem

Dik Dian, Adinda imut yang paling manja

Pak Ayub, Orator ulung, ahli hukum yang idealis

Vio, si tukang motret nan fotogenik

Eva, ibu yang lemah gemulai

Irma, si rapi jali

Nisa, si tukang pengarsipan

Pak Arif, si pujangga eksentrik

Pak Asmoro, pengikut kaum narsisme

Fanny, si dokter gigi tukang gedhog pintu

Windy, si ahli ice breaking pengisi waktu

Dr. Vitri, sekretaris handal kita

Ibu Esti, si putri solo nan gemulai

dr. Fitri, putri jogya

Mba Ayu, wanita mandiri yang murah senyum

Mba Sri, si ahli matematika

Pak andy Moorad, sensei jepun kita

Mba Diah, perempuan energik berotak cerdas

Heni, dosen kalem nan cantik

Lia, perempuan lemah lembut

EPILOG

Atas nama cinta yang telah lahir di antara kami

Hingga menceraikan perbedaan, mengusir jauh keegoan diri

Menepikan kepentingan pribadi

Rasanya baru kemarin, hati kami berpaut

Kini, keceriaan, canda tawa dan kesenyawaan hakiki

Akan segera terpisahkan oleh jarak, menunggu ujian oleh waktu

Semoga tak lekang tiap kebersamaan yang terekam

Yang telah terukir dalam hati

Kawan, terimakasih

kita telah menjelma sebagai sebuah persenyawaan indah

Yang saling melengkapi, mengisi dan menghiasi hari

Senyummu, gelak tawamu, candamu..kan kurindu slalu, Sahabat…

Walau kini kita akan segera melangkah pergi

Kembali tenggelam dalam dunia yang kita geluti

Tapi, pautan hati kita

Akan terkait dalam abadi, sekarang dan nanti!


LPMP, 10.02.2009.11.57
(By Siwi Mars UNSOED-Arif Hidayat UNNES)

(Naskah Lengkap- dibacakan pada malam inaugurasi Prajab 2009, 12.02.2009)

For Class A Prajab 2009 : Thanks For All:)

Rasanya sesak melihat deretan bangku dan kursi kosong tempat kita semua biasanya makan bersama. Harusnya aku memilih untuk makan di luar saja, daripada harus makan di ruangan yang telah kalian tinggalkan. Benar sekali kata Fanny, lebih baik kita berpisah dengan orang sekaligus dengan tempatnya, karena bila masih berada di tempat yang sama saat orang-orang sudah meninggalkan kita, rasanya amat menyesakkan. Deretan bangku kosong itu bercerita bahwa biasanya walaupun dengan aba-aba formal sebelum dan sesudah makan, tapi kita selalu bisa menikmatinya. Disana kita biasa ngobrol, berceloteh tentang apa saja, kita pernah dinesu-nesuni para brimob yang marah dengan tingkah kelas kita yang kadang telatan dan“terlalu kreatif “merubah jadwal (remember that moment? ehehe)
" Kalian tau, jam berapa seharusnya makan siang!!!, memang ada virus di kelas ini!kalo dibiarkan terus menerus akan menular ke semua orang!" ihihi gitu marah-marahnya si Brimob-brimob itu.
- Deretan bangku-bangku tempat makan kita-

Namun kemarin siang, deretan bangku itu kosong, tak ada lagi kalian. Memandang deretan bangku-bangku itu menghadirkan rasa sentimental tersendiri, seperti ada yang telah pergi dari dalam hati.
Aku, Fanny dan Irma terlarut dalam rasa kesedihan mendalam sesudah makan siang, dan tak kuasa menahan bulir airmata yang mencoba menuntaskan rasa, Sebuah rasa kehilangan teman-teman seperti kalian semua, yang telah menjadi keluarga besar kelas A.
Sesuai makan siang, kami kembali ke lantai 1 sambil menunggu travel yang akan membawa kami ke Purwokerto jam 2 siang, tapi saat menuruni tangga menuju lobi lantai 1, yang terlihat adalah kursi-kursi kosong tempat kita biasanya berkumpul dengan aktivitas kita masing-masing.


- Lobi kelas kita, tempat kita biasa berkumpul-

Biasanya ada yang duduk leyeh-leyeh membaca koran, berfoto-foto narsis (kelas kita adalah kelas ternarsis bukan?), berlatih senam poco-poco dengan bimbingan si mahaguru poco-poco mas Hendri (pake G) yang membawa kita sebagai juara 1 poco-poco ehehe (inget yel-yel kita “Go Go A...Go Go A.. U’U). Atau saat malam, kalian menghabiskan waktu bermain monopoli, pak Dono menyalurkan kemampuan memijitnya ehehe, atau makan bakso bareng-bareng.
Bahkan malam sebelumnya sampai jam 1 dini hari sesuai inaugurasi, kita masih berkumpul mengungkapkan kesan dan pesan masing-masinng. Tapi kemarin siang, tak ada lagi kalian semua.
Dan rasa kehilangan itu menyeruak begitu dalam.
Tak akan mendengar lagi teriakan “Ayo kelas A..kelas A kumpul!!!”, mendengar ketokan pintu dan teriakan Fanny membangunkan kita semua.
Aku kehilangan ritme. Sebuah proses normal saat-saat perpisahan, aku tahu. Tapi aku pulang membawa hati yang penuh dengan kenangan kalian semua. Kelas A yang super unik, dengan karakter kita masing-masing yang membuat kita saling melengkapi dan pada akhirnya tercipta sebuah kebersamaan indah. Kini memang tak harus berkumpul jam 5.30 pagi untuk senam pagi, minum teh sambil makan telor ehehe, nggak harus ikut kelas ataupun baris berbaris ala brimob, tapi semuanya akan terkenang dan tersimpan slalu. -kebersamaan kita-

Selamat kembali ke dunia masing-masing, selamat jalan, kawan!. Dunia membutuhkan tangan-tangan kita untuk terus berkarya dan menunjukkan prestasi. Aku bangga dan beruntung bisa mengenal kalian semua dengan potensi, kualitas dan personalitas yang luar biasa.
Semoga jalur hidup di masa mendatang akan membawa kita semua berkumpul lagi!
Miss U all...

Rabu, 11 Februari 2009

Isyarat Kegamangan

Bulir air hujan malam ini berteriak dalam diam

Bertanya kemana ia akan dijatuhkan

Sahdunya yang menduakan

Dilemanya yang membutakan

Membiaskan pesona yang telah menggelapkan nurani

Hingga kutampik setengah hati

Mengerjap tersenyum dan berbalik diam mengatupkan penjelasan

Merajuk hati berdamai lagi

Bilakah ia mau setuju, untuk kesekian kali

Hingga ia mendengar cerita si bangku tua

Tentang dua orang yang duduk bersama

Dengan tatapan mata penuh rasa

Tapi menyerah akan batasan pada akhirnya


Bangku Koridor LPMP. 8.febbraio.09 22:06


(Dibacakan pada lomba puisi, Prajab 2009. 11.02.09)

Sabtu, 07 Februari 2009

Orion, Si Penjaga Rahasiaku

Kerlipnya mengerjap sahdu di langit malam, selalu saja setia hadir dengan periodisitasnya yang teratur. Dimusuhinya selalu si kalajengking, Scorpio hingga takkan pernah terjadi mereka nampak di horizon yang sama. Konstelasinya yang apik, gagah dan menakjubkan itu memang telah lama membuatku kepincut. Tak pernah bosan memandangi titik demi titiknya yang berkerlap-kerlip membentuk si pemburu, The Great Hunter.

Bila saja Tuhan menciptakanku pada masa Yunani Kuno, nampaknya persepsi akan rasi bintang yang amat terkenal ini tidaklah jauh berbeda dengan persepsi orang-orang di masa lalu itu. Yap, saat masih kanak-kanak aku dengan takjub memandangi sinarnya yang mengerjap-ngerjap menggoda itu. Persepsi kekanakanku mengimajinasikannya sebagai sebuah boneka. Karena bila titik-titik itu dihubungkan akan terlihat kepala, 2 tangan dan 2 kaki. Aku terpesona melihat boneka ini di langit, berdiri gagah mengangkahi langit, merajai rasi-rasi yang lain yang sepertinya tunduk akan kilauan sinarnya yang mencolok di antara yang lain.

Uhmm..pun pada akhirnya aku mengenal rasi bintang yang selalu saja kunanti kemunculannya di horizon tua itu bernama Orion yang ternyata menurut mitos Yunani Kuno, berarti The Great Hunter atau sang pemburu. Dengan senter di tangan kanan dan peta langit di tangan kiri, dulu aku sering mencari letak-letak rasi yang lain di malam hari, di pelataran rumahku yang langitnya masih bersih, tidak seperti langit Yogya apalagi Jakarta yang telah jenuh akan polusi udara dan dibiaskan oleh banyaknya cahaya artifisial yang menghidupkan kota. Sampai-sampai sering ditegur orang yang lewat di pelataran.

madosi nopo mbak?wonten sing ical?(cari apa mbak, ada yang hilang?”. Orang-orang itu sering heran melihatku dengan senter di tangan. Mungkin lebih heran lagi melihat betapa seringnya frekuensiku melihat ke arah langit. Jangan-jangan dikiranya aku tengah mencari wangsit turun dari langit ehehe.

Begitulah, persenyewaanku dengan si penggoda di atas langit yang selalu mengerjap-ngerjap, menawarkan pesona alaminya untuk ditekuri. Ternyata menghabiskan malam dengan memandang bintang-bintang tidak pernah membuatku merasa bosan, sebaliknya membuatku merasa nyaman, bahkan kadang menimbulkan rasa yang tak tergambarkan. Perpaduan antara sunyi, kesendirian yang sahdu, keheningan yang damai dan membuatku sefrekuensi dengan Tuhan.

Sebelum mengetahui nama sebenarnya dari rasi ini, aku bahkan terbiasa menamai titik-titik di rasi bintang itu, hingga saat inipun masih kuingat dengan jelas nama-nama yang kuciptakan sendiri itu. Sebenarnya, rasi bintang ini terdiri dari beberapa bintang besar yang menjadi kepala (Meissa), tangan kanan (Betelgeuse), tangan kiri (bellatrix/pejuang wanita). Hal yang menarik dan sangat mudah dikenali tentu saja tiga titik berbaris yakni Alnitak, Alnilam dan mintaka yang membentuk asterisma yang dikenal dengan sabuk Orion. Bintang lainnya yaitu Saiph yang berada pada lutut kanan dan Rigel pada lutut kiri., sedangkan Hatsya terletak pada ujung panah orion.

Coba kau lihat, titik-titik bintang pada gambar di atas. Nampak seorang pemburu yang tengah memanah. Banyak mitos yang melatarbelakangi cerita tentang si pemburu ini, salah satunya bahwa orion adalah anak dari pasangan dewa Poseidon (dikenal juga sebagai neptunus) dan Euryale. Karena polah tingkahnya yang membuat kekacauan akhirnya para dewa mengirimkan si kalajengking, scorpio untuk membunuhnya. Itulah mengapa kedua rasi ini tidak akan pernah bisa terlihat bersama pada satu lapang pandang horizon di langit.

Orang jawa menamainya dengan bintang waluku yang menandai waktu dimulai musim tanam padi pada sawah tadah hujan. Tapi aku menganggapnya sebagai si penjaga rahasia karena entah berapa banyak rahasia, impian dan cerita-cerita yang kukisahkan padanya. Ataupun saat bintang jatuh di antara konstelasi orion, dan impiankupun dihembuskan pada langit malam. Saat itu malaikat dengan sigap mencatatnya dan Tuhanpun akan mewujudkannya suatu saat. Bahkan telah mengabulkan salah satunya.

Orion, still always keeps my secrets!!

Jumat, 06 Februari 2009

Mengapa terlambat?

Seperti baris terakhir Windy Ariestanty, si pimred Gagas Media di salah satu surat cintanya di Kepada cinta: True Love Keeps No Secrets, dimana disitu ia mengatakan :


Banyak orang bilang, Cinta tak pernah salah. Yeah I agreed. Tapi tolong tambahkan cinta juga bisa datang terlambat.

Baris yang pada akhirnya membuatku sedikit tersindir, menyadari atau entah apa namanya. Aku tidak akan membahas bahasan cinta ataupun filosofi cinta yang absurb ataupun bahasan yang abstrak. Apalagi menilik bahwa memang aku sama sekali tidak punya kapabilitas untuk membahas hal tersebut. Hanya sedang tertarik dengan bahasan tentang cinta yang datang terlambat. Bukan dalam artian cinta yang datang lama-kelamaan karena timbulnya rasa nyaman ataupun kebiasaan. Tapi yang aku maksudkan adalah cinta yang datang pada waktu yang tidak tepat. Aku tidak ingin menyebutnya sebagai cinta terlarang, karena merasa diksi itu terlalu ekstrim. Yeah, cinta yang datang terlambat..entah apa istilahnya.

Bila seorang perempuan jatuh cinta pada seorang laki-laki yang telah mempunyai pacar ataupun bahkan telah menikah?ataupun sebaliknya, cinta yang salah?

Atau jatuh cinta pada saat kedua belah pihak sudah mempunyai pasangan. Harus bagaimana mensikapinya?

Waktu yang tidak tepat disini tentu saja karena status seseorang yang telah tidak mungkin lagi untuk mencinta. Bukankah orang yang sudah terikat ke dalam suatu ikatan pernikahan harus menjaga komitmen. Karena ternyata cinta saja ternyata tidak cukup (kata curhatan orang-orangnya ehehe), maklum bisanya nulis baru "katanya". Tapi yang menjadi menarik adalah cinta yang datang terlambat ini bisa saja terjadi, bahkan sangat mungkin terjadi. Interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam koridor apapun memungkinkan untuk terjadi loncatan-loncatan listrik di antara mereka (weh ekstrim banget analoginya ehehe).

Tentu saja sudah sangat sering kita dengar dan lihat kasus-kasus perceraian di kalangan artis, perselingkuhan ataupun skandal-skandal yang dilakukan para wakil rakyat.

Cinta yang salah?

Atau memposisikan cinta yang tempat yang salah? Atau itu bukan cinta?

Lalu bila cinta yang datang terlambat itu terjadi apa yang harus dilakukan?. Hingga pada akhirnya dapat menyelamatkan posisi cinta agar tidak dijadikan kambing hitam terjadinya perceraian atau sebagainya.

Tapi sulitnya, cinta model ini bisa terjadi secara terselubung dalam artian main hati yang aman. Dimana kedua belah pihak tidak menuntut suatu komitmen serius dari suatu hubungan. Tapi mengalir berdasarkan azas kenyaman dan kebahagiaan bersama tanpa menimbulkan konflik ataupun akibat yang fatal.

Main hati! Mungkin sesuai dengan lagunya Andra and the backbone itu. Entah faktor apa yang memicu terjadinya hal tersebut, akupun tidak tahu.

Trus gimana dunk?

Kamu setuju cinta tak pernah salah?

Seorang sahabat pernah mengatakan tidak setuju. Bagaimana denganmu?

Secangkir Kopi dan Teman Setia

Bubuk hitamnya itu menawarkan persenyawaan nan kental antara aku dengannya menjelang tengah malam, ataupun dini hari. Menemaniku nonton bola, film ataupun saat menghabiskan waktu nulis bersama lenovitoku. Teman paling setia yang selalu ada eehehe, hingga bila persediaannya habis aku bisa kalang kabut mencarinya di toko terdekat. Takut ditinggalkannya aku sendirian dalam kehambaran menjelang tengah malam, saat mata sudah mulai protes untuk diistirahatkan, hingga butuh topangan energi baru berupa secangkir kopi hangat yang mengebulkan semangat cadangan.

Uhmm..boleh juga peradaban manusia yang telah lalu hingga berhasil menemukan si bubuk yang kadang membuatku kecanduan ini. Sejarah kopi dapat ditelusuri jejaknya dari sekitar abad ke 9, di dataran tinggi Ethiopia. Dari sana lalu menyebar ke Mesir dan Yaman, dan kemudian pada abad limabelas menjangkau lebih luas ke Persia, Mesir, Turki dan Afrika utara.

Nah, Indonesia sendiri baru mendapat biji kopi untuk dibudidayakan pada saat penjajahan kolonial Belanda. Sepertinya minum kopi telah membudaya, hingga minum kopi bukan hanya menikmati secangkir kopi pekat ataupun kombinasi kopi lainnya untuk memuaskan dahaga kita akan rasa. Lihat saja sekarang ini Coffee break biasa terjadi saat rehat di berbagai acara baik acara formal ataupun informal. Secangkir kopi juga akan suguhkan bila orang bertamu, menemani kongkow-kongkow sambil bercerita tentang apa saja.

Dulu saat di Jogya, kadang bersama teman-teman nongkrong di kopi joss dimana kopi yang dibuat terasa istimewa dengan arang yang dimasukkan ke dalamnya. Arang panas yang dimasukkan ke dalam kopi akan mentralisir kadar kafeinnya sehingga bisa menciptakan secangkir kopi dengan kadar kafein yang rendah. Bukan mitos belaka, namun hal tersebut merupakan temuan dari penelitian mahasiswa UGM yang sering nongkrong di Angkringan Lik Man itu. Kopi Joss (Angkringan Lik Man) yang terletak di sebelah utara stasiun tugu itu memang selalu rame dengan sekumpulan orang, baik mahasiswa yang berjubel di kota pelajar itu, wartawan, seniman, tukang becak, ataupun bahkan kabarnya sering dikunjungi sejumlah tokoh terpandang Indonesia seperti Butet kertarajasa ataupun Emha Ainun Najib.

Dari situ kita bisa melihat bahwa kopi memang telah membudaya. Bahkan Mba Anik, teman kosku di Jogya telah mengganti zodiaknya yang Taurus menjadi kopitarius gara-gara saking gemarnya minum kopi ehehe.

Akupun begitu, walaupun tidak terlalu fanatik berani mengakui sebagai penggemar kopi, bahkan pernah mengalami kecanduan kopi.

Secangkir kopi bagiku adalah teman setia yang tersedia kapan saja.