Jumat, 06 Juli 2012

Bila



Bila,
Masih terus bisa duduk di sampingmu, walau tanpa sepatah kata
Menikmati laju angkutan kota yang membelah kota
Sambil sesekali memainkan ujung lengan bajumu,
Sambil berdoa, pak supir salah peta
Hingga membawa kita berdua ke lain benua
Ah, langka
Berdua nyata adalah langka,
Tapi berdua jiwa adalah nyata,
Hingga kupastikan tak ada lagi bila,
Karena walau langka,
Masih ada,

( beralih ke jendela revisi : 1 Nuclease-free microcentrifuge tube is added by  2pmol of gene –specific primer, 10 pg-5µg total RNA, 1 µl 10 mM dNTP Mix and then added by sterile, distilled water to 13 µl...hoaaam...)

Masih di tempat yang sama, 6 July 2012

And then,

Saat bahagiaku, duduk berdua denganmu
Hanyalah bersamamu,
Mungkin aku terlanjur tak sangup jauh dari dirimu
Dudududu.... (Bahagiaku, Andien-Ungu)


Manis



Hanya ada kami, Mada dan aku.  Dan waktu serasa diam di situ, memacari kami berdua, dalam mesra yang sempurna.  Matanya memandang padaku, kehangatan semena mena menjalari hatiku. Tak bisa kutampik, tak bisa kuacuhkan. Lalu diam, kata yang tak biasa saat kami berdua. Biasanya celotehnya bisa A sampai Z bicara tentang apa saja, dari hal paling remeh temeh sampai tentang masalah negara sekalipun. Biasanya waktu terasa melesat-lesat bila aku bersamanya. Tapi kali ini, hanya matanya yang tak lepas dariku. Hingga waktu seakan terhenti.
            Kenapa?” tanyaku pada akhirnya, memecah keheningan.
Kudengar desah nafasnya perlahan.
            Enggak, hanya ingin memandangimu saja.” Jawabannya lugas seperti biasa, tapi tak membuatnya   mengalihkan pandangan matanya dariku. Ah Mada, bila sudah begitu aku selalu jengah dibuatnya, kikuk dan tak tahu harus bagaimana. Fiuh, tidakkah dia tahu betapa tidak mengenakkan dipandanginya lama lama begitu rupa.Tapi begitulah Mada, Madaku, lelakiku.
            Apaan sih...tuh tehnya dingin, ayo minum..minum,” kataku mencoba mengalihkan perhatiannya.
            Bukannya sudah tau, kalau aku minum teh memang nunggu agak dingin kan?”jawabnya lagi. Egh, gagal!
            Apaan sih, udah deh…” aku mencubit pinggangnya. Dia pura pura menghindar, sambil tertawa. Dia paling tau jurus andalanku bila sudah mulai kehilangan ide harus menghadapinya bagaimana.
        Kenapa hidung kecilku sayang?” tanyanya merajuk. Bila sudah begitu, rasanya ingin melakukan pencubitan berantai.
            Enggak” jawabku dengan nada tinggi dan ketus, pura-pura galak. Karena toh aku tak pernah bisa galak padanya, pada siapapun lebih tepatnya.
            Kalau udah galaknya muncul, tambah lucu deh,” godanya lagi. Dengan raut muka yang selalu sanggup menerbitkan senyumku.
            humm..dasar..serba salah semua. Diem salah, galak juga salahkataku merajuk.
            Iya, salahmu jadi manusia manis.” Katamu singkat, namun rona merah di pipiku menjalar seketika.
Lalu tiba-tiba pandanganku mengabur.
PING! Bangun tidur...cuma mimpi.....maaf sudah menganggu dengan postingan tidak jelas ini hihi. 

NB. Mada adalah nama fiktif belaka, dan apabila ada kejadian yang hampir serupa itu pasti hanya kebetulan semata. Ahaha kayak berita kriminal dan ending tulisan sinetron Indonesia ;p

-Kota Kita, 6 July 2012.

Kamis, 05 Juli 2012

Sapu Tanganmu

Sapu Tanganmu



Kau sudah hendak beranjak pergi, walau kutahu gamang dalam hatimu. Selalu begitu. Ritual meninggalkan, hanya beralih peran, aku atau kamu.
Lalu ketika tatap terakhir hampir lalu, kubilang padamu,
            “ Bawa sapu tangankah?” tanyaku spontan. Lalu sapu tangan yang biasanya kau simpan di saku celana bagian kiri kau ulurkan padaku, dengan muka sedikit bingungmu.
            “Pinjam” kataku singkat. Langsung kuambil sapu tangan itu dari tanganmu. Kupegang erat.
            “ Untuk apa? “ tanyamu bingung. Tak ada jawaban. Sepi. Hanya detik-detik menjelang kau pergi. Membalikkan punggung dan meninggalkanku.
Begitu, selalu begitu. Aku dan kamu, selalu bertukar posisi, meninggalkan atau ditinggalkan.
Sapu tangan ini ada di dekatku kini, hingga aku bisa terus menciumi keberadaanmu. Aroma jejak-jejakmu yang tertinggal di situ, sanggup membuatku bertahan sampai aku pergi nanti, tanpa bermata “ikan koi” lagi.
Atau mungkin bisa menjadi alasan “ ingin kembalikan sapu tanganmu, bisakah bertemu sebentar saja sebelum aku pergi?” agar kurekam lagi engkau terakhir kali.
Selalu begini, ritual kita..membiasakan “pergi”.
Tapi aku baik-baik saja. Selalu mencobai baik-baik saja, biar tak ada lagi “ikan koi”, seperti inginmu, maumu. Selalu, melihatku baik-baik saja.
“Baik-baik ya..” ribuan kali. Semoga akan bertambah lagi hihi...

Tetaplah menjadi bintang di langit
   Agar cinta kita akan abadi
   Biarlah sinarmu tetap menyinari alam ini
   Agar menjadi saksi cinta kita
   Berdua”

(di antara deretan lagu yang kau kopikan kala itu) –di kota kita, 5 July 2012. 23.37
 
  



Minggu, 01 Juli 2012

Pecinta Opnaisel

Selera berpakaian, ternyata terkadang kita sendiri enggak sadar kalau kita menyukai memakai jenis atau model pakaian tertentu, iya enggak sih? Sadar-sadar setelah banyak melihat koleksi pakaian kita kok model-modelnya hampir sama..ehehe aku sih begitu.
Tanpa sadar eh ternyata aku menjadi pecinta opnaisel. Berawal dari keseringan beli baju kerja casual salah satu produk baju muslim, yang beraksen lipit-lipit. Jatuh cinta pada merk tersebut karena sederhana, enggak macem-macem tapi manis dengan sentuhan aksen lipit-lipitnya. Eh, ternyata jadi keterusan suka pake baju dengan aksen lipit atau sering dikenal dengan opnaisel/stuck.
Begitu pula, ketika menjahitkan baju karena biasa banyak dikasih kenang-kenangan berupa kain batik. Nah, di sinilah serunya bikin rancangan model sendiri. Dan eh, akhir-akhir ini baru sadar kalau model yang kubikin, hampir semuanya ada lipit-lipitnya...
Kenapa suka sama aksen opnaisel? Hummm entahlah. Mungkin karena manis! Seperti saya...LOL
Unik, karena lipit-lipit itu membuat baju yang biasa saja menjadi terlihat ada sentuhan yang berbeda dan makin manis bila dipakai tentu saja. Dan juga karena lipitan ini cocok untuk saya yang “dulu” selalu berbadan kurus, sehingga beberapa tumpukan lipitan itu menjadikan kesan lebih berisi. Iyah dulu...sekarang seringnya ndut ;p
Berikut pamer model desainku yang ternyata andalannya cuman pake lipitan doang..hoaaah..dan sebenarnya ditambah bordir sih. Bordir akan memberikan kesan mewah pada baju, jadi aplikasi bordir sedikit saja pada lengan atau bagian pakain lainnya, akan membuat bajumu nampak cling..cling...hoho ;p
 
 
Ini adalah gamis yang kupakai untuk launching novel “Koloni Milanisti”, modelnya sederhana saja, gamis dengan potongan detail kombinasi di bagian dada, plus opnaisel sebagai pemanis (tadinya pesennya warna opnaiselnya pakai kombinasi warna hijau agar terlihat, tapi ternyata si ibu-nya bikinnya pake warna senada kuning..jadinya kurang sip)

Nah ini, keliatan bawahnya, gamis dengan rok melebar (payung) dengan garis-garis melintang dengan kombinasi kuning, agar terlihat mengembang saat dipakai, plus tepian bawah warna kuning agar semakin padu.
 

 
Nah ini model gamis dari bahan batik banyumasan dengan motif yang sama dengan yang di atas, tapi warna dan modelnya berbeda. Ini model gamis dengan rompi, nampak tidak biasa bukan? Dan yang pasti, ada opnaisel-nya tetep enggak ketinggalan di bagian rompi. Bagian bawahnya dibuat potongan melintang miring, dipertegas dengan bordiran pinggirnya saja (jadinya manis tapi enggak kemahalan bordirnya ahaha), trus rompinya dengan model pita tali, dijamin unik deh..

 Pas nulis ini, eh ada sms dari staff kesmas : jeng, baju yang kemaren buat kondangan bener-bener bagus, pinter ya bikin desainnya...aih saya kege-er an..ahaha..




Nah kebaya yang baru jadi ini juga tetep dengan kombinasi opnaisel, sayangnya di gambar ini tidak terlalu terlihat. Kombinasi opnaisel di bagian pinggang melintang dengan tujuan agar si pemakai terlihat ramping hihi ;p
Atau model kebaya yang sekarang masih numpang simpen di Glasgow, ini menggunakan aksen opnaisel yang agak banyak di bagian dada.

  

So, hidup opnaisel!! Ahaha...

*Huaaah sebuah postingan blog aneh di awal bulan Juli ;p (gara-gara nunggu jemputan adek tak datang-datang sementara perut sudah protes dari tadi huaaaah lapaaar

Sabtu, 30 Juni 2012

Juniku

Back again after the accident
 
Dear, Gustiku
Aku sering membincangiMu, tentang cerita jalan manusiaku
Kadang dengan beribu kata, cerita bahagia, cinta atau beberapa tetes tangis
Atau kadang aku mendatangimu dengan cara begini
Duduk diam dekat-dekat denganMU
Saat aku sedang tak bisa membicangiMu apapun



Juniku yang mengharu biru, sungguh bulan ini penuh dengan jatuh bangunnya hidup, kejutan dan kejadian. Terkadang ada pada titik saat aku sungguh tak bisa bicara apa-apa lagi padaMu, hanya bisa berkata, Gustiku..aku sudah tak tahu lagi harus memohon apa padaMu, berdoa apa bunyinya, biarlah aku duduk dekat-dekat denganMu saja. Kali ini dengan tanpa bicara, tanpa suara, duduk di dekatMU saja.
Karena dengan begitu, mungkin suatu saat  aku akan mengerti mauMu, rencanaMu. Aku, hanya manusia saja, tak punya kuasa apapun saat hampir saja kau ambil nyawa yang Engkau tiupkan. Tapi Engkau juga tunjukkan bahwa dalam keadaan apapun, aku diberkahi dengan banyak cinta dari orang-orang terkasih.
Terimakasih pada keluarga, saudara, sahabat, rekan kerja, orang terkasih dan anak-anak mahasiswaku yang senantiasa memberikan support dan doa sehingga aku bisa pulih sediakala.
Semoga cerita-cerita selanjutnya adalah cerita tentang wujud syukur saya padaMu, Gustiku.

Di penghujung Juni 2012





Rabu, 23 Mei 2012

Resensi : Di Balik Koloni Milanisti : Indonesia-Italia


Hanya sebuah iseng sebenarnya, setelah selesai dengan urusan adminitrasi riset di rumah sakit, aku mulai duduk “kerja” di ruangan. Tadinya mau segera mengerjakan dokumen untuk pengurusan ethical approval dari University Glasgow, tapi tergerak untuk browsing tentang Sketsa Unsoed, karena hari ini bukuku “Koloni Milanisti” dititipkan ke bazar buku yang diadakan Tanggal 23-27 Mei 2012 oleh lembaga Pers Kampus tersebut. Portalnya langsung kubuka, dan sedikit kaget melihat buku-ku ada di streamline portalnya, dan ternyata ada postingan resensi bukunya yang ditulis mahasiswaku sendiri. Arif Fadiyan Putra, yang selama ini membantu riset dan juga proyek launching bukuku. Tak pernah bilang kalau dia nulis di Sketsa tentang bukuku ini, aih..terharu juga. Sebagai wujud terimakasihku, kuposting ulang di blog ini, silahkan disimak :

Di Balik Koloni Milanisti : Indonesia - Italia

-Jangan pernah engkau berpetualang jika hendak mencari akhir darinya. Ia akan menggodamu ke ceruk-ceruk yang lebih menantang- (Koloni Milanisti)


 Sepenggal kalimat dalam novel Koloni Milanisti -Sebuah Hidup di Atas Mimpi-. Sebuah karya tentang apa itu mimpi. Ungkapan hati yang dituangkan pada tulisan, rangkaian sastra yang indah. Seolah menatap jauh ke depan, tajam dan santai. Ungkapan pada suatu perjalanan hidup yang harus disikapi dan jangan dilewatkan begitu saja. Penggambaran semangat yang tak pernah padam untuk selalu kreatif. Novel tentang perjalanan hidup untuk sebuah tujuan, purpose, walaupun terasa berat dan seolah tiada bahagia di ujung sana, tapi ia tetap percaya bahwa Tuhan selalu ada. Ia percaya bahwa sang Maha selalu mendengar dan melihat usahanya. dan Tuhan memang pintar memainkan ritme kehidupan. Bagi penulis, itu adalah anugerah yang luar biasa. Semua itu ada dalam buku ini. Bingkisan cerita yang hebat. Anugerah akan kekuatan mimpi untuk melangkah melawan ketakutan dan kekawatiran. Tidak hanya membicarakan bola dan Italia, tapi ada hal yang lebih indah dari semua itu…

Friendly. Mungkin itu kata pertama yang bisa menggambarkan sosok beliau, penulis, sang aktor dalam novel ini,  Siwi Mars Wijayanti, dosen, penulis dan penikmat sastra, sehingga terbitlah Koloni Milanisti. Kalau secara legal, kami berbicara sebagai dosen-mahasiswa, tentu saja dengan kegiatan transpose materi kuliah, diskusi, power point, video-video atau handout materi serta jurnal Public Health. Dan terkadang ditambah motivasi hidup, dan ini adalah bagian yang saya suka dan kadang lebih menarik hehe.. Mempunyai apa yang disebut mimpi, yang tak pernah padam untuk dinyalakan. Seolah-olah apa yang beliau alami beliau berikan pada kami. Menjelajah ketakutan dan kekhawatrian. Memahami sebuah pilihan, karena hidup ini memang sebuah pilihan. Dan semua itu ada di Koloni Milanisti. Yah seperti kalau kami sedang berstatus formal. Sedangkan secara illegal, beliau adalah sosok guru sastra bagi saya, walaupun tidak ada embel-embel sastra di belakang namanya.

Alumnus Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) ini memang unik. Ibarat uang logam, beliau berjalan dengan dua sisi secara bersamaan, sebagai dosen dan juga penulis yang menjadikanya sosok berbeda bagi saya. Ada waktu dimana beliau akan menjawab 1 ditambah 1 sama dengan dua, jawaban dari sisi akademik yang sah, tepat dan mutlak. Tetapi akan berbeda saat jiwa penulisnya memberikan jawaban. Jawaban yang memerlukan imajinasi dan kreasi, dan itu adalah seni menulis yang menyenangkan. Mantan penggurus Persma Fakultas Biologi (Bioma) ini memang mempunyai kebanggaan tersendiri terhadap dunia menulis. Bagi beliau sastra meupakan bagian yang tak bisa terpisahkan. Hidup terasa kurang tanpa sebuah goresan tulisan. Mungkin seperti sayur tanpa garam. Hoby yang menyenangkan, dan ia ceritakan lewat perjalanan hidup negeri Italia, dan kota indah Perugia.


Beliau menulis begitu apik sebuah perjalanan hidup yang harus dilalui dengan semangat, kerja keras dan sedikit keunikan neko-neko dari seorang yang tak pernah lelah untuk sebuah mimpi. Berawal dari sebuah pertandingan bola serta kecintaanya terhadap italia, yang membuat beliau nekat belajar di kelas bahasa bermodal semangat belajar yang lebih dari seorang yang hanya mau belajar. Dan itulah semangat pemimpi…
Dan buku ini adalah inspirasi nyata tentang keajaiban bagi seseorang yang meyakini akan sebuah mimpi. Karena Tuhan akan selalu mendengar umatnya yang mau berusaha.. dalam wawancaranya dengan Suara Merdeka (edisi Sabtu 5 Mei 2012 di halaman 32) dan Humas Unsoed beliau selalu mengatakan “Jangan Pernah Menyerah jika Kau memiliki mimpi yang ingin di capai”…

-Kuberitahu satu hal, bila engkau mempunyai impian, maka agar impian itu menjadi nyata engkau harus membelinya dengan kredit sampai lunas dibayar. Karena Tuhan selalu pintar melabel harga setiap ”barang-barang” yang kita inginkan.  Aku selalu berpikir bahwa Ia tidak akan memberikan hal yang kita inginkan dengan cuma-cuma, bukan karena Ia pelit tapi karena ada banyak hal yang jauh lebih bermakna pada proses perjalanan mencapainya, bahkan terkadang lebih penting dari hasil akhir itu sendiri -(Koloni Milanisti)

Saat ini Penulis sedang melakukan penelitian dalam bidang epidemologi yaitu kasus demam berdarah di Kabupaten Banyumas untuk menyelesaikan studi Doktoralnya, sebagai mahasiswa S3 di University Of Glasgow, Skotlandia.  Novel Koloni Milanisti adalah buku ketiganya dan akan dibedah di Libero Cafe, Jl.HRBunyaminPurwokerto Hari Minggu, Tanggal 13 Mei 2012 pukul 10.00-Selesai. Sebagai Pembicara dalam bedah buku adalah Andi Sururi (sport editor detik.com),Widya Pramudita (salah satu tokoh Novel, Divisi News Trans7). 


-Arif Fadiyan Putra-
Alumnus Kesmas FKIK Unsoed, Pecinta Sastra.

Minggu, 20 Mei 2012

Bahagiakah orang yang bersamamu?



Hujan tiba-tiba turun menderas di luar jendela, aku rindu suaranya, dinginnya, hujannya. Semakin lebat semakin damai kurasa, entahlah, aku dan hujan sepertinya berjodoh. Aih ngomongin jodoh jadinya ehehe..hujan sih *enggak nyambung ;p
Tapi bukan itu yang ingin kuperbincangkan sedikit malam ini.
Hujan yang berderai-derai malam ini membawakan sebuah pertanyaan padaku, juga padamu, pada kalian semua,
Bahagaikah ia yang tengah bersamamu kini?
Siapapun itu, mungkin pasanganmu, mungkin sahabatmu, mungkin keluargamu, mungkin anak-anakmu. Bahagiakah ia yang bersamamu?
Aku, kamu, kalian mungkin lebih sering memilikirkan dan bilang : Aku bahagia bila bersamamu..aku bahagia denganmu, aku bahagia..bla bla..bla..
Tapi mungkin yang sering tak terpikirkan adalah pertanyaan yang harus kautanyai pada dirimu sendiri : bahagiakah orang-orang yang bersamamu?
Lalu tiba-tiba aku berpikir,
Pertanyaan yang dibawa hujan malam ini membuatku berpikir..kamu juga, kalian juga..mungkin..
Peran sebagai “tempat sampah” beberapa orang dan sahabat membuatku mengerti sedikit beberapa cerita. Tentang seorang anak yang hidup bertahun-tahun di tengah keluarga tanpa cinta, yang tak pernah merasai pulang ke “rumah” tapi Tuhan maha kasih dengan memberinya “rumah” dimanapun ia menjejakkan kaki. Semoga aku pernah dan akan terus menjadi salah satu “rumah”  untuknya. Hanya terpikir saja, bila salah satu atau kedua orangtuanya, mau mengajukan pertanyaan : bahagiakah orang yang bersamaku? Apa yang terjadi? Akupun tak tahu, tapi mungkin akan ada perubahan.
Ataupun tentang rumah tangga seperti “kontrak status” yang masih juga susah dimengerti, bagaimana dua orang menjalani sebuah perjalanan hidup dengan pondasi sedemikian adanya. Tapi di sisi lain, aku adalah saksi dua orang manusia yang dengan keterbatasan apapun, adalah pasangan yang saling menggenapkan satu sama lainnya. Lain lagi cerita, ada juga yang berprinsip “ elu mainin, gue ladenin, tapi enggak pake hati” humm macam macam cerita..aku mungkin terlalu sederhana hingga tak bisa banyak mencerna itu semua. Tapi aku adalah telinga yang setia mendengar cerita kalian. Entah kalian bahagia bersamaku atau tidak, itu yang hujan yang berderai tadi tanyakan padaku, yang membuatku berpikir sejenak..
Mungkin setelah sedetik membacai tulisanku, kalian sejenak menyempatkan diri memikirkan pertanyaan tadi, dengan apapun prinsip hidup yang kalian pegang.
Aku, mungkin masih banyak kekurangan dalam membagi perhatian dan waktu pada keluarga, agar mampu menerbitkan senyum di wajah ibuku, ayahku, dan masih belum menjadi kakak yang layak bagi adik-adikku. Masih menjadi sahabat yang menyebalkan terkadang, menjadi ibu yang belum sepenuhnya menjadi “rumah” bagi kalian anak-anakku.
Dan kamu, yang bersamaku..bahagiakah bersamaku?

Karena ternyata di atas semua, bahagiamu adalah segala,

Karena bila tidak, untuk apa?


# Bila aku tak bisa menjadi alasan binarmu, sinarmu, senyummu, tawamu, daya hidupmu, pacu impianmu, daya karyamu, setidaknya aku tidak ingin menjadi orang yang melayukanmu.***

Malam Sabtu menuju minggu kala hujan menderas di luar jendela.21.46 Sat 19 May 2012.
 

Kamis, 17 Mei 2012

Tentang Launching Buku "Koloni Milanisti"

Bersama Pembicara dan Panitia Usai Acara


Menjadi penulis ya nulis, itu saja yang ada di pikirku selama ini. Aktivitas menulis lebih terasa soliter, yang seringkali membutuhkan suasana yang sepi, pagi hari atau malam hari yang terkadang hanya berteman secangkir teh dan lagu-lagu yang mengalun dari laptop. Karena itulah, menyampaikan apa yang telah ditulis dengan berbicara di tengah khalayak merupakan hal yang tak biasa bagiku. Apalagi suruh tampil di depan publik, aih..bukan aku banget. Tapi bila selama hidup kau hanya melakukan hal-hal yang terbiasa kau lakukan, lalu apa menariknya hidup? Ehehe alesan sih sebenarnya.
Sebenarnya motif di balik acara Launching buku ini adalah merasai pengalaman baru, lalu ingin menapakkan jejak yang lebi mantap di jalur kepenulisan, trus latian ngomonglah di depan publik. Toh ini bicara tentang apa yang kutulis, dan semoga mampu memberikan resonansi positif pada sekitar.
Maka dengan bantuan anak-anakku, tergelarlah acara launching buku “koloni Milanisti” di Libero Cafe lantai 2, Minggu 13 Mei 2012 pukul 10.00-selesai.
Just wanna thanks to :
1.   Anak-anakku : Nena Fauzia yang bantuin sejak awal, atas desain pin-nya dan koordinator seksi acara, Muhamad Arif Fadiyan Putra, thanks untuk videonya, desain pamlet dan kenang-kenangannya plus seksi humas publikasi yang muter-muter bareng Galuh Chandra yang sekaligus seksi perkab, dibantu Agung Budiawan. Lalu Ani yang bantuin di seksi acara, Ayu sekardini yang bantuin di stand buku, dan Desi Soesanti yang mau direpotin jadi MC acara. Tak lupa buat Widi Taufik Ridwan sama Eko Fitrianto Nugroho, fotografer2ku ehehe..foto-fotonya mantaaap, Many thanks for all of you, guys!!
2.   Pembicara acara ini, buat Mas Andi Sururi yang mau ikut berpartisipasi di acara “nekad-nekad-an” ini ehehe, semoga enggak kapok hihi..trus buat Widya Pramudita dan suami, Arya Seta, terimakasih bersedia hadir..seneng banget bisa ketemuan setelah lama banget enggak ketemu.
3.   My bro, Danang Setyo Pambudi yang bersedia jadi supir sebelum dan selama acara berlangsung ehehe..
4.   Seluruh hadirin yang berkenan dateng ke acara, anggota koloni milanisti Iin Marlina, Gunawan Fitrianto. Dan juga sahabat-sahabatku Dewi sulistyowati, Dyah Purwani, Kang Agustav Triono, M. Ayat, pak guru novelis Arian Sahidi, dan rekan-rekan Milanisti Purwokerto yang hadir bareng presidennya Tyo. Serta rekan-rekan media yang berkenan hadir di acara ini dan memberitakan di medianya masing-masing.
5.   Penerbit Leutika atas supportnya, bonus buku-buku dan voucher penerbitan.
6.   Semua yang telah mendukung acara ini, baik yang terlibat secara langsung atau terlibat secara hati, ehehe maksudnya support dari jauh dengan doa.
7.   Untukmu, yap..ini semua persembahan kecil untukmu, yang mampu meyakinkanku dengan satu katamu kala itu, “maju”. Yeah I did it !
Dan senang mendapati tulisanmu “ My proud of u, *****ku, u make me really-really proud..how happy I am, speechless..thanks to make me as happy as now

Terimakasih semuanya, selamat berkarya,dengan hal terbaik yang bisa kita lakukan. Salam Karya!!