Rabu, 17 April 2013

The Woman I Love



Kupandangi dia dari jauh, mengenakan rok motif bunga-bunga warna merah marun, dipadu padan dengan atasan casual namun tak menghilangkan kesan femininnya. Raut mukanya nampak serius membacai buku yang dipegangnya, seperti takut ada yang terlewatkan barang sebarispun. Angin senja menerbangkan pelan ujung-ujung jilbab meran marunnya. Rasanya mataku ingin merekam semuanya pelan-pelan, agar tak satupun adegan yang terlewatkan. Walau bila tengah begitu, aku, lelakinya, seperti tak pernah ada dalam dunianya. Asing.
Dia, perempuanku dan buku di tangannya. Dia sudah terbang kemana-mana, bersama kata-kata, spasi, deksripsi, prosa atau puisi. Sementara aku memandanginya, tak paham dengan itu semua. Dan entah kenapa aku selalu ingin mengusili untuk menyelip memasuki dunia abstraknya. Menjadi pengacau paling mempesona dalam hidupya. Lalu benar saja, raut muka seriusnya itupun akan bersungut-sungut, marahnya padaku yang selalu pura-pura. Aku tergelak, dan dia tersenyum merona, campuran pura-pura marahnya dan bahagia hatinya. 

Maybe I annoy you with my choices
Well, you annoy me sometimes too with your voice
But that ain't enough for me
To move out and move on
I'm just gonna love you like the woman I love

Dia, yang berlari-lari dalam dunianya. Aku kadang tersuruk-suruk mendampinginya. Spontanitasnya yang meledak-ledak seperti bunga api. Nekad dan tidak rapinya membuatku sering menggelengkan kepala. Hidupnya seperti merambah hutan belantara, entah perampok, entah mahaguru yang ditemuinya, tak pernah terduga. Tapi apapun, hanya padaku ia selalu mempercayakan keluh kesahnya. Sedangkan aku, pun berlarian, sering hilang ditelan ritme lariku yang membuat hidupku seperti tanpa jeda. Dan dia lah yang menjadi jedaku, spasiku. Perempuanku.

We don't have to hurry
You can take as long as you want
I'm holdin' steady, My heart's at home
With my hand behind you
I will catch you if you fall
Yeah I'm gonna love you like the woman I love

Dari jauhpun aku bisa mengenalinya. Aromanya vanilla. Sepertinya aroma memang lebih digdaya dibandingkan mata. Kadang angin membawanya serta, memberi sedikit kemurahan pada keangkuhan jarak. Aroma vanillanya kadang tiba-tiba menyeruak seperti hadirnya yang tiba-tiba.
Aku tak perlu menghapal, namun selalu tahu ia selalu meletakkan ikat rambutnya di bawah bantal, lalu dia uring-uringan mencarinya kemana-mana. Dia, yang masih mencuri-curi minum kopi walau aku pernah bilang untuk menguranginya. Dia, yang mengaku-ngaku memakai mantel hujan, namun nyatanya membiarkan hujan kecintaannya itu menciumi tubuhnya. Aku cemburu setengah gila. Dia, perempuanku, dengan segala tingkah menyebalkannya. Tapi hidupku berwarna karenanya.

Sometimes the world can make you feel
You're not welcome anymore
And you beat yourself up
You let yourself get mad, And in those times when you stop lovin'
That woman I adore
You can relax, Because, babe, I got your back
Uh, I got you, Uh, Yeah

Lalu apa yang membuatmu tak nyaman? Yang menyebalkan? Tanyanya suatu kala. I don’t wish to change you, kataku. Cinta mungkin juga tentang hal-hal menyebalkan yang entah mengapa terasa menyenangkan. Tentang kesalahan-kesalahan yang entah mengapa terasa termaafkan. Tentang kesalahpahaman yang selalu bisa diluruskan. Tentang kemarahan yang bisa diredakan.
Genduuuuuut, maafin adek ya, rajuknya suatu ketika. Dan semua baik-baik, saja.

I don't wish to change you, You've got it under control
You wake up each day different
Another reason for me to keep holdin' on
I'm not attached to any way you're showing up
I'm just gonna love you like the woman I love
Oh, Yeah I'm gonna love you
'Cause you're the woman I love

Lalu kupandangi dia kini, dengan bilah-bilah uban yang semakin banyak menghiasi rambut panjang hitam legamnya. Dulu, dia selalu memintaku mencabuti ubannya saat muda. Tapi bersama kami belajar sedikit-sedikit mengenai aturanNya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تنتفوا الشيب فإنه نور يوم القيامة ومن شاب شيبة في الإسلام كتب له بها حسنة وحط عنه بها خطيئة ورفع له بها درجة

Janganlah mencabut uban karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa saja yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, maka dengan uban itu akan dicatat baginya satu kebaikan, dengan uban itu akan dihapuskan satu kesalahan, juga dengannya akan ditinggikan satu derajat.” 

Perempuanku, engkau tetap mempesona dengan uban-ubanmu, dengan pipimu yang kini tak sebakpia dulu.
Dia, masih tekun membacai buku-buku di rak buku rumah kami yang hampir kekurangan tempat. Dia, yang masih saja tenggelam dalam dunianya,  di antara kata-kata, prosa, dan puisi yang ditulisnya. Tapi dia masih saja duniaku. Perempuanku. 


Inspired by “The Woman I Love” Jason Mraz. *kapan saya dinyanyiin lagu ini? #eh

Ndalem Pogung kala senja, dan gerimis rintis di luar jendela. 17 Apr 2013. 17.30. 

Selasa, 16 April 2013

Kuantar Kau ke Gerbang




Kuantar Kau ke Gerbang
Seperti kau// burung yang hendak terbang, mengawang, menuju terang
Kuantar Kau ke Gerbang
Seperti kau// prajurit yang hendak berlaga ke medan perang
Kuantar Kau ke Gerbang
Menitipimu bekal, sayap dan pedang
Karena perjuangan masih panjang
Kuantar kau ke gerbang
Dari gelap menuju benderang
Kuantar kau ke gerbang,
Berjuanglah, bertarunglah, bermainlah, belajar hiduplah dengan riang
Kuantar kau ke gerbang
Dengan lapang


Mengambil judul yang sama dengan buku : Kuantar Kau ke Gerbang (Ramadhan KH).
Ndalem Pogung, 16 April 2013. 0.58 am

Senin, 15 April 2013

Tips Mencari Akomodasi (How to Survive in UK-1)



Tulisan ini saya buat karena entah kali keberapa calon student yang akan melanjutkan studinya menanyakan pada saya by email, message facebook ataupun komen di blog tentang persiapan untuk hidup di Glasgow atau kota-kota lain di UK. Yah, sebagai koordinator mahasiswa University of Glasgow (UoG) mungkin saatnya saya harus menjalankan salah satu peran saya untuk memberikan info secara lebih sistematis dalam bentuk tulisan utuh. Selama ini saya hanya menjawab secara pribadi pertanyaan-pertanyaan tersebut, mungkin lebih enak bila suatu saat saya bisa menunjukkan link blog saya untuk bisa dibaca *pemalas yaa hihii ;p
Bagi teman-teman yang belum pernah tinggal di luar negeri, ataupun pernah tapi harus tinggal di negara baru, pastilah tetap membutuhkan informasi untuk bisa mempersiapkan diri dengan baik. Saya akan share beberapa info mendasar yang biasanya dibutuhkan oleh mahasiswa baru yang akan melanjutkan studi di UK
Nah, pertama adalah tentang...Akomodasi atau tempat tinggal!
Urusan pertama yang akan dipikirkan dan paling krusial dalam tentang tempat tinggal. Nggak mungkin dong nggak mikir soal tempat bernaung di negeri antah berantah, dan nggak etis juga untuk numpang kelamaan di flat anak indo yang sudah tinggal di kota yang akan kamu tempai terlalu lama. Pertama yang mungkin kamu lakukan untuk dapat info soal tempat tinggal yakni bergabung dengan PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) di kota yang akan kamu tempati. Misalnya saja di Glasgow, ada PPI Glasgow yang biasanya saling berbagi info baik soal akademis, soal acara-acara budaya ataupun olahraga ataupun soal cari flat, barang-barang kebutuhan mahasiswa, pengajian ataupun sekedar silaturahmi. Dengan kontak ini, kamu bisa nanya-nanya mungkin ada flat kosong pada saat periode studimu akan mulai. Memang lebih gampang untuk menggantikan posisi orang yang sudah kita kenal sebelumnya dibanding mencari flat ke agen dari awal. 
Selain itu, kamu bisa mencari lewat agen-agen residential. Setiap kota pasti ada banyak agen-agen penyewaan flat. Namun biasanya memang tetap saja dimanapun urusan prosedur dan administrasi merupakan hal yang sedikit merepotkan namun tetap harus diselesaikan. Misalnya saja untuk flatku dikelola oleh agen KPM residential, dengan biaya pengurusan awal sebesar 120 GBP. Kemudian biasanya juga ada uang deposit yang harus disetor dulu (sayangnya saya lupa jumlahnya, tapi lumayan mahal juga per flatnya). Deposit fee itu bertujuan sebagai uang jaminan bila kita kabur, eh maksudnya kalau ada kerusakan-kerusakan di fasilitas flat tersebut. Di akhir masa sewa, uang deposit itu akan dikembalikan kok, tapi katanya kalau ada kerusakan akibat pemakaian, uang deposit tersebut akan dikurangi.
Selain lewat agen, bisa juga seacrhing lewat website yang menawarkan untuk share room. Biasanya orang nggak akan menempati flat sendirian, jadi akan membutuhkan orang untuh share  tinggal di flat tersebut. Oh ya, biasanya flat terdiri dua 2 bedroom, 1 kitchen, dan 1 bathroom. Info ini berdasarkan pengalaman saya di Glasgow ya, mungkin beda kota akan beda juga bentuk flatnya. Nah, karena inilah biasanya orang akan nyari flatmate. Misalnya saja di Glasgow, ada website seperti www.gumtree.com, kalian bisa melihat-lihat iklannya disini, ada gambarnya, deskripsinya, waktu availability-nya. Dulu saya juga pasang iklan kamar flat saya di web ini, untuk disewakan selama saya di Indo, kan lumayan nggak usah bayar sewa selama saya pergi. Untuk kota-kota lainnya, tinggal googling saja pasti info-infonya banyak untuk ditelusur. Ini nih tampilannya gumtree :


Bagaimana dengan biayanya? Nah pasti ini menjadi pertimbangan. Biasanya letak flat menentukan harganya. Semakin dekat dengan area kampus, harganya relatif sedikit lebih mahal. Misalnya saja flat saya hanya 5 menit saja dari Main Building, sewa flat 1 bulannya 750 GBP. Karena saya berbagi dengan 2 flatmate saya lain, maka untuk sewa sebulan 750 GBP dibagi bertiga, disesuaikan dengan luas kamar karena memang tidak sama. Bila mau lebih murah, bisa mencari yang agak jauh dari kampus. Namun mungkin perlu dipertimbangkan tentang tambahan biaya transportasi menuju kampus, sedangkan bila flat dekat kampus bisa jalan kaki saja. Tentu saja ada plus minusnya masing-masing. 

Atau bisa juga yang mau memanfaatkan tinggal di akomodasi kampus, yang dikelola langsung oleh kampus. Misalnya untuk UoG juga menyediakan akomodasi kampus untuk mahasiswa-mahasiswanya terutama untuk International Student. Infonya bisa dilihat di http://www.gla.ac.uk/services/residentialservices/



Menurut pandangan saya, harganya relatif sedikit lebih mahal, luasnya standar, fasilitasnya cukup untuk hidup awal student baru., dan biasanya harus share kitchen dan bathroom dengan banyak orang. Tergantung level-levelnya juga sih, kalau ambil yang lebih mahal tentu saja fasiltasnya lebih bagus. Tinggal pilihanmu sendiri mau tinggal di flat atau di akomodasi kampus. Monggo kerso.
Oh ya, ada flat yang biayanya sudah include bil gas, listrik ada yang belum. Telitilah sebelum memutuskan untuk menyewa, apakah include atau exclude gas, listrik dll.
Oke, kali ini mungkin cukup dulu ya share-nya..sudah ngantuk, mata sudah semakin menyipit. Posting lain waktu, saya akan coba share hal-hal lainnya.
Semoga bermanfaat

Ndalem Pogung, Jogya. 14 April 2013. 2.52 am. 




Minggu, 07 April 2013

Mencinta atau Dicinta?


            
         “Ibuku, bila harus memilih mencinta atau dicinta, engkau memilih yang mana?” pertanyaan ini seingatku bukan hanya sekali ditanyakan anakku itu. Dia sepertinya tengah dilanda bimbang. Kadang bila ia tengah bimbang, ia mengetuk pintu pembicaraan kami berdua. Jawaban saya masih sama seperti jawaban yang saya lontarkan beberapa bulan lalu, saat dulu ia menanyakan pertanyaan itu pada saya ditemani secangkir kopi lumbung vanilla. Saya pernah mencinta, pernah dicinta, pun pernah mencinta dan dicinta. Kali ini, singkirkan dulu “mencinta dan dicinta”, siapapun pasti setuju begitulah kondisi ideal yang diharapkan setiap manusia. Namun kadang manusia dihadapkan pada pilihan yang mungkin tak diinginkannya.
            Tapi mencinta kadang lebih menyakitkan, bu” ungkap anakku. Tentu saja saya setuju. Mencinta mempunyai risiko untuk terpapar pada hal-hal yang menyakitkan lebih banyak daripada posisi “dicinta”.  Tapi bukankah hidup adalah tentang pilihan yang kita ambil? Dan jangan lupa risiko-risiko yang runtut mengikut di belakangnya. Sebenarnya bukan masalah mencinta atau dicinta yang lebih baik, paling benar. Ini soal kemantapan hatimu untuk memilih. Setiap orang dengan sejarahnya sendiri mempunyai seribu alasan untuk memilih mencinta atau dicinta. Sama benarnya.

            Tapi apa untungnya buat aku, mba? Untuk apa aku harus selalu ada buat dia? Sedang gampang aja dia lupain aku kalau dia lagi nggak butuh, ” kali ini seorang sahabat yang tengah dalam dilema yang sama. Tuhan sepertinya  banyak sedang memberikan soal-soal yang sama pada hambaNya.
Sedangkan seorang sahabat dekat saya lainnya pun tengah menjalani proses penyembuhan. Mencinta ternyata pada suatu titik menjadi terlalu menyakitkan untuknya. Bila harapnya tidak linear dengan nyata. Manusia dan belajar menerima nampaknya membuka banyak laku-laku pembelajaran yang tidak mudah. Dan dia memutuskan untuk “menghilang”. Memutuskan tali-tali, lalu bersembunyi dan menyembuhkan diri. Mungkin waktu sedang menawarkan mantra ajaib penyembuh untuknya, semoga. Itu pilihnya, siapa yang bisa memaksa?
            Hidupku kini tak berasa. Biarlah saja aku hidup untuk membahagiakan orang-orang terdekatku. Orang tua, saudara, keponakan-keponakannya, itu cukup” ujarnya saat dia kadang  keluar dari “gua persembunyian”nya untuk kadang berbicara denganku.
Tak apa, jalani saja. Bahkan saat terakhir kali dia berkata,
            Aku belum sanggup menghadapinya”.
Jalani saja, berjalanlah sampai suatu saat engkau ada dalam satu titik mengerti bahwa kunci mencintai dan membahagiakan orang lain yakni mencintai dan membahagiakan diri kita sendiri. Bila kita masih tergantung pada orang lain untuk menjadi subjek sumber energi yang membahagiakan kita, sedikit berhati-hatilah.
Ada sebuah dialog singkat yang saya temukan di tulisan Paulo Coelho. (Hehe bosan ya, PC lagiiii...lah bagaimana, saya kalau baca tulisannya, kok pas aja nemu jawaban). Seperti sebuah kisah analogi yang begitu jeniusnya dia tuangkan.
Ada setangkai bunga mawar mengharapkan datangnya kumbang untuk menemaninya. Dia menunggu dan terus menunggu. Lalu matahari bertanya :
            “ Apakah kamu lelah menunggu?”
Lalu si bunga mawar menjawab :
            iyah” kata si bunga mawar perlahan.
            Tapi bila bila aku menutup kelopakku, aku akan layu dan mati
Anakku, saya mencintai orang yang saya cintai karena saya mencintai diri saya sendiri. Kadang apa yang paling menyesakkan dalam perjalanannya bukanlah orang yang kita cinta tidak membalas, atau bertindak tidak sesuai dengan harap kita. Tapi menurut saya, yang paling menyesakkan yakni saat kita sendiri mau menjalani ataupun diperlakukan dalam kondisi yang sebenarnya bukan refleksi bahwa kita mencintai diri kita sendiri. Tapi sekali lagi, hidup adalah tentang pilihan. Dalam banyak hal, cinta adalah urusan saya dan diri saya sendiri. Bila saya sudah merasa selesai dan penuh dengan diri saya, saya akan lebih terfokus untuk membebaskan diri mencintai orang lain dengan penuh.
Sahabatku, bila kau tanya apa untungnya untuk selalu ada untuk orang yang kita cinta? entahlah, saya bodoh tentang matematika, apalagi bila harus menghitung untung rugi. Bagi saya, saya melakukan itu untuk saya sendiri. Saya mencinta, artinya saya ingin mengada. Ada, selalu ada. Terkadang, hal itu adalah urusan standar kualitas cinta yang saya tetapkan. Bila suatu titik tindakan mengada itu menjadi bumerang yang kadang terlalu sakit, kau tahu bagaimana cara menyembuhkan dirimu sendiri. Cukup mengada dalam doa. Satu hal yang saya selalu percayai yakni Tuhan selalu luar biasa.
            “Jawaban saya masih sama, mencinta,” jawab saya pada anakku itu. Bukan berarti jawaban saya tak akan berubah. Dunia dan hidup begitu cair, karena perubahan adalah kepastian itu sendiri. Sedetik kemudian, seminggu, setahun, sepuluh tahun ke depan, semuanya bisa berubah.  Mengalirlah, jalanilah, beranilah. Bukanlah hidup yang sesungguhnya adalah hidup di detik ini?

Salam cinta untuk anakku, dan sahabat-sahabatku. Cintailah dirimu sendiri, dengan begitu engkau bisa penuh mencintai orang-orang yang kalian cintai. *lagi sok waras ;p

Salam cinta dari saya.

6 April 2013. 2.21 am.

Kamis, 04 April 2013

The Change In Me


            “Kamu banyak berubah,” ujar sahabat saya. Saya dan sahabat saya ini hampir 6 tahun lebih tidak bersua. Bila kita bersama seseorang terus dan melaju bersama perubahan-perubahannya setiap hari, mungkin laju perubahan kadang tak disadari. Namun orang yang lama tak selintasan lagi dengan hidup kita, lalu kemudian bersua lagi, mungkin lebih bisa menilik sebuah perubahan. Akhir-akhir ini saya memikirkan perkataannya tersebut. Saya banyak berubah? Untungnya saya sadar kalau saya berubah ehehe. Lah kalau enggak sadar kan bahaya#jreng.
Dulu dia tak kan pernah bisa menemukan penampilan saya dengan rok bunga-bunga, sepatu perempuan flat, tas bertali dan pilihan-pilihan warna seperti oranye, merah marun, kuning seperti foto di atas. Kemana larinya celana jeans belel, kaus casual atau kemeja, dan tas punggung serta sepatu kets? Ahaha..Tenang, saya masih tetap memakai atribut tersebut, kadang-kadang. Namun tetap feminin kok #plak. 
Saya sendiri tidak begitu sadar semenjak kapan saya suka berpenampilan feminin dan sangat perempuan. Sebenarnya sadar, tapi tidak ingin membuat seseorang yang pasti kadang diam-diam membacai blog ini menjadi besar kepala # hehe ambil tisue tutup muka sambil malu-malu.
See...saya tidak akan menulis dengan gaya bicara seperti ini sebelum-sebelumnya.#hadooh!
Perubahan pertama, penampilan saya yang lebih perempuan. Entah mengapa saya sekarang menjadi suka memakai rok, dengan pilihan warna cerah, baju berlipit atau berenda. Plus sudah bisa make-up lumayanlah, cukup untuk modal ngursusin singkat sahabat-sahabat bala kurawa saya yang dari dulu sama-sama nggak terlalu perempuan. Mungkin kini sisi “perempuan” saya berhasil diaktifkan hihi. Semenjak lama saya lebih cenderung tampil maskulin, bukan hanya penampilan saja dalam pribadi saya juga maskulin. Sebagai anak pertama, dituntut harus mandiri, urat manja sudah putus lama, tomboy dan pas kecil hobi berkelahi dengan laki-laki. Sedangkan kini, sepertinya ibu saya tidak salah melahirkan anak perempuan, karena sekarang benar-benar terlihat seperti perempuan. #apa sih. Duh ibu saya sepertinya menanti cukup lama untuk yakin anaknya benar-benar anak perempuan ehehe.
Perubahan kedua saya yakni bagaimana cara saya berinteraksi dengan orang lain. Saya masih ingat sebuah perbincangan saya dulu saat masih kuliah S1 dengan teman-teman.
            “ Apa ya, pekerjaan yang nggak usah banyak ketemu sama orang?” tanya saya.
            “ Jadi pegawai perpus aja. Kamu kan suka buku tuh, trus nggak banyak ketemu banyak orang. Cocok deh pasti,” sahut teman saya dulu,
Saya dulu memang tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang lain. Sulit membangun komunikasi, menyampaikan ide, kaku, garing kecuali dengan orang-orang tertentu yang masih sudah biasa kontak dengan saya, misalnya sahabat-sahabat inner circle saya.
            “ kamu sekarang enggak jutek lagi. banyak senyum, ketawa. Lucu. “ saya ingat komentar sahabat yang baru ketemu saya lagi itu.
Saya sadar saya banyak sekali berubah dalam cara saya berinteraksi dengan orang lain. Sekarang saya senang berinteraksi dengan orang lain. Orang lain berarti sesuatu yang baru, cerita baru, pengalaman baru, pembelajaran baru. Saya berubah menjadi seorang “people observer” yang suka mengamati dan berinteraksi dengan orang. Saya juga terasa lebih nyaman untuk berkomunikasi dengan mereka semua. Saya banyak belajar dari orang lain. Perubahan-perubahan saya sedikit banyak bersumber dari picuan hasil berinteraksi dengan orang lain. Orang-orang yang beraneka ragam sifat, pemikiran, gaya hidup ataupun sisi spiritualitasnya. Saya merasa jauh merasa lebih “hidup” dengan berinteraksi dengan orang-orang.
Dan lucunya, sekarang saya seperti “keranjang sampah” yang orang-orang sepertinya gampang sekali untuk bercerita/curhat pada saya. Dan tanpa sadar saya belajar hidup dari cerita-cerita mereka semua. I’m so grateful for that.
Selain itu pemikiran-pemikiran saya tentang hidup juga berubah, humm bertumbuh lebih tepatnya. Nampaknya gen “sok filosofis” memang mendarah daging dalam diri saya. Dan kini makin menggila ahaha. Ada banyak perubahan lain dalam diri saya, dan saya menyadarinya. Tapi mungkin ada perubahan-perubahan lain yang tak saya sadari.
Trus apa yang memicu perubahan saya? Iya, memicu. Bukankah menurut saya tidak ada yang sanggup mengubah seseorang kecuali  diri orang itu sendiri? 
Hummm..bila ditelaah, tonggak perubahan saya mulai saat saya berhasil mewujudkan impian saya yang pertama. Dunia memperlihatkan pada saya banyak kejutan-kejutan yang membuat “otot hidup” saya semakin melentur. Ada banyak kejadian yang bagi saya masuk dalam kategori “luar biasa” yang otomatis mengubah saya. Bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang yang “berbeda” membuat syaraf-syaraf otak saya mengembang. Saya merasa setelah saat itu, saya mulai agak berubah.
Lalu, selain kejadian-kejadian luar biasa dalam hidup, perubahan saya juga dipicu buku-buku yang saya baca. Berapa lama orang hidup bila harus hanya belajar dari pengalaman dan pengetahuannya sendiri? Buku-buku yang saya baca mengajarkan saya banyak hal. Buku-buku itu ada di sepanjang perjalanan pertumbuhan diri saya.


Kemudian, perubahan itu juga semenjak saya bertemu orang yang sanggup memicu sifat-sifat saya yang selama ini ter-nonaktifkan. Kamu #uhuk..barangkali ;p
Saya menemukan apa yang tidak ada pada saya, ada padamu. Ada transformasi bawah sadar yang pelan-pelan membawa laju saya untuk semakin bertumbuh. Saya yang dulu hanya mempunyai percaya diri yang minim, dan saya temukan itu padamu, walau kadang berlebih #glek!
Dan kini saya curi (biar keliatan usaha) ilmu itu sedikit demi sedikit. Ada beberapa kemajuan bila saya jujur merefleksikan pertumbuhan saya. Kadang seseorang hanya perlu diyakinkan untuk bisa melakukan sesuatu, dan bagi saya itu kamu. Perlu upaya membangun percaya diri yang luar biasa bagi saya yang tak biasa berbicara di depan publik, di panggung, menjadi pembicara di acara dengan peserta yang cukup banyak. Sejarah hidup saya sedikit sekali mengajarkan itu. Tapi saya mau nekad mencobanya, dan ternyata saya bisa.
            “ Maju. Bukan hanya melangkah. Melangkah itu bisa saja mundur. Maju” katamu waktu itu. Trus kenapa pula saya mau-mau saja? Ahaaha #garuk-garuk
Pun saat saya  mantap untuk memilih dunia kepenulisan sebagai dunia saya, bukan lagi sebagai hobi. Dulu dengan tameng alasan sebagai hobi, menjadikan saya kurang berani berkarya, kadang malas karena sudah terbunuh rutinitas pekerjaan. Saya belum cukup mempunyai keyakinan untuk mengambil langkah.
Tapi, lihatlah tahun-tahun belakangan ini. Saya kini yakin untuk menghidupi dan berjalan di dunia kepenulisan saya. Saya penulis, dan untuk itu saya harus buktikan dengan karya-karya saya. Passion without creation is NOTHING!
Saya berani akhirnya menerbitkan buku walau baru self publishing, berani bicara dalam launching, menjadi pembedah buku. Kemudian menerbitkan beberapa antologi setelahnya. Saya merasakan pertumbuhan dalam kepenulisan saya. Kamu, membuat saya tidak pernah takut lagi bermimpi #ayayay gedubraks!
Kebersamaan dengan seseorang mampu membuat kita semakin bertumbuh. Karena kita berbagi hidup, bukan hanya berbagi keseharian dan rutinitas. 
Tidakkah semakin hari semakin kau lihat, dirimu ada dalam diriku? Kau kini bisa melihat jejak-jejak dirimu ada padaku.
You’ve downloaded in me. Malam ini saya memeluk diri saya sendiri
Bau kamu !



Sejenis tulisan gombal ahaha. Ndalem Pogung, Jogya. 4 April 2013. 0.14 am




Selasa, 02 April 2013

Bahagiaku




Iseng sebenarnya saya menjelajahi lagi folder-folder foto saya beberapa tahun lalu. Terkadang gambar bisa menceritakan peristiwa dengan begitu pintarnya. Sekaligus kenangan terbawa serta. Saya bukan sedang ingin ber-mellow ria mengenang masa lalu. Saya tak sengaja menemukan video lama yang terselip di antara folder foto-foto tersebut. Saat saya putar video tersebut, mata saya terbelalak, seakan baru kali pertama melihat video tersebut.
Siapa perempuan itu? Dengan muka polos, berkerudung sederhana berwarna merah bata, malu-malu, pipi semerah dadu? Sayakah?
Saya hampir tak bisa mempercayai diri saya sendiri. Perempuan polos itu, saya. Benar-benar saya. Tapi ada satu hal yang tak bisa disembunyikan. Saya tidak bisa mengelabui siapapun bahwa mata saya hampir tak sanggup lagi menampung kebahagiaan. Binar itu, sinar itu, berkali-kali saya putar ulang video itu. Memastikan bahwa saya pernah sebahagia itu.

Beberapa jenis kebahagiaan tak bisa diulang, hanya bisa dikenang (Fadh Djibran)

Gambar yang bergerak ternyata membuat kita tak bisa menyembunyikan apapun. Mimik muka, kegugupan, pipi merona, celotehan, langkah kaki, ataupun tingkah malu-malu. Sebuah foto terkadang hanya sebuah gambar mati yang bercerita saat kamera ditekan tombol klik. Mungkin kadang dengan senyum yang dipaksakan, atau memang senyum yang benar-benar senyuman. Tapi gambar hidup ternyata mampu bercerita lebih banyak.
Dan kali ini bercerita tentang kebahagiaan.
Kadang bahagia dalam hidup bisa berupa penaklukan-penaklukan, bahwa apa yang kita inginkan akhirnya ada dalam genggaman. Kadang bisa anugerah berupa hal-hal indah yang terjadi dalam hidup. Atau kadang bahagia bisa berupa kebersamaan dengan orang-orang tercinta.
Atau pula, bahagia bisa sesederhana kesyukuran kita masih diberi sehat dan hidup yang baik. Menghirupi udara segar, menikmati rinai hujan, masih bisa menikmati sinar matahari, atau hal-hal yang kita anggap biasa, namun sebenarnya penuh hal yang perlu kita syukuri.
Tapi jenis bahagia yang saya tangkap dalam video beberapa menit itu membuat saya tersenyum. Saya seharusnya teramat bersyukur diberi anugerah berupa kebahagiaan seperti itu. Sederhana. Tuhan selalu maha baik.  Dia pernah menganugerahi saya kebahagiaan semanis itu. Kebahagiaan yang bukan penaklukan, bukan kemenangan, bukan sesuatu yang jatuh bangun untuk saya dapatkan. Tapi sejenis bahagia yang mengada. Mengada begitu saja. Tanpa perlu saya tarik, tanpa perlu pura-pura, atau reka-reka. Sejenis bahagia yang begitu sederhana. Ia hanya membuncahi hati saya dengan kebahagiaan yang terpancar dari mata saya. Bahagia ada, hanya cukup dengan menjadi diri saya sendiri. Dengan cinta yang mengada di hati saya. Bahagia. Saya benar-benar bahagia.

Yang menjadikan bahagiaku, belum tentu juga menjadikan bahagia bagimu, atau bagi kalian. Begitupun pula sebaliknya. To feel happiness, there’s no universal recipe. Define our own happiness.

3 Maret 2013.
Tulisan bulan lalu, dan karena beberapa alasan baru “bisa” saya posting.  Selamat berbahagia semuanya. Tuhan berkati kita semua dalam cinta dan kasihNya yang selalu berlebih.

Senin, 01 April 2013

Solitude is not the absence of love



Pagi ini membuka kicauan di linimasa twitter dan menemukan link dari Paulo Coelho, penulis dan pemikir favorit saya yang berjudul “Solitude is not the absence of love”. Saya baca dan sangat mengena. 
Sesuai dengan postingan saya sebelumnya tentang jeda di .http://www.marsdreams.blogspot.com/2013/03/memberi-spasi-mengada-jeda.html
Tulisannya PC cerdas sekali mengungkapkan tentang jeda, dan kepenuhan diri yang bermakna. Kali ini saya ingin mengutip tulisannya di sini, untuk bisa kalian bacai. Semoga bermanfaat !
Selamat merayakan hidup penuh makna :

Solitude is not the absence of Love

Without solitude, Love will not stay long by your side.

Because Love needs to rest as well, so that it can journey through the heavens and reveal itself in other forms.

Without solitude, no plant or animal can survive, no soil can remain productive for any length of time, no child can learn about life, no artist can create, no work can grow and be transformed.

Solitude is not the absence of Love, but its complement.
 Solitude is not the absence of company, but the moment when our soul is free to speak to us and help us decide what to do with our life.

Therefore, blessed are those who do not fear solitude, who are not afraid of their own company, who are not always desperately looking for something to do, something to amuse themselves with, something to judge.

If you are never alone, you cannot know yourself.
 And if you do not know yourself, you will begin to fear the void.

But the void does not exist. A vast world lies hidden in our soul, waiting to be discovered. There it is, with all its strength intact, but it is so new and so powerful that we are afraid to acknowledge its existence.

Just as Love is the divine condition, so solitude is the human condition. And for those who understand the miracle of life, those two states peacefully coexist.
 
 
taken from MANUSCRIPT FOUND IN ACCRA
by Paulo Coelho on March 29, 2013