Kamis, 19 Januari 2017

Hellow 2017 !




Lama sekali rasanya tidak menulis di blog ini. Kenapa sih nggak nulis sekian lama? Nggak ada waktukah? Bohonglah saya kalau bilang tidak ada waktu. Orang akan mencari waktu untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya. Humm..mungkin Tahun 2016 saya sedang ingin rehat menulis eheh. Dan tak terasa kini sudah menginjak Tahun 2017 yaa. Hallooh 2017 *dada dadaa...ehehe udah telat juga sih, udah sampai Tanggal 20an baru hai hai..
Ada nggak ya yang kangen tulisan saya setelah sekian lama rehat? Hayo ngakuuu hihih..

**Kilas Balik 2016
Tahun lalu saya anggap sebagai tahun adaptasi. Pulang kembali ke Indonesia di akhir Januari 2016 membawa banyak sekali perubahan pada hidup saya. Setelah 4 tahunan hidup di Glasgow, kemudian kembali pulang ke Indonesia. Memang bener sih kata beberapa temen, struggle-nya adaptasi itu bukan pas pertama datang ke Glasgow, tapi justru pada saat pulang kembali hidup di Indonesia. Bahkan sampai saat ini pun saya masih berasa hidup di dua tempat, masih punya dua waktu yang berbeda. Seriusan.

Tapi fase adaptasi tahun lalu sebenarnya berjalan dengan baik. Diawali dengan hecticnya pindahan ke rumah sendiri, kemudian mulai lagi dengan ritme akademik kampus dengan segala pernak perniknya. Tapi bulan berikutnya keadaan sudah makin tenang. Dan decoupage nampaknya begitu mewarnai Tahun 2016 saya. Dimulai dengan workshop iseng di sekitar Bulan Februari kemudian tidak sengaja pada akhirnya menjadi bisnis sampingan yang sampai sekarang saya jalani. Mengerjakan pesanan-pesanan setelah seharian kerja di kampus memang menyita waktu saya. Memang sih, rasanya tahun lalu saya kerjanya agak jor-joran. Motif sebenarnya adalah biar nggak banyak waktu diemnya, soalnya kalau banyak waktu luang bawaannya mellow-mellow kangen Glasgow.

Beneran lho, saya memang berencana pengen banget balik ke sana lagi, sebentar saja. Paling 2 mingguan. Itu yang saya upayakan selama Tahun 2016 lalu, bahkan udah hampir beli tiket dan tanya-tanya agen visa UK.  Salah satu penghambat untuk balik ke Glasgow lagi pastinya aplikasi visa UK yang butuh tabungan di rekening yang tidak sedikit. Namun pada akhirnya persis di akhir Tahun 2016 saya mengalihkan tabungan untuk tiket ke Glasgow untuk keperluan investasi. Nampaknya saya harus lebih ikhlas untuk belum bisa ke Glasgow dalam waktu dekat. Saya percaya, bahwa saya akan ke sana pada waktu yang tepat menurutNya. 
Ijazah S3, 2 publikasi jurnal internasional kategori Q1 menjadi salah satu highlight  pencapaian saya di Tahun 2016. Tawaran menjadi reviewer beberapa jurnal ilmiah juga menghampiri, menjadikan tahun lalu memang lumayan syibuukk. Overall Tahun 2016 lumayanlaaah..cuma prestasi ngeblognya jeblok ahaha. Okelah kita perbaiki agar bagaimana bisa membagi waktu untuk bisa aktif lagi di blog ini.
Kadang-kadang bingung mau nulis apa sih..begitu mau nulis, mesti satu-satunya yang muncul di hati dan pikiran cuma kangen Glasgow, trus ga jadi nulis. Itu sih sebenarnya yang terjadi pada Tahun 2016 hahah..

Rasanya pas di sana tuh, gampang aja nyari tema. Pas balik ke sini, mau nulis apa..blank. Ada sebuah artikel yang saya baca, yang bilang bahwa manusia suatu saat mengalami “saat-saat terbaik” dalam hidupnya, nah..manusia tuh bukan hanya seringkali membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain tapi juga membandingkan hidup saat ini dengan hidup pada saat-saat terbaik dalam hidup. Iya sih itu bener banget..Hidup saya di Glasgow adalah salah satu bagian terbaik dari hidup saya. Dan kini saya sudah tidak “berada di masa-masa terbaik itu”.
Itu sih analisa ngawur saya hihi, padahal hidup saya sekembalinya dari Glasgow juga baik baik saja. Happy? Iyalaah bahagiaaa..masa enggak..Happy mana dibanding pas di Glasgow? Tet tooot..haha

** Hi, 2017
Tahun baru, energi baru, rencana-rencana baru. Semoga sih tahun ini akan semakin banyak karya-karya nyata, kontribusi positif, kegiatan-kegiatan super keceh dan momen momen bahagia yang tercipta. Dan semoga yaa, blog ini jadi hangat kembali dengan celotehan tulisan-tulisan saya. Hihih..semoga menjadi tahun yang membahagiakan dan membaikkan!
Salam semangatttts

 

Kamis, 16 Juni 2016

Andai






Beberapa saat ini saya berpikir,
Andai saja manusia tugasnya untuk berbahagia,
Mungkin hidup menjadi lebih sederhana.
Namun sayangnya,
Manusia sering dibebani tugas dan tuntutan yang berjenis jenis itu
Yang seringkali itu terlihat menjadi lebih penting,
Bahkan orang mungkin lupa, untuk mempertimbangkan dan menanyakan
Are you happy?
Andai saja manusia tugasnya cukup untuk berbahagia,
Mungkin hidup menjadi lebih sederhana.

Salam 

Selasa, 31 Mei 2016

Cerita Mei






Mei yang gaduh, sehingga entah kenapa tak satu pun ada postingan yang muncul di blog ini hehe. Tak ada waktu untuk menuliskah?
Hidup memang bertambah sibuk, berkejar kejaran dengan jadwal dan waktu. Dengan ini dan itu. Tapi bukan berarti tak ada waktu untuk menulis.
Kita tidak bisa bilang “tak ada waktu untuk seseorang, atau sesuatu yang kita cintai”—
Saya tidak bisa bilang, tidak ada waktu untuk menulis. Karena nyatanya memang tidak demikian, walaupun bagaimanapun kesibukan saya.
Seseorang, sesuatu, apapun yang kita cintai selalu memunculkan alasan untuk menjadikan sebagai prioritas. Karena itulah alasan ketiadaan waktu menjadi tidak relevan.
Saya jarang menulis, karena..satu-satunya yang terpikir oleh saya saat ini ketika hendak menulis adalah soal rindu. Dan saya hendak mencegah itu.
Begitu saya mulai menggerakkan kata-kata, hati dan pikir saya menuju pada tempat di ujung sana. Dan akhirnya apa yang dulu saat khawatirkan sebelum saya pulang, terjadi juga. Itulah yang dengan segala upaya, ingin saya tepiskan.
Lalu kemana langkah-langkah upaya yang selama ini mendekat untuk senantiasa belajar bersyukur? Ah manusia.
Begitulah, sepertinya bulan ini dalam bawah sadar saya, saya hendak mencegah menebarnya kalimat-kalimat pengandaian-pengandaian, dan rindu yang tak bisa ditampik itu.
Bagaimana hidup sekarang, jalani..itulah yang ingin saya tiupkan pada tiap tiap langkah hari.
Mei yang gaduh. Kuliah yang bertumpuk-tumpuk, kemudian saya mulai mencoba iseng bisnis decoupage, penelitian, begitulah hidup saat ini.
Jauh di dalam hati, saya rindu menulis sepotong senja yang ranum, pagi hari dengan matahari yang mengintip dari arah timur, suara katak-katak dini hari yang sering menemani saya terjaga.
Saya rindu menuliskan percakapan-percapakan di kepala, tentang harapan, ataupun tentang kenyataan yang pahit sekalipun.
Tapi tidak kali ini.
Hati saya terlalu sesak oleh rindu.
Mungkin, pada tulisan tulisan berikutnya, kau akan jumpai cerita-cerita yang lain, petualangan yang lain, pemikiran yang lain.
Tapi tidak kali ini.
Mungkin nanti.
 

Selasa, 12 April 2016

Tentang Jarak dan Kamu




Bandara, terminal, stasiun seringkali menyaksi betapa terkadang aku duduk dengan cemas, sesekali memandang papan elektronik kedatangan. Menanti detik demi detik, peristiwa kedatangan. Kedatanganmu. Memangnya ada yang lebih istimewa daripada itu?
Apalagi setelah jarak dan waktu memberikan sekat pada kita. Lalu apa yang lebih membahagiakan dari pada sebuah pertemuan?

Apakah pesawatmu landing dengan selamat? Apakah bismu datang tepat waktu? Kecemasan-kecemasan semacam itu berloncatan di pikiranku.
Tapi sebenarnya ada pula hal lain yang kucemaskan. Will I still know you? Will you still know me?
Apakah aku masih “mengenali”mu? Dan begitulah, saat seperti itu akan meloncatkan sejenis perasaan yang aneh. Campuran antara rasa luar biasa bahagia ketika jarak tak lagi menjadi sekat, tapi juga ada rasa aneh yang menyelusup. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi kala kita tak bersama sama pada tempat yang sama?

Seperti sering kali kubilang, aku tak pernah cemas pada jarak, aku hanya cemas pada kita yang berjarak. Aku, kamu. Seperti hal sejenis hubungan lainnya, mengalami pasang surut silih berganti. Kadangkala itu tak terlalu merisaukan bila aku, kamu..hidup dalam hidup yang sama, rentang waktu yang sama. Mana lagi yang sanggup melumerkan hatiku selain kamu yang hadir mengada dalam nyata?
Tapi bagaimana ketika jarak meniadakanmu dalam nyata? Ketika kita harus terbiasa dengan texting dan videocalling, harus terbiasa dibatasi oleh layar. Kadangkala itu meredakan rindu, atau mungkin kadang malah menggandakannya.
Jarak, dulu seringkali aku membencinya. Karena ia penyebab ketiadaanmu dalam hidup yang nyata. Yang menyesakkan dari jarak adalah ia membuat dua pecinta hidup dalam hidup yang tak sama.
            “Morning,” sapamu ketika hariku sudah beringsut sore. Waktu menjadi ambigu. Aku mempunyai dua waktu, waktu milikku dan waktu milikmu. Hidupnya terasa mengganda. Hidup dimana aku berada, dan hidup tempatmu mengada.
Tapi suatu titik, aku pada akhirnya berdamai dengan jarak. Bukankah satu-satunya pilihan yang membahagiakan adalah dengan menerimanya?
Terima saja kita berjarak ribuan kilometer. Tak mengapa waktu kita tak sama. Asalkan kita tetap bersama-sama.

Lihatkan orang-orang di sekeliling kita? dekat namun bisa saja terasa berjarak. Kedekatan nampaknya memang tak bisa diukur dengan fisik yang dekat. Mungkin hati lebih tahu bahasa-bahasa tentang kedekatan. Dan sepertinya hati tahu, bagaimana caranya ia menyeberang ribuan kilometer, untuk tetap mengirimkan signal-signal pada hati lainnya yang terpaut. Tuhan sepertinya melengkapi jiwa dan raga manusia dengan kemampuan yang luar biasa seperti itu.
Dan sepertinya hati, selalu tahu dimana tempat yang paling nyaman untuk pulang
Barangkali hati, selalu sanggup merasa dimana hati lainnya yang menunggunya pulang.