Kamis, 04 Oktober 2012

Benci

Benci

Benci.
Kata dan rasa itu dulu terasa asing, hampir tak terkenali. Tapi entah kenapa sepertinya rasa itu mengendap-ngendap di seberang jalan, melintaskan diri, berkelebat lalu pergi lagi. Tapi aku sempat mendeteksi keberadaannya. Yang sebelumnya tak pernah ada dalam radarku. Sama sekali tak pernah.
Karena dunia berwarna putih, biru, ungu atau merah jambu, tapi tak pernah menjadi hitam. Dunia versiku dulu.
Namun usia, peristiwa, dan rasa telah mengantarkan pada berbagai lintasan hidup. Dunia bukan hanya putih atau bahkan hitam, mungkin pula abu-abu.
Mungkin selain katalog warna, telah banyak pula mencicipi katalog rasa. Setiap rasa ada takarannya, berapa kau taruh porsimu dalam rasa yang kau pilih itu.
Kala takaran-takaran tersebut melampaui porsinya, kemudian berbenturan dengan katalog rasa lainnya, mungkinkah ia beralih rupa?
“mba, coba deh buka twitterku. Sadis yak?” seorang sahabat mengirimkan BBM padaku. Dan saat membuka twitternya, ada twittnya :
emang baiknya kamu masuk calls blacklistku #####” diakhir twitt, dia mention akun orang yang dimaksud.
Apakah rasa benci yang telah dipilih sahabatku tersebut?
            nggak perlu kayak gitu juga kali, dulu kan kamu sayang sama dia” demikian kataku.
Walaupun aku mengerti mengapa sahabatku ini mengambil sikap demikian, namun tak juga membuatku bisa mensetujui sikapnya tersebut. Dia tengah menjalani proses dari lovers turn into stranger. Sepertinya terdengar mengerikan. Tapi bukankah ada puluhan kejadian yang serupa demikian? Bertebaran di sekitar kita, di sekitarmu, di sekitar kalian.
Benci,
Aku memikirkan kata itu.
Apa sebenarnya di balik rasa “benci” itu? Mengapa manusia bisa merasa benci dengan manusia lainnya.

Benci,
Benci bisa saja alihan rupa dari sebuah cinta yang meluber porsinya.
Benci bisa saja ketidakmampuan menerima kenyataan bahwa kita salah memilih pilihan yang kita ambil.
Benci bisa saja bukan karena ketidaksukaan pada sesuatu. Tapi efek dari ketidakbolehan menyukai sesuatu/seseorang.
Benci mungkin saja tameng yang kita buat sendiri untuk menutupi rasa sakit yang tak tertanggungkan.
Benci mungkin juga ketidakberanian untuk menerima bahwa kita mungkin salah.
Mungkin,
 
Benci
 
Aku mungkin sekarang mengenali kata dan rasa “benci” itu.
Tapi masih tetap tidak ingin memilih katalog rasa itu. Itu saja.
 
Glasgow, 3 Oktober 2012. 10.45 pm.

Rabu, 03 Oktober 2012

Asing



Asing
Aku menitik peta, aku, kamu, dunia. Aku menyeberangi lagi waktu, sepuluh tahun lalu, dua puluh tahun lalu, menata-nata kejadian, ada dimana dan apa. Melesati lorong waktu, mencari-cari jawab antara arah, ruang dan waktu. Namun tetap saja terasa asing.
Kita mengasing satu sama lain. Duniaku dengan ruang, waktu serta kejadiannya sendiri. Memintal ceritanya sendiri.
Asing.
Aku kemudian menarik lagi garis-garis waktu. Ada dimana kamu? Dengan dunia macam apa? Cerita macam apa yang kau pintal?
Asing.
Kita adalah dua buah himpunan yang tidak mempunyai irisan.
Kau , bukan alasan yang bisa membuatku tersenyum, melangkah, berkarya. Karena kita asing.
Kau, mungkin semacam makhluk ruang angkasa bagiku yang masih diperdebatkan keberadaannya
Kau, mungkin salah satu dari puluhan orang-orang yang berjalan di seberang jalan, di pertokoan, atau di jendela bus yang melintas di depanku. Asing di mataku, apalagi hatiku. Mungkin engkau melintas di salah satu terminal, atau stasiun, namun bergerak dengan tujuan kita masing-masing, tak saling menyapa apalagi bertukar canda.
Asing.
Kita bergerak dalam ruangan dan dunia masing-masing tanpa saling bersinggungan. Tak ada sms, email, chat YM, skype yang ada namamu dan namaku. Engkau anggota himpunan di luar semestaku.
Asing.
Dulu,

Karena lalu entah kenapa himpunan kita saling mengiris,
Untuk sebuah alasan apa?
Entah

Ku bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu

(Ost. Perahu Kertas)

 
 
Glasgow, 2 Oktober 2012

Senin, 01 Oktober 2012

Tidak Tahu

Tidak Tahu
Kenapa saya cinta Jogya? Mungkin karena kota itu penuh dengan campuran aura tradisional dan modern, hingga menjadikannya terasa istimewa. Mungkin karena makanannya yang maknyus dan selalu membuatku rindu, gudeg, sate klatak, bakpia. Atau mungkin karena karakter penghuninya? yang sumeh dengan bahasa jawanya yang membuat hati saya tentram. Mungkin juga karena di sanalah saya bertemu banyak sahabat-sahabat yang memberi arti hidup, banyak peristiwa yang terlah terjadi? Mungkin, karena selebihnya, saya tidak tahu.
  
Kenapa saya cinta gerimis? Mungkin karena harmoni suaranya menentramkan jiwa, mungkin karena baunya di tanah basah, mungkin karena menyejukkan, atau karena menciptakan suasana tersendiri saat gerimis rintis meliris manis. Selebihnya, saya tidak tahu.
 
 Kenapa saya suka senja? Mungkin karena romantis dengan matahari yang meredup hampir angslup, meronakan langit dengan semburat kemerahan. Mungkin saja karena saat senja adalah saat jeda antara siang dan malam, menjadikan keduanya saling menyadari keberadaannya. Selebihnya, saya tidak tahu.
  
Kenapa saya suka bintang? Mungkin karena kerlipnya membuat saya jatuh hati, mungkin keintimannya dengan malam yang membuat saya betah memandanginya. Mungkin juga karena letaknya yang tinggi, seperti impian-impian yang hendak saya gapai. Selebihnya saya tidak tahu.
 
Kenapa saya cinta kamu? Mungkin karena engkau pandai mencuri hatiku, mungkin karena telatenmu, pintarmu, pedemu, jenakamu, cerewetmu, romantismu, gantengmu. Selebihnya saya tidak tahu.
Sungguh saya tidak tahu.
 
 
Yang saya tahu, saya mencintaimu.
 
*tulisan gombal menjelang tidur, saat malam sudah menua, dan kepala butuh jeda dari materi yang harus saya baca..ahaha..;p
 
Glasgow, 1 Oktober 2012. 00.45 am.

Minggu, 30 September 2012

The Martian and Venusian

Perempuan itu seperti gelombang, mengarak berbagai perasaannya yang datang silih berganti.

Saya runtut mendengarkan (membaca lewat chat-lebih tepatnya) gelombang perubahan perasaan seorang sahabat dekat yang tengah terkena “penyakit cinta”. Pagi hari ini dia bisa berbunga-bunga seperti dunia semuanya penuh semerbak cinta yang hanya miliknya, siang hari ia bisa tiba-tiba merasa tak dipedulikan, sore hari ia merasa lelah, mempertanyakan apakah yang tengah dinantinya layak untuk diperjuangkan. Malam harinya bisa saja ia merasa melonjak-lonjak dalam kebahagiaan paling tinggi yang pernah dirasakan, hanya karena hal yang  sangat sederhana. Bila saya membuat grafik pasti saya bisa memprediksi betapa grafik itu naik turun tak pasti, seperti gelombang menjelang tepi pantai. Begitulah perempuan. Dunia para venusian memang dunia yang terkadang sulit dimengerti, seperti juga dunia para Martian (laki-laki). Kita bicara dengan bahasa yang berbeda, merasa dengan cara berbeda, kebutuhan akan kebahagiaan yang berbeda serta mengendalikan perasaan/emosi/masalah dengan cara yang berbeda juga.

ahaha maaf aku menyebalkan, aku banyak sekali bercerita” katanya pada akhirnya, setelah ia merasa sudah terlalu panjang lebar bercerita.

Aku tersenyum. Wahai perempuan, memang begitulah caramu “coping emotion”. Mereka akan mencari seseorang terdekat untuk mendengarkannya. Cukup dengan didengarkan, ditimpali, diperhatikan, perasaannya akan kembali membaik.

Tapi jangan mengharap terlalu banyak bahwa laki-laki akan melakukannya. Mereka sebaliknya akan menghabiskan waktu main futsal, sepakbola, baca berita, atau main game. Mereka menghadapi masalah dengan terkadang mencari aktivitas untuk melupakan sejenak, untuk merefreshkan pikiran mereka dan menyelesaikannya. Itulah cara mereka ngumpet dalam “gua”mereka untuk sementara. Sedangkan bagi si perempuan, aksi si laki-laki yang tengah menarik diri, mencari ruang sementara dianggap sebuah pengacuhan dan ketidakpedulian. Martian dan Venusian benar-benar dua makhluk dari dunia yang berbeda, masing-masing ciptaan Tuhan yang menakjubkan. Terkadang yang dibutuhkan dalam perbedaan adalah mengerti.

Saya menyimak perbedaan emosi dan cara mereka mengendalikan emosi yang ada pada dua sahabat saya, yang satu perempuan dan yang satu laki-laki. Baiklah, hehe dua-duanya mempunyai masalah percintaan yang berbeda. Pada saat mereka ngobrol (sesi curhat) dengan saya, si sahabat perempuan cenderung sangat terbuka, menceritakan dengan detail emosi perasaannya. Panjang lebar mengenai perasaan hatinya, terkadang menanyakan pendapatku, atau kadang berkeluh kesah sendiri. 

            Aku gemes..kenapa laki-laki begitu. Aku uring-uringan mikiran dia, dia-nya nggak peduli. Kenapa sih laki-laki itu nggak menampakkan emosi mereka? kenapa mereka terlihat sangat terkendali? Eghh ” protes si sahabat perempuanku itu.

Lalu saya menimpali, dia bercerita lagi, dan pada akhirnya perasaannya akan kembali membaik. Perempuan cukup didengarkan, merasa diperhatikan, maka dunia akan nampak baik-baik saja bagi mereka.

Yeap, kita sering menginginkan si mahluk planet lain itu bertindak seperti yang kita mau, dan merasa seperti cara kita merasa. Padahal perempuan dan laki-laki memang berbeda, yeap we are different..

Sedangkan pada saat saya sedang ngobrol dengan sahabat laki-laki saya tentang masalahnya, cara berceritanya saja sudah berbeda. Dia hanya bercerita inti masalahnya saja, saya tidak tahu dan tidak diberi tahu “siapa” si X yang dimaksud, (walaupun saya bertanya penasaran ahaha) tapi dia tidak menceritakan detail-detail lainnya. Dia hanya bercerita tentang kondisinya saja dan sangat sedikit informasi yang diberikan. Lalu saat saya menanggapi ceritanya tersebut,  saya dengan tidak sadar memasukkan pendapat-pendapat saya pada saat dia bercerita. Kemudian serta merta dia berkata :

            “ Tenang Siw, I know what I’m doing” begitu dia bilang.

Ahaha...glek, saya lupa dengan siapa saya bicara..hey makhluk bernama laki-laki ternyata. Tepok jidat saya..lalu menambahkan,

            yeah, I believe in you” segera saya menanggapinya demikian. Man need trust, not advice ehehe..

    “Laki-laki itu seperti nahkoda yang sudah tahu arah kompas, kemana yang akan dituju        

Katanyaaa (biar nggak terkesan saya sok tahuuu ehehe soalnya masih belajaran juga), jangan terlalu banyak kasih laki-laki saran, nasihat-nasihat apalagi petuah hihi. Bagi perempuan, terkadang hal tersebut merupakan salah satu ekspresi kasih sayang mereka, tapi bagi laki-laki kadang bisa merupakan hal yang intimidatif, merasa “untrust”.

Kalau misalnya setelah berjalan dengan arah kompasnya itu, kemudian ternyata si laki-laki salah arah? Atau tidak berjalan sesuai harapan ataupun gagal? Ahaha aturannya, menurut “kitab”, jangan menyalahkan makhluk Martian itu. Cukup pahami saja, terus beri saja dukungan yang cukup, itu sudah lebih dari cukup bagi mahkluk Martian. Karena dengan menyalahkan akan menghujam-hujam sisi kelelakiannya. Being trusted is his primary need, not being cared for, berbeda dengan perempuan yang kebutuhan utamanya adalah diperhatikan/caring.

“When a woman's attitude expresses trust, acceptance, appreciation, admiration, and approval it encourages a man to be all that he can be”(JG)

Hihi ajaib ya ciptaan Tuhan.

Saya jadi ingat sebuah kejadian, sebuah percakapan yang sudah begitu lama, namun teringat saat saya menuliskan tulisan ini. 

            Aku mau ngomong sesuatu,” katanya suatu saat, beberapa tahun lalu. Dalam hati sudah berpikir, apa yang akan dibicarakannya.
            Apaan” kataku, mencoba agar suaraku terdengar olehnya, mengalahkan suara deru sepeda motor yang kami tumpangi.
            Kemarin rasanya bersalah, aku memandangi punggungmu sampai hilang di kelokan, andai saja aku bisa mengantarmu pulang ke kosan, sayangnya aku nggak bawa mantel, nanti malah kehujanan.” Begitu katamu, seakan dengan begitu hati-hati mengatakan hal itu padaku. Seperti baru saja mengatakan hal yang sangat penting. Hualaaah gubrak, sungguh lebay kalimatnya, padahal tempat saya meninggalkannya untuk pulang ke kosan hanya beberapa blok saja. Saya bukan tipikal perempuan manja yang harus diantar kemana-mana, saya bisa sendiri, begitu pikirku. Tapi hal tersebut ternyata penting bagi laki-laki.
Atau sebuah kejadian di suatu ketika, saat di perjalanan lalu sepeda motor yang kami tumpangi ternyata harus segera dibalikin, serta merta kubilang :
            aku turun sini aja, trus naik angkot ke kosan. Gampang kok, trus kamu balikin sepeda motornya,” begitu kataku, dan menganggap itu sebuah solusi yang tepat.
Lalu terdengarlah responnya,
            ih..memangnya kamu anggap aku laki-laki seperti apa, tadi kujemput di kosan ya harus dianter balik lagi ke kosan.”  hahaha gubraks,
lucu ya makhluk Venusian dan Martian itu.

Deep inside every man there is a hero or a knight in shining armor, men are motivated when they feel needed. Sifat seperti itu tumbuh natural dalam diri seorang laki-laki. Saya saja yang tidak tahu ahaha ;p

Perempuan dan laki-laki mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Terkadang perbedaan inilah yang menimbulkan friksi, ataupun salah mengerti. Kita melakukan sesuatu dengan niatan untuk menyayangi, ataupun memperhatikan, bisa saja diterjemahkan sebagai bentuk ketidakpercayaan akan kemampuan laki-laki. We speak with different language, and need different fulfillment. Kita membutuhkan primarily needs yang berbeda :

  She Needs Caring and He Needs Trust
  She Needs Understanding and He Needs Acceptance
  She Needs Respect and He Needs Appreciation
  She Needs Devotion and He Needs Admiration
  She Needs Validation and He Needs Approval
   She Needs Reassurance and He Needs Encouragement

 Without an awareness of what is important for the opposite sex, men and women don't realize how much they may be hurting their partners (JG)

Hihi apaan coba posting tulisan ini ahahaha saya kesambet ;p

Love is magical, and it can last, if we remember our differences (JG)

 (Just wanna say, I feel blessed to know you and **** you, makhluk Martianku. My name is Mars, but now Mars is Venusian).

Glasgow, 30 September 2012. 10.30 pm.

Selasa, 25 September 2012

Masih



Udara mendingin, musim gugur hadir tepat waktu nampaknya. Kala kau mulai menyapa :
Kamu : udah didownload belum?
Aku : Apa?
Kamu : cara analisisnya, kan udah dikirim email
Aku : iya..sudah,
Kamu : harusnya bisa dengan cara begitu, dicoba ya
Aku : he-eh iya,
Kamu : bagaimana, sudah jelas kan?
Aku : umm..masih,
Kamu : masih apa? Bingung? bagian mana yang masih bingung?
Aku : Masih rindu
Terlihat kelepak burung dara di kejauhan, lalu lengang.

Glasgow, 25 Sept 2012





Kamis, 20 September 2012

Abu




Mungkin abu ingin bercerita tentang keterlanjuran
Cinta api pada kayu,
Menjadikannya tercipta, tak peduli bahagia atau derita
Hanya ia mengada,
Cerita memang mungkin butuh ada,
Tentang bahagia atau derita, tanya manusia
Pilihan ada di hatinya
Api, Kayu dan Abu
Cinta, Kamu, Aku.
 
GLasgow, 20 Sept 2012. 5.10 pm

Rabu, 19 September 2012

Keep Calm and Carry On


Detik berjalan, rasanya cepat sekali, malam kembali menjelang. Sepi, hanya bunyi detak jam dinding di kamar flatku. Betah sekali berlama-lama di sini, nyaman, luas, semuanya ada. Meja ini merupakan spot yang paling sering kutempati. Meja dengan laptop, sanggup membuatku bertahan di tempat yang sama dalam waktu yang relatif lama. Belajar, Nulis, browsing jurnal ataupun baca-baca berita terkini, chat, ataupun skype-an. Semalam sampai jam 1 saya mengedit sebuah cerpen dengan menambahkan sedikit polesan agar sesuai dengan tema project Antologi NBCMalang yang insyaAllah akan diterbitkan Bulan Oktober nanti.
Lalu membuka file-file lama dan menulis sebuah perjalanan (menatapi asrinya kebun teh wonosari). Aku banyak jalan-jalan, namun seringkali terlewat untuk menuliskannya kemudian mengabur kehilangan rasa. Menulis tentu saja membutuhkan sefrekuensi dengan kejadian, dengan pemikiran. Menterjemahkan apa yang ada di pikiran dan hati menjadi paragraf-paragraf yang bisa ditransferkan pada pembaca. Kadangkala bila kejadiannya sudah lama, harus berusaha “masuk” kembali agar mampu menghadirkan suasana yang hampir serupa. Asyik juga hehe, soalnya tentu saja sayang bila cerita-cerita perjalanan hanya tersimpan di dalam file tanpa dibagi pada orang lain. 
Apalagi untuk saya yang hobinya nulis, jalan-jalan dan foto-foto. Masa ngaku hobi jalan-jalan, blognya jarang cerita jalan-jalannya, enggak sip dong hehe. Jalan-jalan bisa menginspirasi untuk menuliskan cerita baru, dan cerita perjalanan selayaknya harus didukung oleh foto-foto yang bagus. Oleh karena itu, membeli sebuah kamera “beneran” sebagai alat pendukung menghasilkan tulisan bagus masuk dalam wishlist saya ketika pulang akhir tahun ini ke tanah air. Merambah ke tulisan traveling memang hal yang masih tergolong baru untuk saya. Masih banyak belajar tentang hal apa saja yang perlu disajikan dalam sebuah tulisan travelling. Tulisan catatan perjalanan saya yang berjudul “ Edinburgh, Si Jelita dari Scotlandia” dimuat dalam buku “ The Jilbab Traveler”nya Mba Asma Nadia bersama beberapa penulis lainnya. Saya juga akan menyelesaikan naskah untuk dimasukkan ke The Jilbab Traveler 2 yang bertema pengalaman jalan-jalan ke luar negeri dengan gratisan. Naskah saya yang berjudul “ Menjelajah Dunia dengan Biaya Cuma-Cuma” kini masih bolong sana sini, masih menunggu banyak sentuhan polesan.
Cinta memang sulit disembunyikan ehehe..passion saya di tulis menulis, travelling dan fotografi ini kadang membuat lupa waktu. Tapi setidaknya saya tahu passion saya yang ingin terus saya hidupi, dan saya bahagia dengan semua itu. 
Hidup kini, memang telah banyak berbeda, termasuk studiku. Kandidat doktor..heuu, bahkan saya sering nggak sadar diri sudah sampai tahun kedua studi doktoralku. 
            Gini-gini lho..calon doktor” katamu sambil mengunyel-unyel kepalaku dulu sewaktu sebelum saya berangkat. Kenapa? Kandidat doktor yang manja, galak dan  ngambekan? Hihi ;p
Saya masih terus berupaya menyelesaikan riset dan mempelajari banyak hal baru untuk keilmuan dan pasti berguna pada saat saya kembali ke kampus tempat saya bekerja. Label "doktor" pastilah tak berbeda dengan label-label lainnya karena yang menjadi esensi bukanlah label yang tersemat namun bagaimana ilmu yang didapat dapat lebih berguna nantinya.
Memang saya merasakan jenjang studi ini menjadi “fase terberat” dibandingkan dengan jenjang studi saya terdahulu yang tergolong amat mulus. Tapi mungkin memang standarnya lain, maka marilah tetap Keep Calm and Carry On ehehe..
Saya banyak pergi ke tempat-tempat jauh, bertemu dengan orang-orang baru, mengamati banyak hal, belajar ilmu-ilmu baru. Tapi saya juga lama meninggalkan rumah, lama tidak berjumpa nyata dengan keluarga tercinta, lama menahan rindu pada mendoan hangat, soto sokaraja, mie ayam pak kumis, Oseng-oseng iga, es duren purbalingga, Bakso Banjarnegara, es krim kopi Brazil, Gudeg Jogya, eh eh...makanan lagi yaa...ehehe..
Tapi begitulah hidup yang selalu berubah. Sahabat-sahabat saya pun terus bergerak berubah. Ada yang baru sampai di Aussie, ada yang akan segera berangkat awal tahun depan, ada yang hendak melahirkan, ada yang hendak menikah. Dan hidup..bergerak dan terus bergerak..
Mari terus bergerak dalam ritme masing-masing.
Malampun terus bergerak. Alunan lagu-lagu di Swaragama FM pun terus berubah-ubah, dan saatnya saya menyudahi tulisan ini. Temanya apa sih tulisan ini? Ahaha enggak jelas, bergerak ke arah yang tidak saya rencanakan pada saat saya membuka jendela word hihi. Ah baiklah, saya akan segera bergerak menuju naskah tulisan yang harus saya selesaikan, dan rencana eksperimen esok.
Mungkin saat ini gerakan perubahan ada yang tidak sesuai dengan harapan kalian, teruslah melangkah maju, Keep Calm and Carry On, guys!
Eh, Keep Calm and Eat a Lot ;p


Terdengar syahdu suara Andien dengan “Gemilang”nya di Swaragama FM
Tempatku tuju segala angan dan harapan
Tempat ku padu cita-cita dan impian
Tempat ku tuju setiap langkah yang berarti
Tetap menyatu dalam hasrat dan tujuanku selalu

Waktu terus menguji tekad yang ku miliki
Kini tlah terbukti segala kan ku gapai
Rintangan ku hadapi cobaan ku lalui
Semua tlah ku dapati tetaplah gemilang


Glasgow, 18 Sept 10.00 pm