Jumat, 05 Oktober 2012

Bilangan Tak Terhingga

Bilangan Tak Terhingga
Bilangan tak terhingga,

Tentu bukan terdefinisi ada pada suatu titik, karena ketidakterhinggaannya itu sepertinya masih berproses, tak terhenti, tak berhingga.

Bilangan berapa? tidak tahu. Siapa yang tahu.

Apakah bilangan tak terhingga itu bisa disebut sebuah puncak? Bila aku mempunyai rasa. Kemudian rasa tersebut ditambahkan, dikalikan, dijumlahkan lagi, lalu dikalikan lagi. Tak terhingga

Aku memasuki bilangan tak terhingga,

Bila ada rindu yang mendesak-desak tak pasti, kemudian dia ditambahkan, dikalikan dengan rasa itu sendiri kemudian dikalikan satuan waktu, satuan jarak? apakah  dia menjelma menjadi bilangan tak terhingga? Atau justru kemudian dia bergerak mendekati titik nol. Seharusnya hasil perhitungan tersebut mendekati bilangan tak terhingga, bukan mendekati ketiadaan bilangan nol.

Tapi rasa, apakah mampu diterjemahkan dengan begitu lugas dengan matematika? Dengan model prediksi? Dengan model bayesian? Ataupun analisis spasial? Semua menjadi mentah. Kadang.

Rindu yang basi, apakah ia menjelma menjadi bilangan tak terhingga atau justru menjadi NOL?

Puncak dengan ketiadaan ternyata dekat.

Lebih dekat dibandingkan titik ketinggian dengan puncak, ataupun titik kerendahan dan nol. Mungkin.

Bilangan tak terhingga ~

Mungkin pertanda ketidakmampuan matematika menjamah ranah sebuah proses, yang terus berlangsung, dikalikan, dijumlahkan, terus..dan terus..

Bilangan seharusnya mampu berhenti dan mendefinisikan dirinya. Aku angka tujuh, kata angka tujuh. Aku seratus sepuluh, aku sepuluh ribu. Kata yang lainnya.

Tapi bilangan tak terhingga,

Berpasrah menjalani proses, dalam ketidakberhingaannya. Anggun dan Misterius.

Cinta. Rasa.

Mungkin serupa bilangan tak terhingga.

Mari menambah cinta, kasih, mengalikannya, menambah dengan waktu, tak apa dengan jarak. Menjalani proses ketidakberhinggaan.

 

Glasgow, 5 oktober 2012 05.30 am

Kamis, 04 Oktober 2012

Benci

Benci

Benci.
Kata dan rasa itu dulu terasa asing, hampir tak terkenali. Tapi entah kenapa sepertinya rasa itu mengendap-ngendap di seberang jalan, melintaskan diri, berkelebat lalu pergi lagi. Tapi aku sempat mendeteksi keberadaannya. Yang sebelumnya tak pernah ada dalam radarku. Sama sekali tak pernah.
Karena dunia berwarna putih, biru, ungu atau merah jambu, tapi tak pernah menjadi hitam. Dunia versiku dulu.
Namun usia, peristiwa, dan rasa telah mengantarkan pada berbagai lintasan hidup. Dunia bukan hanya putih atau bahkan hitam, mungkin pula abu-abu.
Mungkin selain katalog warna, telah banyak pula mencicipi katalog rasa. Setiap rasa ada takarannya, berapa kau taruh porsimu dalam rasa yang kau pilih itu.
Kala takaran-takaran tersebut melampaui porsinya, kemudian berbenturan dengan katalog rasa lainnya, mungkinkah ia beralih rupa?
“mba, coba deh buka twitterku. Sadis yak?” seorang sahabat mengirimkan BBM padaku. Dan saat membuka twitternya, ada twittnya :
emang baiknya kamu masuk calls blacklistku #####” diakhir twitt, dia mention akun orang yang dimaksud.
Apakah rasa benci yang telah dipilih sahabatku tersebut?
            nggak perlu kayak gitu juga kali, dulu kan kamu sayang sama dia” demikian kataku.
Walaupun aku mengerti mengapa sahabatku ini mengambil sikap demikian, namun tak juga membuatku bisa mensetujui sikapnya tersebut. Dia tengah menjalani proses dari lovers turn into stranger. Sepertinya terdengar mengerikan. Tapi bukankah ada puluhan kejadian yang serupa demikian? Bertebaran di sekitar kita, di sekitarmu, di sekitar kalian.
Benci,
Aku memikirkan kata itu.
Apa sebenarnya di balik rasa “benci” itu? Mengapa manusia bisa merasa benci dengan manusia lainnya.

Benci,
Benci bisa saja alihan rupa dari sebuah cinta yang meluber porsinya.
Benci bisa saja ketidakmampuan menerima kenyataan bahwa kita salah memilih pilihan yang kita ambil.
Benci bisa saja bukan karena ketidaksukaan pada sesuatu. Tapi efek dari ketidakbolehan menyukai sesuatu/seseorang.
Benci mungkin saja tameng yang kita buat sendiri untuk menutupi rasa sakit yang tak tertanggungkan.
Benci mungkin juga ketidakberanian untuk menerima bahwa kita mungkin salah.
Mungkin,
 
Benci
 
Aku mungkin sekarang mengenali kata dan rasa “benci” itu.
Tapi masih tetap tidak ingin memilih katalog rasa itu. Itu saja.
 
Glasgow, 3 Oktober 2012. 10.45 pm.

Rabu, 03 Oktober 2012

Asing



Asing
Aku menitik peta, aku, kamu, dunia. Aku menyeberangi lagi waktu, sepuluh tahun lalu, dua puluh tahun lalu, menata-nata kejadian, ada dimana dan apa. Melesati lorong waktu, mencari-cari jawab antara arah, ruang dan waktu. Namun tetap saja terasa asing.
Kita mengasing satu sama lain. Duniaku dengan ruang, waktu serta kejadiannya sendiri. Memintal ceritanya sendiri.
Asing.
Aku kemudian menarik lagi garis-garis waktu. Ada dimana kamu? Dengan dunia macam apa? Cerita macam apa yang kau pintal?
Asing.
Kita adalah dua buah himpunan yang tidak mempunyai irisan.
Kau , bukan alasan yang bisa membuatku tersenyum, melangkah, berkarya. Karena kita asing.
Kau, mungkin semacam makhluk ruang angkasa bagiku yang masih diperdebatkan keberadaannya
Kau, mungkin salah satu dari puluhan orang-orang yang berjalan di seberang jalan, di pertokoan, atau di jendela bus yang melintas di depanku. Asing di mataku, apalagi hatiku. Mungkin engkau melintas di salah satu terminal, atau stasiun, namun bergerak dengan tujuan kita masing-masing, tak saling menyapa apalagi bertukar canda.
Asing.
Kita bergerak dalam ruangan dan dunia masing-masing tanpa saling bersinggungan. Tak ada sms, email, chat YM, skype yang ada namamu dan namaku. Engkau anggota himpunan di luar semestaku.
Asing.
Dulu,

Karena lalu entah kenapa himpunan kita saling mengiris,
Untuk sebuah alasan apa?
Entah

Ku bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu

(Ost. Perahu Kertas)

 
 
Glasgow, 2 Oktober 2012

Senin, 01 Oktober 2012

Tidak Tahu

Tidak Tahu
Kenapa saya cinta Jogya? Mungkin karena kota itu penuh dengan campuran aura tradisional dan modern, hingga menjadikannya terasa istimewa. Mungkin karena makanannya yang maknyus dan selalu membuatku rindu, gudeg, sate klatak, bakpia. Atau mungkin karena karakter penghuninya? yang sumeh dengan bahasa jawanya yang membuat hati saya tentram. Mungkin juga karena di sanalah saya bertemu banyak sahabat-sahabat yang memberi arti hidup, banyak peristiwa yang terlah terjadi? Mungkin, karena selebihnya, saya tidak tahu.
  
Kenapa saya cinta gerimis? Mungkin karena harmoni suaranya menentramkan jiwa, mungkin karena baunya di tanah basah, mungkin karena menyejukkan, atau karena menciptakan suasana tersendiri saat gerimis rintis meliris manis. Selebihnya, saya tidak tahu.
 
 Kenapa saya suka senja? Mungkin karena romantis dengan matahari yang meredup hampir angslup, meronakan langit dengan semburat kemerahan. Mungkin saja karena saat senja adalah saat jeda antara siang dan malam, menjadikan keduanya saling menyadari keberadaannya. Selebihnya, saya tidak tahu.
  
Kenapa saya suka bintang? Mungkin karena kerlipnya membuat saya jatuh hati, mungkin keintimannya dengan malam yang membuat saya betah memandanginya. Mungkin juga karena letaknya yang tinggi, seperti impian-impian yang hendak saya gapai. Selebihnya saya tidak tahu.
 
Kenapa saya cinta kamu? Mungkin karena engkau pandai mencuri hatiku, mungkin karena telatenmu, pintarmu, pedemu, jenakamu, cerewetmu, romantismu, gantengmu. Selebihnya saya tidak tahu.
Sungguh saya tidak tahu.
 
 
Yang saya tahu, saya mencintaimu.
 
*tulisan gombal menjelang tidur, saat malam sudah menua, dan kepala butuh jeda dari materi yang harus saya baca..ahaha..;p
 
Glasgow, 1 Oktober 2012. 00.45 am.

Minggu, 30 September 2012

The Martian and Venusian

Perempuan itu seperti gelombang, mengarak berbagai perasaannya yang datang silih berganti.

Saya runtut mendengarkan (membaca lewat chat-lebih tepatnya) gelombang perubahan perasaan seorang sahabat dekat yang tengah terkena “penyakit cinta”. Pagi hari ini dia bisa berbunga-bunga seperti dunia semuanya penuh semerbak cinta yang hanya miliknya, siang hari ia bisa tiba-tiba merasa tak dipedulikan, sore hari ia merasa lelah, mempertanyakan apakah yang tengah dinantinya layak untuk diperjuangkan. Malam harinya bisa saja ia merasa melonjak-lonjak dalam kebahagiaan paling tinggi yang pernah dirasakan, hanya karena hal yang  sangat sederhana. Bila saya membuat grafik pasti saya bisa memprediksi betapa grafik itu naik turun tak pasti, seperti gelombang menjelang tepi pantai. Begitulah perempuan. Dunia para venusian memang dunia yang terkadang sulit dimengerti, seperti juga dunia para Martian (laki-laki). Kita bicara dengan bahasa yang berbeda, merasa dengan cara berbeda, kebutuhan akan kebahagiaan yang berbeda serta mengendalikan perasaan/emosi/masalah dengan cara yang berbeda juga.

ahaha maaf aku menyebalkan, aku banyak sekali bercerita” katanya pada akhirnya, setelah ia merasa sudah terlalu panjang lebar bercerita.

Aku tersenyum. Wahai perempuan, memang begitulah caramu “coping emotion”. Mereka akan mencari seseorang terdekat untuk mendengarkannya. Cukup dengan didengarkan, ditimpali, diperhatikan, perasaannya akan kembali membaik.

Tapi jangan mengharap terlalu banyak bahwa laki-laki akan melakukannya. Mereka sebaliknya akan menghabiskan waktu main futsal, sepakbola, baca berita, atau main game. Mereka menghadapi masalah dengan terkadang mencari aktivitas untuk melupakan sejenak, untuk merefreshkan pikiran mereka dan menyelesaikannya. Itulah cara mereka ngumpet dalam “gua”mereka untuk sementara. Sedangkan bagi si perempuan, aksi si laki-laki yang tengah menarik diri, mencari ruang sementara dianggap sebuah pengacuhan dan ketidakpedulian. Martian dan Venusian benar-benar dua makhluk dari dunia yang berbeda, masing-masing ciptaan Tuhan yang menakjubkan. Terkadang yang dibutuhkan dalam perbedaan adalah mengerti.

Saya menyimak perbedaan emosi dan cara mereka mengendalikan emosi yang ada pada dua sahabat saya, yang satu perempuan dan yang satu laki-laki. Baiklah, hehe dua-duanya mempunyai masalah percintaan yang berbeda. Pada saat mereka ngobrol (sesi curhat) dengan saya, si sahabat perempuan cenderung sangat terbuka, menceritakan dengan detail emosi perasaannya. Panjang lebar mengenai perasaan hatinya, terkadang menanyakan pendapatku, atau kadang berkeluh kesah sendiri. 

            Aku gemes..kenapa laki-laki begitu. Aku uring-uringan mikiran dia, dia-nya nggak peduli. Kenapa sih laki-laki itu nggak menampakkan emosi mereka? kenapa mereka terlihat sangat terkendali? Eghh ” protes si sahabat perempuanku itu.

Lalu saya menimpali, dia bercerita lagi, dan pada akhirnya perasaannya akan kembali membaik. Perempuan cukup didengarkan, merasa diperhatikan, maka dunia akan nampak baik-baik saja bagi mereka.

Yeap, kita sering menginginkan si mahluk planet lain itu bertindak seperti yang kita mau, dan merasa seperti cara kita merasa. Padahal perempuan dan laki-laki memang berbeda, yeap we are different..

Sedangkan pada saat saya sedang ngobrol dengan sahabat laki-laki saya tentang masalahnya, cara berceritanya saja sudah berbeda. Dia hanya bercerita inti masalahnya saja, saya tidak tahu dan tidak diberi tahu “siapa” si X yang dimaksud, (walaupun saya bertanya penasaran ahaha) tapi dia tidak menceritakan detail-detail lainnya. Dia hanya bercerita tentang kondisinya saja dan sangat sedikit informasi yang diberikan. Lalu saat saya menanggapi ceritanya tersebut,  saya dengan tidak sadar memasukkan pendapat-pendapat saya pada saat dia bercerita. Kemudian serta merta dia berkata :

            “ Tenang Siw, I know what I’m doing” begitu dia bilang.

Ahaha...glek, saya lupa dengan siapa saya bicara..hey makhluk bernama laki-laki ternyata. Tepok jidat saya..lalu menambahkan,

            yeah, I believe in you” segera saya menanggapinya demikian. Man need trust, not advice ehehe..

    “Laki-laki itu seperti nahkoda yang sudah tahu arah kompas, kemana yang akan dituju        

Katanyaaa (biar nggak terkesan saya sok tahuuu ehehe soalnya masih belajaran juga), jangan terlalu banyak kasih laki-laki saran, nasihat-nasihat apalagi petuah hihi. Bagi perempuan, terkadang hal tersebut merupakan salah satu ekspresi kasih sayang mereka, tapi bagi laki-laki kadang bisa merupakan hal yang intimidatif, merasa “untrust”.

Kalau misalnya setelah berjalan dengan arah kompasnya itu, kemudian ternyata si laki-laki salah arah? Atau tidak berjalan sesuai harapan ataupun gagal? Ahaha aturannya, menurut “kitab”, jangan menyalahkan makhluk Martian itu. Cukup pahami saja, terus beri saja dukungan yang cukup, itu sudah lebih dari cukup bagi mahkluk Martian. Karena dengan menyalahkan akan menghujam-hujam sisi kelelakiannya. Being trusted is his primary need, not being cared for, berbeda dengan perempuan yang kebutuhan utamanya adalah diperhatikan/caring.

“When a woman's attitude expresses trust, acceptance, appreciation, admiration, and approval it encourages a man to be all that he can be”(JG)

Hihi ajaib ya ciptaan Tuhan.

Saya jadi ingat sebuah kejadian, sebuah percakapan yang sudah begitu lama, namun teringat saat saya menuliskan tulisan ini. 

            Aku mau ngomong sesuatu,” katanya suatu saat, beberapa tahun lalu. Dalam hati sudah berpikir, apa yang akan dibicarakannya.
            Apaan” kataku, mencoba agar suaraku terdengar olehnya, mengalahkan suara deru sepeda motor yang kami tumpangi.
            Kemarin rasanya bersalah, aku memandangi punggungmu sampai hilang di kelokan, andai saja aku bisa mengantarmu pulang ke kosan, sayangnya aku nggak bawa mantel, nanti malah kehujanan.” Begitu katamu, seakan dengan begitu hati-hati mengatakan hal itu padaku. Seperti baru saja mengatakan hal yang sangat penting. Hualaaah gubrak, sungguh lebay kalimatnya, padahal tempat saya meninggalkannya untuk pulang ke kosan hanya beberapa blok saja. Saya bukan tipikal perempuan manja yang harus diantar kemana-mana, saya bisa sendiri, begitu pikirku. Tapi hal tersebut ternyata penting bagi laki-laki.
Atau sebuah kejadian di suatu ketika, saat di perjalanan lalu sepeda motor yang kami tumpangi ternyata harus segera dibalikin, serta merta kubilang :
            aku turun sini aja, trus naik angkot ke kosan. Gampang kok, trus kamu balikin sepeda motornya,” begitu kataku, dan menganggap itu sebuah solusi yang tepat.
Lalu terdengarlah responnya,
            ih..memangnya kamu anggap aku laki-laki seperti apa, tadi kujemput di kosan ya harus dianter balik lagi ke kosan.”  hahaha gubraks,
lucu ya makhluk Venusian dan Martian itu.

Deep inside every man there is a hero or a knight in shining armor, men are motivated when they feel needed. Sifat seperti itu tumbuh natural dalam diri seorang laki-laki. Saya saja yang tidak tahu ahaha ;p

Perempuan dan laki-laki mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Terkadang perbedaan inilah yang menimbulkan friksi, ataupun salah mengerti. Kita melakukan sesuatu dengan niatan untuk menyayangi, ataupun memperhatikan, bisa saja diterjemahkan sebagai bentuk ketidakpercayaan akan kemampuan laki-laki. We speak with different language, and need different fulfillment. Kita membutuhkan primarily needs yang berbeda :

  She Needs Caring and He Needs Trust
  She Needs Understanding and He Needs Acceptance
  She Needs Respect and He Needs Appreciation
  She Needs Devotion and He Needs Admiration
  She Needs Validation and He Needs Approval
   She Needs Reassurance and He Needs Encouragement

 Without an awareness of what is important for the opposite sex, men and women don't realize how much they may be hurting their partners (JG)

Hihi apaan coba posting tulisan ini ahahaha saya kesambet ;p

Love is magical, and it can last, if we remember our differences (JG)

 (Just wanna say, I feel blessed to know you and **** you, makhluk Martianku. My name is Mars, but now Mars is Venusian).

Glasgow, 30 September 2012. 10.30 pm.

Selasa, 25 September 2012

Masih



Udara mendingin, musim gugur hadir tepat waktu nampaknya. Kala kau mulai menyapa :
Kamu : udah didownload belum?
Aku : Apa?
Kamu : cara analisisnya, kan udah dikirim email
Aku : iya..sudah,
Kamu : harusnya bisa dengan cara begitu, dicoba ya
Aku : he-eh iya,
Kamu : bagaimana, sudah jelas kan?
Aku : umm..masih,
Kamu : masih apa? Bingung? bagian mana yang masih bingung?
Aku : Masih rindu
Terlihat kelepak burung dara di kejauhan, lalu lengang.

Glasgow, 25 Sept 2012





Kamis, 20 September 2012

Abu




Mungkin abu ingin bercerita tentang keterlanjuran
Cinta api pada kayu,
Menjadikannya tercipta, tak peduli bahagia atau derita
Hanya ia mengada,
Cerita memang mungkin butuh ada,
Tentang bahagia atau derita, tanya manusia
Pilihan ada di hatinya
Api, Kayu dan Abu
Cinta, Kamu, Aku.
 
GLasgow, 20 Sept 2012. 5.10 pm