Senin, 17 Mei 2010

Engkau...


Aku adalah engkau

Engkau adalah aku

Aku, cerminmu,

Kau, bayangku

Kau, hilangku yang kutemukan

Kutantang takdir atas rasaku itu

Yang kini menjungkalkanku

Karena engkau adalah Ia

(15 maggio 2010.22.17)

Aku benci aku kalah tanpa peperangan yang gigih, hanya karena aku tidak tahu senjata apa yang harus kupakai, siapa yang harus kubunuh, siapa yang harus kubuat menyerah..dan tiba-tiba menemukan diriku kalah……..Mars, The God of War, kali ini kau harus memaafkan dirimu sendiri. (22.53)

Belok Kanan Barcelona


Judul buku : Traveler’s Tale (Belok Kanan : Barcelona!)

Penulis : Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman Hidayat, Ninit Yunita

Penerbit : Gagas Media

Halaman : 228 Halaman

Blip pesan pendek kuterima, kubuka di sela-sela rapat yang tak jua usai walaupun jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.00 dan perut sudah melilit karena belum makan siang,

“ Belok kanannya ada. Jadi beli?” Heeep..mataku berbinar, tanpa pikir panjang kubalas sms itu, sambil sekilas melihat di arah pimpinan yang tengah memberikan pengarahan.

“ Beliiiii. Nitip ya….tengkiu” blip, sent…Begitulah mengapa buku yang sebenarnya sudah lama terbit ini bisa mampir ke tanganku. Susah payah aku mencari buku ini, awal bulan lalu saat aku mencarinya di taman pintar Yogja, kutanya satu-satu pemilik lapak-lapak toko buku itu,

“ Belok Kanan Barcelona-nya ada Mas?” tanyaku dengan muka serius. Eihhh si mas-mas itu senyum-senyum,

“ belok kiri aja mba….” Jawabku dengan senyum yang kuartikan maknanya “ haduuh mba cari buku kok judulnya aneh-aneh” Huuuff, maka demi mendengar Iinesta, sahabatku yang tengah di pameran buku menemukan buku itu, tanpa pikir panjang…nitiiiiipppp J

Okay, honestly..aku beli buku itu karena judulnya! Sangat pribadi dan subjektif, tapi juga tidak bisa diganggu gugat. Alasan pribadi selalu tidak memunculkan ruang untuk didebat. Titik, kadang kala semuanya menjadi hiperlogika. Okay, don’t talk too much about me, let’s talk about the book

Covernya okey, tapi tidak terlalu luar biasa. Tampilan isinya sangat khas Gagas, ehehe sebagai bekas salah satu penulis di buku terbitannya tentu saja aku paham. Desainnya yang membuat tampilan menjadi menarik, sisipan gambar, sisipan tips..menurutku sangat okey. Tampilan seperti ini tidak kutemukan di penerbit lain yang lebih fokus pada tulisan.

Dan setelah membaca isinya, hmm…I’m afraid to tell you, but…biasa saja. Kecewa? Hmm nggak juga sih. Karena lumayan asyik, soalnya settingnya kota-kota luar negeri. Yap, because I luv travelling

Novel ini merupakan project bersama keempat penulis ini bergenre nge-pop dengan bahasa gaulnya. Yang jujur saja, rada sudah tidak “masuk” untuk bahasa seumuranku ahaha…Aku pun menyadari sudah tidak mampu lagi menulis dengan bahasa gaul anak-anak muda (dari dulupun nggak pernah bisa). Ceritanya tentang persahabatan empat orang yakni Francis, Retno, Farah dan Jusuf. Dan saya yakin satu penulis mewakili satu karakter dalam novel ini. Keempat sahabat ini sebenarnya saling jatuh cinta dengan alur yang rumit ala sinetron. Francis dan Retno saling menyukai sejak kecil, tapi dua kali cinta Francis ditolak karena mereka berbeda keyakinan fiuhhh…Sedangkan Farah sebenarnya mencintai Francis tapi tidak pernah berani mengungkapkan, sedangkan Jusuf justru mencintai Farah, itu juga sampai dewasa belum juga terkatakan. Haduuuh sebenarnya tema yang sedang tidak ingin kubaca. Lagi nggak suka tema beginian…

Ceritanya, akhirnya Francis Lim akan menikahi gadis catalunya dan segera menikah di Barcelona. Ia mengirimkan undangan ke tiga orang sahabatnya itu. Dan kisah mengalir dengan bagaimana ketiga sahabat itu dengan perjalanan dan misinya masing-masing pergi ke Barcelona. Farah setengah mati memaksakan diri ke Barca karena ingin mengatakan perasaan yang sesungguhnya pada Francis, Retno ingin pergi ke Barca karena ia ingin melihat Francis menemukan cintanya. Jusuf harus menghabiskan tabungannya untuk menghentikan Farah, sekaligus ingin menyatakan apa yang selama ini tak terkatakan. Owh, it’s all about love, guys…

Alurnya naik turun, kadang membingungkan. Deskripsinya kurang kuat, kayak membaca orang berlari-lari dari satu kota ke kota lainnya. Nama-nama tokoh-tokoh nggak penting terlalu banyak berhamburan sehingga pembaca bingung. Detail…uhmm sayang sekali, penulis tidak mampu (menurutku) membawa pembaca ikut larut dalam indera penulis. Banyak tempat-tempat bagus tanpa detail yang memadainya, okay..i luv details..karena akan menyebabkan buku menjadi kaya dan berisi. Sisi emosi juga kurang dimainkan, banyak adegan yang sebenarnya bisa dibuat lebih mengharu biru lagi. Terkadang ada kesan plain saat membaca saat-saat yang justru menyentuh.

Kisah ini berakhir dengan bersatunya Francis dan Retno (trus perbedaannya itu apa kabar? Nggak jelas juga), serta Farah dan Jusuf akhirnya menikah, happy ending story. Uhmmm…

Cukup menghibur untuk dijadikan bahan bacaan di kala senggang, santai dan bisa diselesaikan sekali atau dua kali duduk. Ringan, kocak, lumayan seru sih…mungkin sesuai dengan segmen remaja atau dewasa muda. Laris manisnnya sebuah buku juga ditentukan bagaimana buku itu diterima oleh pasar, seperti juga nasib sebuah film. Karya bagus belum tentu laris, karya yang laris belum tentu bagus. Uhmm so, karena buku ini berisi sedikit banyak travelling, so..yah nggak rugi lah beli buku ini, walau agak sedikit overexpected. I don’t find something special about Barca in this book…ehehehe

Sabtu, 15 Mei 2010

Bau Harum Toko Buku


Kemanakah engkau saat tengah jenuh? Bosan dengan keseharianmu? Setiap orang mempunyai tempat favorit untuk menghabiskan waktu. Dan satu tempat yang sudah pasti akan membuat mood-ku membaik adalah pergi ke toko buku!

Bau harum toko buku, yap atmosfer toko buku selalu membuatkku nyaman. Berada di sekeliling buku-buku yang dipajang, dengan judul yang bermacam-macam, puluhan penerbit, ratusan nama penulis. Seperti mengenggam dunia, rasanya seperti itu. Aku mau membaca apa, ingin melihat apa, kemana, semuanya bisa ditawarkan oleh benda ajaib bernama buku, yap…BUKU.

Aku selalu diterpa perasaan nyaman bila melihat buku-buku banyak yang dipajang. Okay, salah satu penyakit gilaku nomer entah berapa. Perasaan nyaman saat melihat buku-buku dipajang, saat melihat lapangan sepakbola, saat melihat langit, saat memeluk tiang atau pohon. Ahaha u think that I need to go to psikolog?ahaha..good point!

Jadi menyadari lagi, ternyata banyak benda-benda mati yang membuat hidupku semakin terasa nyaman. Karena alasan itulah kamarku dipenuhi buku-buku yang sudah kubaca atau yang sudah kubeli dan belum sempat kubaca ehehe. Aku suka membaca, hampir apa saja…uhmm..tidak juga, ada beberapa yang rasanya sudah tidak cocok lagi dengan umurku untuk kubaca :P

Dalam buku bisa kutemukan penghiburan, bisa kutemukan pencerahan, petualangan, cerita-cerita penuh inspirasi. Isi kepala penulis, karakter orang, apapun. Apapun, tergantung buku apa yang kau baca.

Mungkin karena suka membaca, aku jadi suka menulis, atau kebalikannya. Ah ini seperti kisah telur dan ayam.

Tahukah engkau betapa dahsyatnya pengaruh beberapa kalimat yang ditulis oleh seorang penulis yang tentu saja tidak kukenal. Aku hanya tahu namanya, seperti yang tercetak di cover buku itu, atau hanya sedikit deskripsi tentangnya di halaman terakhir. Tapi bagaimana beberapa orang itu mempengaruhi hidupku dengan begitu dahsyat, tidak akan pernah terjadi seandainya aku tidak pernah membaca baris-baris kalimatnya dalam sebuah benda bernama “Buku”.

Misalnya saja, aku harus berterima kasih pada si ikal Andrea Hirata yang menumbuhkan lagi semangat mengejar impian-impianku.

“Beranilah bermimpi, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu” Kisahnya sangat inspiratif, dan lagi bahasa novelnya yang penuh metafor mengejutkan itu sangat menawan. Aku sering membaca ulang, rasanya tanpa merasa bosan. Karena aku merasa gaya penulisannya sangat original. Sulit sekali meniru gaya penulisannya, karena ia mempunyai ciri tersendiri. Aku banyak belajar menulis darinya,

Aku juga harus angkat topi pada karya-karya Paulo Coelho. Ia begitu banyak mengajariku tentang hidup. Bahkan Tuhan menjawab pertanyaanku tentang arti sebuah perjalanan mewujudkan impian dalam bukunya yang legendaris ”the alchemist”. Koleksi karya PC hampir semuanya sudah kubaca, walau memang terkadang bahasa dan penyampaiannya sukar dimengerti, aku tetap salut dengan baris-baris kalimatnya. Bukunya seperti berubah menjadi buku referensi karena sering kuberi tanda underline…

“ Percayalah pada impian-impianmu. Karena seluruh jagat raya akan bersatu padu mewujudkannya” itu salah satu kutipan favoritku di bukunya.

“ahaha..pantas saja, kitab kita sama” komentar Connie, teman kosku setelah lama tidak bertemu. Bulan lalu aku mengunjunginya di Jogja dan menemukan setumpuk buku-buku yang semuanya hampir seperti ‘selera” ku.

Aku belajar untuk terpusat, tak lagi terlalu banyak terguncang oleh kehidupan karena tersentuh oleh kata-kata Gede Prama. Ia mengajarkan padaku bagaimana belajar mencintai dualitas hidup, menang kalah, gagal sukses, pahit manis bahkan hidup dan mati. Banyak buku lain yang mengajariku bagaimana memilih untuk menjadi bahagia, bagaimana memandang hidup, bagaimana mensikapi saat-saat sulit, dan banyak pembelajaran berharga lainnya.

Betapa aku terinspirasi dari mereka, membuatku takjub. Begitu ajaibnya sebuah buku untukku. Karena itu aku mencintainya, dan ingin menulis dan menulis. Menulis buku, karena aku pernah berkali-kali tersentuh oleh buku dan kini aku harus mengembalikan cinta yang diberikan sebuah buku padaku, dengan membaginya kepada orang lain.

Bau harum toko buku, ingin kukenalkan baunya itu pada orang-orang sekelilingku, pada lelakiku, pada anak-anakku kelak. Karena bau itu, aku mencium bau keabadian, dalam baris tulisannya yang akan selalu dikenang zaman ***

Kedungweru, 12 maggio'10 19:52.di meja kamarku yang sudah kutinggali lebih dari seperempat abad.




Sebuah Rasa yang Hanya dikenali Hati


Saat ini menetap di Purwokerto, sambil menunggu persinggahan selanjutnya. Masih terus asyik menulis ditemani secangkir kopi panas dan serentet musik favoritnya. Menikmati bola sebagai bagian hidup, buku-buku sebagai penghibur sekaligus guru besar, dan petualangan sebagai bentuk kehausan jiwa manusianya. Bahagia dengan keluarga serta. Sahabat yang menjadi sumber energinya yang tak pernah lekang. Masih terus melakukan perjalanan jauh ke dalam diri, memaknai hidup sebagai berkah dalam setiap hembusan nafasnya.


Iseng saat membuka halaman blog, aku membaca lagi profilku: About me…tersenyum sejenak. “Aku banget” begitu pikirku saat pertama kali membacanya lagi.

“ sambil menunggu persinggahan selanjutnya” - - - uhm, kemana? Tapi pagi ini aku mendapat bisikan (seperti wangsit saja ahahaha) “ bunyi bisikan itu adalah..setelah kota ini akan segera datang kota berikutnya.

Semoga saja segera. Karena bukan aku tidak menikmati hidup di kota kecil di kaki Gunung Slamet ini, tapi karena kota ini belum juga membuat ruhku, jiwaku merasa melebur dengan tempat ini. Ah, bahasaku semakin absurb saja. Sederhananya, kota ini belum juga mampu membuatku jatuh cinta.

Purwokerto dengan udaranya yang masih bersih, dengan paginya yang tenang, indah dan damai. Sepotong senja yang sendu, yang hangat. Orang-orang di sekelilingku, anak-anakku (baca:mahasiswaku) yang selalu menghiasi hari dengan segala tingkahnya. Everything is fine

FINE _Frustated-Insecure-Neurotic-Emotional?? Ehehe bukan seperti itu…trully fine

Tapi kota ini tidak membuatku merasa bahwa tempat ini adalah “this is where I belong”. Rasa itu..rasa itu belum juga muncul. Berapa tahun aku menjejakkan kaki di tanah-tanahnya? Empat tahun menempuh gelar sarjana, dan saat bekerja…uhmm sudah lebih dari dua tahun. Semuanya lebih dari 6 tahun tepatnya. Tempat ini tidak sanggup membuatku merindukannya, tidak mampu membuat hatiku menemukan rumah.

Kau menyebutku aneh –Ampun deh, masalah tempat aja ribet bener—just say it, it’s okay..Walaupun aku tahu ‘ dimanapun kau tinggal, bukan masalah bagaimana lingkunganmu, tapi bagaimana dirimu sendiri” Maksudnya, damai atau tidak damai,tergantung diri kita sendiri---okay aku mengerti. It’s not the matter most…I definetely agree with that

Karena aku mempunyai kota yang hanya dengan melihatnya sebagai setting sebuah film atau sinetron bisa membuatku merasa berdetak-detak, mendengar kota itu disebut, mendengar lama-lamat sebuah lagu yang judulnya mengambil nama tempat itu, bisa dalam detik itu juga mencerabutku dari segala aktivitasku. Ada detik itu..detik itu yang secara spontan mengambilku dari dimanapun aku berada untuk (dalam detik itu juga) memikirkan kota itu, dan ingin kembali lagi ke sana. Uhmm..ternyata perasaan seperti itu juga hampir mirip dengan cinta.

Nyaman saja tidak cukup, baik saja tidak cukup. Atau bahkan tidak harus nyaman, tidak harus baik. Seperti juga cinta, tidak harus sempurna, tidak harus sesuai dengan standar apapun. Asal ada rasa itu. Rasa yang hanya dikenali hati.

This is where I belong”

(Merindukan tempat itu, yang kini sudah terlalu riuh dengan orang-orang, terlalu padat dan berdebu dengan kendaraan yang berjejal, tapi tetap saja..saat mendengar aksen Jawa kental yang diucapkan sopir TransJogya, saat mendengar obrolan si mbak penjual Gudeg di emperan jalan Kaliurang, bahkan memandangi lanskapnya yang tidak lagi bersih seperti dulu, bisa membuatku merasa di “rumah”. Sebuah rasa yang hanya dikenali hati)

Tak perlu menjadi sempurna, untuk sebuah cinta

Purwokerto, 12 maggio 14:24. Di meja kerjaku, ditemani secangkir kopi yang tinggal separuh