Membacai tulisan Dee itu membuatku sering menahan
nafas, lalu disela-selanya sering ngedumel “ eghh keren banget, gilak!”.
Lalu terburu-buru kembali menempatkan
mataku untuk menelusuri barisan tulisannya lagi. Tulisan Dee selalu cerdas
untuk membuat bertanya-tanya sampai akhir, walau mungkin terkadang yang
tertinggal hanya pertanyaan itu sendiri. Ia tidak berjanji untuk memberikan ending dengan penyelesaian, ataupun
dengan jawaban. Tapi dia dengan tidak sopannya selalu sangup membuat ending yang membuat rasa di hati saya “gleser-gleser” lalu mikir.
Membaca tulisannya seperti siap-siap dengan pijar
kembang api, mengejutkan. Bukan hanya
kembang api, tapi juga bisa ledakan yang bikin kecanduan. Saya sungguh
jatuh cinta dengan pilihan diksinya yang ajaib dan dalam. Seolah pilihan
katanya itu sudah begitu cermat disusun, begitu cerdas mengusung makna yang
hendak disampaikan. Butuh kedalaman pikir dan sederet pengalaman untuk bisa
menciptakan tulisan seperti itu. Angka topi sekali lagi untuk Dee.
Kedalaman jiwanya untuk menyampaikan tema-tema
universal makin ahli ia tuliskan. Kenapa hampir setiap cerita pendek dalam
Rectoverso itu sangat berkesan dan langsung melekat pada pembacanya? Karena
hampir semua cerita itu dialami oleh setiap manusia. Kisahnya terasa sedekat
urat nadi pembacanya. Cinta terpendam pada sahabatnya sendiri mengawali buku
ini dalam “ Curhat buat sahabat”. Tema universal yang banyak terjadi antar
manusia. Siapapun yang membacanya, gampang sekali untuk merasuki kisah ini,
karena kisah ini begitu” dekat” dalam hidup nyata. Entah itu kisah sendiri,
kisah sahabat, saudara, tak pelak lagi ini cerita yang sangat universal.
Kisah seorang sahabat yang memendam rasa cinta
pada sahabatnya sedemikian lama.
“Sebotol
mahal anggur putih ada di depan matamu, tapi kamu tak pernah tahu. Kamu terus
menanti. Segelas air putih (Curhat Buat Sahabat).
Tahap “mengalami” inilah yang menyebabkan pembaca
seperti merasakan pergulatan-pergulatan batin yang disuguhkan dalam setiap
ceritanya. Ada gelenyar rasa, sebentuk pertanyaan, dan jawaban yang dituliskan
dengan begitu cerdas dan elegan.
Tulisannya hampir tak pernah terlalu berbunga-bunga,
tapi romantisnya terkadang luar biasa.
Bagi saya, kecerdasan tulisannya menyebabkan
tulisannya sangat seksi bukan kepalang. Tulisan yang masih sangat langka di
antara para penulis Indonesia. Hal inilah salah satunya menyebabkan karyanya
tidak pernah membosankan untuk dibaca ulang. Kebanyakan buku sekali baca
nasibnya nangkring di lemari buku dan entah kapan lagi dibaca lagi. Tapi bagi saya,
untuk karya Dee seperti filosofi kopi, Madre, Rectoverso sangat nikmat untuk
dibaca ulang lagi.
Terkadang “rasa” dan “pemahaman” saat membacai
lagi pun mempunyai tingkatan rasa yang berbeda saat membacanya saat terakhir
kali. Tulisannya itu seperti bertumbuh seiring dengan pertumbuhan diri
pembacanya. Itulah ajaibnya karya seorang Dee.
Terutama bila kisah yang dituliskan sedang dialami
atau dihadapi, rasanya sungguh sangat tidak sopan dalam mengacak-acak rasa.
Tulisannya itu candu. Yang sering membuat saya iri setengah mati, bagaimana
bisa mencipta karya cerdas dan seksi seperti itu. Iri yang positif tentu saja.
Sebagaimana Tasaro GK yang belajar diksi dari tulisan-tulisan Dee.
Di buku Rectoverso ini nampak Dee sudah semakin
bertumbuh dengan kedewasaan dan kecerdasan jiwanya dalam mengulas kisah kisah
manusia. Di banding Madre, buku ini ramuannya terasa lebih komplit. Ada pula
secuplik kisah cinta ibu pada anaknya yang tanpa batas di “Malaikat Juga Tahu”,
cinta yang dipisahkan oleh kematian (Aku ada), rumitnya cinta poliamori (Grow a
day older), pasangan dengan kadaluarsa rasa (Peluk) dan kisah-kisah lainnya
yang tal kalah mengesankannya.
Kisah favorit saya umm.. Grow a day older, curhat buat sahabat, dan
aku ada. Ah, Hampir semuanya saya suka.
Dan saya menunggu untuk menonton film layar
lebarnya. Dan rasa saya bersiap-siap diombang ambingkan.***
Mereka
yang tak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang
tak paham energi cinta kan meledakkannya dengan sia-sia
(Malaikat Juga Tahu).
Sahabat
saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu
ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang sanggup ia miliki. Saya adalah
orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tak sanggup saya
miliki (Hanya Isyarat)
Di
pantai itu kau tampak sendiri, Tak ada jejakku di sisimu. Namun saat kau rasa.
Pasir yang kau pijak pergi. Aku adalah lautan. Memeluk pantaimu erat.
(Aku Ada).