Sabtu, 30 Desember 2017

Colmar Tropicale, Replika Desa Prancis di Atas Bukit





Salah satu destinasi rute jalan-jalan saya ke Malaysia-Singapura minggu lalu yakni ke Colmar Tropicale, Pahang Malaysia. Kenapa saya memasukkan daerah tersebut ke list kota-kota yang saya kunjungi? Hehe karena saya rindu suasana ala eropa. Dan konon, menurut beberapa artikel yang saya baca dan foto-foto yang berseliweran di instagram, Colmar tropicale menawarkan area yang mirip desa medieval Prancis. Sayangnya transportasi menuju ke sana relatif sulit. Tidak ada kereta atau bis yang menuju ke sana. Satu-satunya cara termudah untuk mencapai daerah itu yakni dengan shuttle bus yang tiketnya bisa didapat di Berjaya Times Square lantai 8. Sayangnya untuk pemesanan tiket belum bisa secara online, namun kalian bisa mengontak via telp ataupun email. Link lengkap harga dan jadwal keberangkatan shuttle bus nya bisa kalian lihat di sini.

Dan parahnya, kami lupa mengontak untuk reservasi tiket setibanya kami di Malaysia. Sehari sebelum jadwal ke Colmar tropical, kami ke berjaya times square lantai 8 untuk membeli tiketnya. Kami tiba di Berjaya Times Square sekitar pukul 7, dari masjid negara karena terjebak hujan deras cukup lama. Dan setibanya di Lantai 8, ternyata kantor pemesanannya sudah tutup ihiks. Lalu kami memutuskan untuk pagi-pagi ke sana lagi untuk membeli tiketnya. Walaupun saya pesimis apakah tiketnya masih atau sudah habis, mengingat destinasi wisata ini mulai banyak diincar para pelancong.

Ah, benar saja, setelah menunggu sejak jam 8,30 sampai kantor buka jam 9, ternyata tiket untuk hari itu sudah sold habis untuk semua jam pemberangkatan. Ahiks, sedihlah hati kami. Kebetulan saat di counter tiket kami bertemu 2 orang ibu-ibu dari Jogya, Mbak ani dan Mbak Halida. Maka terlintaslah untuk nge-grab ke Colmar Tropicale berlima. Rate harganya 120 ringgit ke colmar, waah masih lumayan murah lah dibagi berlima. Yeaay, akhirnya walaupun tiket shuttle habis kami bisa melancong ke sana.
Jadi, jangan panik dulu bila tiket shuttle habis ya, kalian bisa coba ngegrab dan usahkan sharing dengan beberapa orang sehingga ongkosnya lebih murah. Kami kemarin menggunakan grab yang 6 seater. Jalan menuju ke lokasi lumayan mendaki, dan berkelok kelok jadi lumayan pusing. Plus lupa perut kami kelaparan karena belum sempat sarapan, soalnya buru-buru ke berjaya times square untuk berburu tiket, eh habiss :D

Lokasi Colmar Tropicale ada di Berjaya Hills, Pahang, Bukit Tinggi. Perjalanan dari Kuala Lumpur hampir sekitar 1 jam lamanya. Kemudian ketika memasuki lokasi kami harus membayar tiket sebesar 15 ringgit (ini sudah termasuk tiket ke Japanese Village). Dan yeaaay begitu sampai kami langsung disambut pemandangan ala ala Eropa. Tempat ini memang cocok untuk foto-foto hehe, cocoklah dengan saya yang suka foto foto *halah.

Kami menjelajah lokasi yang memang dibuat mirip banget dengan bangunan bangunan Eropa. Berasa nostalgik banget rasanya melihat bangunan-bangunan ala Eropa. Saya memang berasa betah dengan nuansa eropa-eropa gitu. Dan selain bangunan, ternyata aroma-aroma tertentu juga nostalgik. Aroma croissant dari toko bakery yang masih fresh menguar di udara. Aduh, bikin kangen..iya memang bener sih, aroma tertentu membuat kita teringat akan tempat  atau kenangan tertentu. 

Memang tidak banyak yang bisa kita lakukan selain foto-foto. Karena mungkin lokasi ini memang dikhususkan untuk pengunjung yang ingin menikmati suasana medieval ala desa Prancis. Dan berhubung perut kami keroncongan karena belum sarapan, maka kami menyusur kedai-kedai makanan yang bisa menggajal perut kami. Humm, namun sayangnya harganya ampuuun, mahal euy. Setelah berkeliling survey harga, akhirnya kami menjatuhkan pilihan pada sebuah kedai yang menjual burger seharga 24 ringgit. Heuu itu 24 ringgit bisa buat makan nasi lemak komplit 3 kali di Kuala Lumpur! Jadi tipsnya kalau mau ngirit, mending makan dulu sebelum ke sini, atau kalian bawa bekal sendiri (beli makanan kemudian di bawa kemari). Soalnya harganya bikin nyesek!

Tapi ya sudahlah yaaa, yang penting bisa menikmati pemandangan di bawah ini. Rasanya familiar banget. Padahal Bulan September lalu mengunjungi Glasgow lagi, tapi berasa udah kangen aja.

Cantik kan? bagi kalian penggemar eropa dan ingin menikmati nuansa lain di Malaysia, wajib banget ke sini sih.
Kalau kantung kalian cukup tebal, bisa sewa hotel menginap di sini, karena sebenarnya lokasi ini merupakan resort. Jadi ada hotel yang bisa disewa untuk menginap. Tapi yaa harganya ituuu...saya belum mampuu haha.

Selain di kawasan Colmar Tropicale, ada shuttle gratis yang bisa membawa kalian ke Japanese Garden. Kami mencobanya ke sana, tapi setelah ke sana, saya agak kecewa sih..karena "begitu doang". Apalagi untuk ke sana, setelah turun dari shuttle kita harus mendaki lumayan pegel. Tapi lokasinya gitu doang, masih kurang pengelolaannya.
Nah. PR kami adalah bagaimana caranya turun pulang ke Kuala Lumpur. hehe, karena kami tidak menggunakan shuttle bus, dan ketika dicek aplikasi grab, nggak ada driver yang available. Ya iyalah, daerah pegunungan. Ketika tanya sana sini, kami disarankan naik taksi. Ketika meminta pesankan taksi ke resepsionis hotel, harga 200 ringgit. Hadududu mahalnyooo..akhirnya kami tunda dulu, mencari alternatif lain. Dan hasil tanya-tanya teman seperjalanan saya ke security..akhirnya si security itu berbaik hati mau mencarikan temannya yang biasa sewain mobil gitu. Akhirnya kami pulang dngan mobil sewaan hasil pertolongan si security dengan harga 170 ringgit (dibagi kami berlima). Wah drama lah buat ke sananya. Coba ya, ada yang buka travel jurusan KL-colmar tropicale..mesti bakalan rame tuh. 

Begitu sampai di Kuala Lumpur, kami berhenti di Central Market, tempat cari oleh oleh gitu, dan kami sebelum cari oleh-oleh mengisi perut dulu. Akhirnya dong nemu ayam penyet komplit seharga 8,5 ringgit sajaaah! 

 

Senin, 11 April 2016

Ke Belanda Tanpa Visa? Bagi si Pemegang Paspor Biru Bisa !




Visa seringkali menjadi penghalang untuk bepergian ke negara yang ingin kita tuju. Misalnya saja saya selama studi di UK yang lalu harus apply visa schengen untuk bisa melancong ke eropa daratan. Padahal juga sama-sama di eropa coba..ihiks, sedih kan. Makanya beberapa mahasiswa Indonesia di UK banyak yang mengincar negara-negara yang bebas visa seperti Maroko, Turki (hanya visa on arrival). Eh tapi bisa juga lho ke eropa daratan tanpa visa, untuk negara-negara tertentu yakni Benelux (Belgia, Netherland, Luxemburg) dan Perancis untuk pemegang paspor biru.

Humm siapa sih pemegang paspor biru? Paspor biru biasanya dipunyai oleh orang yang sedang menjalankan tugas negara-nah, saya salah satu pemegang paspor biru karena termasuk menjalankan tugas negara #eaaa yakni studi lanjut ke luar negeri. Karena itulah saya mencobainya desember lalu ke Belanda. Walaupun sudah ada informasi dan browsing sana-sini tentang free visa untuk pemegang paspor biru ke Benelux, tetep aja kok berasa “agak cemas”..ini beneran nggak sih? Atau “jangan-jangan nanti bermasalah”

Dengan budjet yang sangat minimalis, sayapun membeli tiket pesawat Glasgow-Amsterdam. Waktu itu saya berpikir, nggak tau kapan bisa ke eropa lagi..mumpung ada kesempatan, hajar aja deh nekad ke Belanda untuk mengunjungi sahabat baik saya, nuning di Wageningen sebelum saya back for good ke tanah air. Awalnya saya berniat hanya berbekal selembar surat keterangan bebas visa yang saya dapatkan hasil browsing sana sini. Namun ada blog yang menyebutkan kita harus mempunyai surat undangan dari orang yang akan kita tempati selama di Belanda. Si pemilik blog bilang, dua kali ke Belanda menggunakan paspor biru, yang pertama mulus lalu yang kedua rada ribet dengan sempat ditahan diinterogasi petugasnya karena merasa dia perlu visa schengen untuk masuk ke Belanda. Walaupun akhirnya si beliau dilepaskan dan diijinkan masuk ke Belanda. See..pengalaman administrasi di bandara memang untung-untungan bangets. Begitu-begitu yang bikin deg-degan euy..

Akhirnya untuk menambah ayem hati saya, saya meminta sahabat saya untuk membuatkan surat undangan dari gemente (kelurahan) setempat. Prosesnya sih sebentar aja jadi, seingat saya hanya sehari sahabat saya ke gemente dan langsung dikasih surat undangan *dalam bahasa londo, dan saya hanya bisa menebak-nebak apa isinya LOL.
Akhirnya saya menuju ke bandara Glasgow, berbekal tas punggung dan koper kecil yang masuk kabin. Tiket senilai 105 GBP waktu itu harga tiket tanpa bagasi, ya sudahlah yang penting sampai belanda hehe..jadi saya memutuskan untuk tidak membeli jatah bagasi.
Sehari sebelum natal, suasana sudah aura libur panjang. Orang-orang pulang ke keluarga tercinta, atau menghabiskan liburan seperti saya. Biasanya di UK, libur natal merupakan libur terpanjang dalam setahun yakni sekitar 2 minggu.

Setelah melambaikan tangan ke yang mengantarkan saya, saya menuju pemeriksaan awal. Kadang-kadang inilah proses yang melelahkan dari “terbang”, harus melewati sekian proses sebelum akhirnya terbang. Proses pemeriksaan awal dan barang-barang terlewati dengan mulus, saya memang tidak membawa banyak barang. Selain tanpa jatah bagasi, saya hanya berlibur sekitar seminggu di Belanda, cukuplah dengan bawaan minimalis. Setelah tiba di gate yang ditetapkan, saya menunggu waktu boarding. Dan setelah ada pengumuman waktunya boarding, saya ikut mengantri bersama orang-orang lainnya yang nampaknya akan “mudik” natal ke Belanda. Orang-orang di depan saya lancar-lancar saja saat tiket mereka di tap ke semacam mesin boarding. Tapi begitu giliran saja, tiba-tiba nyala merah, berbunyi dan ada tulisan “unable to board”. Glek, kecut hati saya.

Kemudian saya ditangani seorang petugas, dan si mbaknya bertanya apakah saya punya visa schengen ke Belanda.
        “ Untuk paspor biru, tidak perlu visa untuk masuk ke Belanda,” terang saya. Sambil menunjukkan selembar surat keterangan hasil browsing sana sini itu.
            “Kamu butuh visa schengen untuk bisa masuk ke Belanda,” jelas si mbaknya. Errr, masalah nih, batin saya.
            “Tidak, ada kebijakan tertentu antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah belanda kalau untuk pemegang paspor biru, kita bisa masuk belanda tanpa visa,” kata saya kalimat mencoba meyakinkan si mbaknya tadi.
Mungkin orang sini nggak ngeh perbedaan antara paspor biasa dengan paspor biru sih.   
Saya menunggu beberapa menit. Si mbaknya masih memeriksa dokumen yang saya sodorkan.
            “Sebentar, saya cari informasinya dulu. ”kata si mbaknya tadi. Kemudian dia tampak menelpon seseorang.
Saya menunggu dengan harap harap cemas. Sekali dia tetap menggelengkan kepala, gagal sudah saya ke Belanda.
Si mbaknya nampak sudah bicara dalam telponnya, kemudian dia menurunkan gagang telponnya dan bertanya pada saya,
            “ Berapa lama akan stay di Belanda?”
            “ 6 hari saja,” jawabku singkat.
            “ Sudah punya tiket return ke Glasgow?”
            “ Iya, saya book dengan KLM juga,” jawab saya lagi. Dan  si mbaknya memeriksa dokumen saya melalui layar komputernya. Nampak dia mengangguk anguk. Dan menutup telponnya.
            “ Oke, kamu bisa terbang karena kamu boleh ke belanda untuk short visit,” begitu bilang si mbaknya yang membuat hati saya legaaaaa. Ternyata beneran itu peraturan!

Akhirnya saya menuju pesawat yang membawa saya ke amsterdam setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam. Dan tak dinyana, proses pemeriksaan di bandara amsterdam sangat gampang. Tadinya saya sudah menyiapkan sebendel surat undangan dari gemente yang telah diiurus nuning itu karena cemas masalah serupa seperti di Glasgow akan terjadi juga di sini. Tapi  kala saya mengulurkan paspor biru saya, si petugas imigrasi bandara Amsterdam itu dengan wajah datar segera menstempel paspor, tanda saya diijinkan untuk masuk ke wilayan negeri nan oranje itu. Sepertinya petugas di Belanda sudah familiar dengan paspor biru-nya Indonesia. Wuhuuuuu akhirnya tiba juga di Belanda. Nah, bagi pemegang paspor biru..bisa loh dimanfaatkan kesempatan untuk ke wilayah benelux tanpa visa. Nggak usah repot ngurus visa..begitu sharing-sharing info jalan-jalan saya, semoga bermanfaat yaah.
Saya sudah kangen jalan-jalan nih hihi..
 

Selasa, 05 Januari 2016

Apakah Gemar Jalan-Jalan Berarti Banyak Duit?

Di depan Amsterdam Central



Entah mengapa tiba-tiba ingin menuliskan tentang hal ini di awal tahun. Usai kepulangan dari Belanda, terlintas pikiran tadi. Banyak orang yang menganggap kalau melihat orang jalan-jalan pasti dikiranya berarti banyak duit? Logikanya mungkin begini : “ ya kalau enggak banyak duit, nggak mungkin bisa jalan-jalan kan?”
Maksud jalan-jalan di sini ya jalan-jalan jauh, ke luar kota atau ke luar negeri yang notabenenya membutuhkan ongkos yang lumayan. Tapi benar nggak sih anggapan tersebut? Well, mungkin ada yang benar, ada yang enggak.
Untuk kasus saya misalnya, bisa jalan-jalan bukan berarti saya lagi banyak duit lho. Tapi memang diniatkan untuk jalan, ataupun mengupayakan untuk jalan-jalan. Artinya, memang dicukup-cukupkan. Karena saya merasa memang “butuh” untuk jalan-jalan, biar enggak kurang piknik yang berujung bosan, jenuh dan sebagainya.  

Intinya sih bagaimana kita meniatkan dan mengupayakan. Soalnya walaupun sedang ada uang lebihan kalau nggak berniat dialokasikan untuk jalan-jalan, ya pada akhirnya enggak jalan-jalan kok. Jadi bukan berarti jalan-jalan itu punya banyak lebihan anggaran lho ya. Misalnya saja perjalanan saya ke Belanda kemarin, budjetnya tipiisss banget, soalnya kan sudah nggak beasiswa lagi. Tapi memang saya niatkan dan upayakan untuk ke sana, alasan utamanya sih untuk bertemu Nuning, sahabat baik saya yang dulu kita sama-sama bermimpi untuk bertemu di eropa. Berhubung saya sudah mau pulang for good, sedangkan dia baru saja memulai PhD-nya di Belanda. Jadi saya ingin mengupayakan untuk bertemu sebelum saya pulang ke tanah air. Kebetulan kan saya pemegang paspor biru, sehingga bebas visa ke belanda, at least bisa menghemat energi dan biaya untuk ngurus visa.

Namun waktu itu ketika hunting tiket ternyata harganya sudah melonjak karena pas dengan libur natal. Tiket pesawat sudah gila-gilaan hiks. Ya soalnya dia free-nya kan pas libur, jadi memang waktunya nggak bisa ditawar. Sempat memutuskan untuk naik bis saja dari Glasgow ke Amsterdam, yang return ticket-nya seharga 60 GBP. Tapi waktu tempuhnya itu seharian ahaha, kebayang pegelnya di perjalanan. Bagaimana lagi, saat itu saya melihat sebagai opsi paling memungkinkan untuk bisa ke sana dengan budjet yang super minimalis. Biasanya untuk pesawat Glasgow-Amsterdam saat bukan peak season, bisa hanya seharga 40-50an return tergantung pinter-pinternya saja kita hunting tiket. Sedangkan saat itu tiket pesawat sudah 150an lebih haiks. Tapi pas iseng-iseng hunting-hunting tiket lagi, ada opsi tiket yang lumayan terjangkau, tapi tanggalnya harus sesuai dengan penawaran mereka. Akhirnya saya membeli tiket seharga 105.88 GBP untuk return Glasgow-Amsterdam. Ini opsi dengan harga paling rasional di kantong saya. Ya selisihnya sekitar 40 euro dibanding naik bis, tapi daripada menghabiskan perjalanan sekitar 24 jam di bis akhirnya saya lebih memilih naik pesawat.

Dan  begitulah, saat jalan-jalan di Belanda saya juga meminimalkan pengeluaran. Beli oleh-oleh sekedarnya, apalagi tiket saya memang tidak pakai bagasi (hiks 105 GBP itupun tanpa bagasi coba, cuma bisa 12 kg hand luggage). Jadi, kalau handai taulan, saudara, atau entah siapa minta oleh-oleh atau belian apalah itulah..ya begitu deh ahaha. Saya pernah membaca artikel tentang “Jangan biasakan meminta oleh-oleh pada teman yang bepergian”, eheh dan memang bener banget seperti itu kondisinya. Bisa karena memang budjetnya tipis, repot nyarinya, minimnya ketersediaan tempat dll. Saat ngobrol dengan teman pun dia punya pengalaman dan pandangan yang serupa.
            “ Iya mbak, dulu pas pulang ke indo, dikomentari “ mbok ya oleh-oleh kaos gitu--*mosok cuma gantungan kunci*-nya nggak keucap mungkin hihi.” Ungkap teman saya itu.
Haha saya tertawa dengarnya. Tau nggak sih, berapa harga kaos minimal di UK atau eropa? Paliiiiiing murah biasanya 10 GBP itupun yang biasa banget bahan dan desainnya. Kalau mau yang “sedang” itu sekitar 20 GBP-an (sekitar 420 rupiah). Ya kalau belinya cuma satu masih oke-lah, tapi kebayang kan kalau kita pulang yang nanya “oleh-olehnya mana” itu berapa? hihih..

Kalau saya sih pada akhirnya realistis, saya biasanya membelikan oleh-oleh untuk orang-orang yang memang menjadi list saya *yang malah biasanya tuh nggak pernah minta beliin oleh-oleh ehehe. “Oleh-olehnya, kamu pulang sehat selamat aja” *halaaaah lumer. Tentu saja tetap dengan perkecualian tertentu, kadang saya masih carikan titipan oleh-oleh atau barang tertentu kalau misalnya memang memungkinkan.
Gitu sih, jadi apa sih inti postingan ini? Hahah. Intinya jalan-jalan itu selalu memungkinkan untuk diwujudkan kalau memang diniatkan ataupun diupayakan. Eits, tapi jangan lupa juga selalu pertimbangkan keuanganmu agar tetap “aman”. Karena kita juga punya kebutuhan dan rencana rencana lain yang harus dipertimbangkan.
            “Nggak papa lah enggak Euro trip, tapi kan pulang sudah ada rumah,” begitu ujar si sebelah ketika saya bilang sampai mau pulang ternyata belum terwujud juga bisa Euro Trip jelajah eropa.

Iya sih bener banget, kita sendiri yang tahu prioritas dalam hidup kita. Tapi, disempatkan jalan-jalan ya *tetep. Semoga tahun ini, bisa kembali bepergian ke tempat-tempat baru yang bisa membawa kebaruan-kebaruan pemikiran dan pengalaman.
Salam jalan-jalan.



 

Rabu, 25 November 2015

The Hermitage-Pitlochry-The Loch Tummel




Suhu udara memasuki musim dingin ini sudah makin menurun saja. Rasanya musim dingin kali ini lebih dingin daripada tahun sebelumnya. Saya merapatkan syal untuk menahan hawa dingin yang menyelusup sembari menunggu kedatangan bis tour yang akan membawa saya menuju Pitlochry. Saya dan teman seperjalanan ikut bus tour kampus yang akan mengunjungi beberapa lokasi di Highland. Saya beberapa kali ikut tour kampus ini, terutama untuk lokasi yang sulit dijangkau dengan kendaraan umum seperti bis maupun kereta. Pitlochry, tujuan tour kali ini berada di area highland. Oh ya, Skotlandia dibagi menjadi dua daerah besar yakni lowland (dataran rendah) dan highland (dataran tinggi), dan Glasgow termasuk ke area lowland.

Bus tiba tepat waktu sekitar pukul 7.45 dengan waktu keberangkatan yang tertera di tiket adalah pukul 8.00. Satu hal yang patut untuk dicontoh yakni ketepatan waktu sesuai jadwal. Seperti biasa saya mengambil posisi duduk di dekat jendela, tentu saja agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di luar jendela. Pemandangan lanskap Scotland apalagi area highland selalu memanjakan mata. Bus meninggalkan Glasgow dengan matahari yang baru saja terbit menampakan gurat gurat kemerahan di langit pagi itu. Jarang sekali rasanya melihat matahari terbit di sini. Tentu saja karena jarang matahari muncul ehehe. Beberapa waktu itu cuaca sudah makin tak menentu, seringkali hujan disertai angin yang membuat malas sekali ke luar rumah. Makanya Alhamdulillah hari ini cuacanya cerah, walau tetap saja suhunya bbrrrrr.

Bus melaju menuju area higland dengan pemberhentian pertama kami adalah The hermitage National Park. Agendanya jalan-jalan saja menyusuri River Braan di hutan Craigvinean tersebut. Pemandanganya hampir sama lah dengan National Park di Indonesia, bahkan beberapa lebih indah di Indonesia. Ada air terjun dan juga gardu pandangnya. Memang agak aneh sih, dingin-dingin begini jalan-jalan ke park ehehe..tapi tetap saja menyenangkan kok. 

The Hermitage-Hutan Craigvinean
Tujuan tour kali ini adalah ke Pitlochry, sebuah kota kecil di area Highland. Kotanya cantik dengan lanskapnya yang apik. Walaupun tidak terlalu banyak tempat yang bisa dikunjungi, namun berjalan-jalan di area city centre-nya saja juga sudah lumayan menghibur. Kami mampir ke toko fish and chips sebelum mulai menjelajah. Sebenarnya kami sudah menyiapkan bekal berupa nasi dan ayam kungpao, namun sepertinya hawa dingin yang menyergap membuat kami ingin makan sesuatu yang hangat-hangat. Kami ngobrol dengan di penjual fish and chips dan bertanya lokasi mana yang layak untuk dikunjungi. Katanya dia sih pergi saja ke Fish Ladder.
Akhirnya kami pun menuju ke sana. Hummm, sebuah bendungan yang terlihat sudah cukup tua. The Dam and Fish Ladder ini dibangun antara 1947-1951, yang fungsi untuk generator listrik dan fish laddernya untuk memungkinkan migrasinya salmon atlantik melewati dinding bendungan. Kalau bagi saya yang anak tropis, wisata begini gini emang terasa tidak terlalu menarik. Ya lumayan buat tahu-tahu aja lah. Di seberang dam, ada jembatan yang lumayan unik dimana ada gembok gembok kunci yang bertuliskan nama pasangan-pasangan gitu. Ala-Ala yang ada di Paris gitu lah.

Usai dari Fish Ladder kami kembali ke city centre, dan hendak menuju Pitlochry Church. Signal Hp di area ini sudah susah banget untuk google maps, jadinya ya asal jalan saja. Dan tadaaa...akhirnya ketemu juga. Bangunannya super cantik. Dari gereja ini juga bisa memandang lanskap kota ini dari ketinggian. 


Atap-atap bangunan bangunan kota yang terlihat dengan atap atapnya yang berbentuk kerucut itu membuat berasa seperti dengan di negeri dongeng gitu ehehe. Lihatlah foto di bawah ini, terlihat kan lanskap kota ini yang cantik.



Usai dari gereja, kami menghabiskan sisa waktu untuk berkeliling di area city centre. Memasuki toko-toko, ataupun sekedar jalan-jalan menyusuri kota sampai jam 3 sore, waktunya kami kembali ke bis untuk perjalanan berikutnya.
Dari area pusat kota Pitlochry, kami kemudian menuju The Queen's view. Kata di Hoji, pemandu tour ini..the Queen's view adalah salah satu tempat favorit dia selain Isle of Skye. Hiks, ingat Isle of Skye saya mendadak sedih. Soalnya sampai mau pulang pun belum kesampaian ke sana. Lokasinya yang sulit dijangkau dengan kendaraan umum itulah yang membuat susah menuju ke tempat itu. Biasanya anak-anak pada rombongan sewa mobil ke sana, ataupun ikut tour. Nah, berhubung kemarin-kemarin saya masih ribut dengan urusan thesis, jadi nggak sempat ikut rombongan anak-anak Glasgow. Baru deh, saat waktu sudah sempit begini berasa...dududu.
Ah, itu mungkin tandanya saya harus balik lagi ya ke sini buat jalan-jalan ahah

Baiklah, sekitar 30-45 menit kami sampai di Queen's View, Loch Tummel. Rencananya, tour ini mampir ke tempat ini sekitar jam 4 sore untuk melihat sunset. Tapi langitnya Scotland lagi nggak begitu bersahabat, jadinya sunsetnya nggak muncul. Tak apalah, udah dikasih cuaca nggak hujan saja seharian ini sudah Alhamdulillah banget.
Dan ternyata the Queen's view ini memang indah. Dari tempat ini kita bisa melihat Loch Tummel dari atas. Konon, tempat ini dinamai The Queen"s view setelah Ratu Victoria mengunjungi daerah ini pada tahun 1866. Tempatnya sungguh seperti di antah berantah, di antara Tay Forest Park,  jalan menuju ke tempat ini hanya sebuah jalan sempit yang hanya bisa dilalui 2 mobil yang mengharuskan mobil berjalan perlahan saat harus bersimpangan. Susah kan kalau pakai kendaraan umum, mana ada yang jurusan ke tempat ini. Ini sih salah satu keuntungan ikut tour kampus seperti ini, harganya lumayan bersahabat dan bisa ke beberapa tempat dalam sekali tour. 

Kami diberikan waktu satu jam untuk menikmati tempat ini untuk berfoto, duduk-duduk ataupun bisa ke cafe untuk minum kopi. Ada satu cafe yang tersedia di sini, tempatnya pun cukup representatif. Sempet kepikiran, ini pegawai cafe-nya gimana ya transportnya tiap hari kerja di sini? heheh lah kerja di tengah area antah berantah seperti ini.





Usai dari The Queen's view kami kembali menuju Glasgow. Dengan suhu yang makin menurun, dan dingin sudah semakin memeluki tubuh. Penat memang, hari ini lumayan jalan banyak. Tapi tentu saja menyenangkan.
Jalan-jalan selalu saja menyenangkan, iya kan?