Selasa, 16 September 2014

Dunoon, Romantisme di Semenanjung Cowal





Kami berpikir sejenak setelah pak supir McGills menyebutkan harga tiket dari Glasgow ke Dunoon yang seharga 15 pounds itu. Sebelumnya kami mencari informasinya di internet namun tak bisa kami dapatkan, yang ada hanya tiket weekly atau montly saja. 15 pounds? Hummm lumayan mahal juga tapi akhirnya kami memutuskan untuk membeli tiketnya dan duduk di barisan depan bus McGills yang akan membawa kami ke Dunoon.
Nama Dunoon sebelumnya adalah nama yang begitu asing bagi saya. Bukan semacam tempat wisata yang terkenal di sekitar Scotland seperti Edinburgh, Stirling ataupun Isle of Skye. Namun kali ini, kami  ingin sebuah wisata yang agak berbeda, dengan mencari wisata pantai/laut. Dan nama kota-kota kecil di sekitar Glasgow seperti Greenock dan Dunoon menjadi pilihan dengan mengandalkan browsing informasi dan gambar-gambar di internet.
Dan kali ini memang jalan-jalan yang spontan, begitu melihat ramalan cuaca yang sunny di akhir pekan, maka dengan rencana yang kilat kami memutuskan untuk pergi ke Dunoon.
Bis McGills, satu-satunya operator bus yang melayani rute ke sama berangkat tepat waktu dari Buchanan Bus Stasion. Selain bis, bisa juga  menggunakan jalur kereta api. Ada yang unik dalam perjalanan kali ini, ternyata semua penumpangnya bis kecuali kami adalah orang-orang yang sudah cukup lanjut usia. Berasa agak aneh di antara mereka semua. Apakah Dunoon itu semacam tempat yang cocok untuk peristirahatan simbah-simbahkah? Hehe.
Memang pemerintah UK menyediakan fasilitas yang luar biasa keren untuk mereka yang sudah lanjut usia dengan memberikan kartu transportasi gratis untuk bus. Jadi para simbah-simbah di sini terbiasa jalan-jalan sendiri atau bersama pasangan (tanpa ditemani keluarga) dengan mandiri kemana-mana. Saya membayangkan hal ini suatu saat bisa juga diterapkan di Indonesia, tapi memang membutuhkan sokongan dana yang lumayan banyak. Dengan fasilitas tersebut, pastinya orang yang sudah lanjut usia akan lebih merasa bahagia dengan mempunyai kesempatan mengisi waktunya dengan jalan-jalan, beraktivitas dibandingkan harus terus menerus ada di rumah dan baru bisa bepergian bila ada anak atau cucu yang mengajak mereka.
Tapi di samping betapa awkwardnya berada dalam bis yang isinya simbah-simbah semua kecuali kami, tetap saja pemandangan di luar jendela begitu memanjakan mata. Jalur yang ditempuh menyusur pinggiran laut hingga saya bisa mengamati kota-kota kecil yang berbatasan dengan laut. Kursi-kursi yang mengarah ke laut, hamparan rumput di sekitar pantai di kota Port Glasgow, Greenock dan cantiknya pemandangan di dekat pantai di Gourock. Humm, seru juga kalau ada kesempatan menjelajah kota-kota itu. Pemandangan yang berbeda dengan yang biasanya saya lihat bila jalan-jalan ke daerah sekitar Scotland dan England yang biasanya berkarakteristik padang rumput, domba-domba, peternakan dan ladang gandum atau sorgum. Karena itu, kami dengan antusias melihat setiap detail pemandangan berbeda itu di luar jendela.
Sampai di Gourock, kami harus menyeberang menggunakan kapal feri yang akan mengantarkan kami ke Dunoon. Kami akhirnya paham kenapa tiket bisnya mahal, karena sudah termasuk tiket naik kapal feri untuk menyeberang ke Dunoon, sedangkan untuk tiket kapal ferinya sendiri return seharga 8.40. Humm jadi tiket 15 pounds itu terasa wajar harganya.
 
Kapal Feri "Sound of Seil" yang mulai merapat
Wihiiii kami excited karena akan menyeberang lautan dengan kapal feri, dan supir mcGills memperbolehkan kami turun dari bis dan bisa menikmati pemandangan laut lepas dengan angin yang berhembus lumayan kencang.
            “wah ada lumba-lumba,” kata teman seperjalanan saya. Saya segera menengok ke arah yang ditunjuknya. Dua lumba-lumba menari-menari lincah di lautan lepas, menyenangkan sekali melihatnya. Ini kali pertama saya melihat lumba-lumba di lautan lepas. Saya selalu suka laut, irama gelombang halusnya, angin yang menyapu tubuh saya dan kesegaran suasana yang selalu berhasil dibawakannya.

Di kejauhan ada kapal Feri lain yang mengantarkan penumpang menyeberang

Daratan Dunoon, sudah terlihat di kejauhan. Kota cantik ini terletak di Semenanjung Cowal di Argyll dan Bute, Skotlandia, sebelah barat kota Gourock. Dari jauh, terlihat bangunan-bangunan yang berundak-undak rapi. Sayang langit pagi itu seperti masih tertutupi kabut tipis hingga sulit kamera saya menangkap pemandangan cantik itu.

Daratan Dunoon yang terlihat dari atas kapal Feri kami
            Akhirnya kami sampai di Dunoon, lalu supirnya itu mengatakan bahwa bis yang akan berangkat menuju Glasgow itu jam 3.05 dan 4.05. Saya melirik jam tangan, sekitar pukul 12 siang. Sepertinya waktunya terlalu singkat untuk pemandangan secantik ini dan juga cuaca yang sebagus ini. Matahari yang bersinar terang dan hangat serta langit biru cerah adalah kemewahan ketika hidup di Skotlandia. Kami kemudian mulai menjelajah dengan naik ke atas. Ada patung besar Highland Mary,( kekasihnnya Robert Burns -sastrawan terkenal asal Skotlandia) yang menghadap ke laut. Kami terus mendaki, lalu tak begitu lama terlihat pemandangan menakjubkan di puncaknya. Pemandangan laut dari atas, persis di belakang patung Highland Mary, di sekitar sisa-sisa Dunoon Castle.

Siapa yang tak betah melihat pemandangan semacam ini?
 
Suka foto ini ehehe
Betah rasanya berada di tempat itu, di ketinggian dengan pemandangan lautan lepas di bawahnya. Hamparan rerumputan yang bisa untuk gegoleran berjemur matahari. Iya, begitulah yang saya lakukan. Tiduran sambil menikmati sinar matahari yang langka. Ah, rasanya ingin di situ saja sampai nanti jadwal bis terakhir ke Glasgow tiba.
Kami cukup lama bersantai di situ, sambil membuka bekal makan siang kami. Kemudian kami memutuskan untuk menjelajah ke daerah sekitarnya. Ada kastil Dunoon yang cukup cantik, namun kami enggan untuk masuk. Nampaknya sinar matahari di luar begitu menggoda agar kami puas-puas menikmatinya. Dunoon kota yang damai dan cantik, pantas saja simbah-simbah yang sebis dengan kami betah pergi ke sini. Cocok sekali suasananya untuk melepas lelah, menimba lagi energi yang surut, dan juga menghadiahi diri sendiri dengan pemandangan yang memanjakan mata. Kami berkeliling, mengambil gambar, pergi ke town centrenya demi melihat seperti apa suasananya. Mampir ke supermarket untuk membeli buah, minuman dan camilan. Ternyata di daerah Dunoon jarang ditemukan toko makanan seperti penjual kebab halal, bahkan susah mencari fish dan chips. 
Suasana Town Centre Dunoon
Di depan Castle House Museum
Berjalan menyusuri pantai, ngobrol dengan orang lokal berlama-lama, membahas tentang referendum atau ceritanya tentang keluarganya. Orang skotlandia hampir sama dengan orang Indonesia, suka lama-lama ngobrol bercerita. Kami duduk di tepi pantai dengan camilan di tangan, serta angin yang sesekali berhembus kencang. 

Bunga di tempat duduk kami
 “ I wish I have more hours again here,” kata saya perlahan. Pemandangan dan suasana kota ini sulit sekali diabaikan pesonanya. Saya jatuh cinta, sungguh-sungguh jatuh cinta. Pandangan saya menyalang pada deretan hotel dan penginapan yang persis terletak di tepi pantai. Terlihat keluarga yang duduk-duduk di taman hotel asik bercengkrama. Sayangnya kisaran harga hotel di sana pastilah di luar jangkauan dompet saya ehehe.
Tapi nggak salah kan berharap kapan-kapan bisa kembali ke sini? menyewa salah satu guest house yang bisa terjangkau kocek dan menikmati suasana Dunoon kala malam? Dududu sepertinya menyenangkan hehe.
            “Udah hampir jadwal bisnya nih, ayo segera ke bus stopnya,” ujar teman seperjalanan saya. Aih, lamunan saya buyar hihi. Kemudian bergegas mencangklong tas punggung dimana saya ikatkan juga helm sepeda saya di sana. Hup, semoga saya bisa kembali lagi suatu saat. Kapal feri kembali menyebrangkan kami menuju Gourock, dan kemudian bus yang kami tumpangi melaju menuju Glasgow.
Kembali menyeberang ke Gourock
Pemandangan Gourock yang saya ambil dari jendela bis


Ah, liburan singkat yang sangat menyenangkan. One of my best vacation ever!


Sabtu, 06 September 2014

Dimana letak rasa?





Pernahkah engkau bertanya, rasa itu sebenarnya letaknya ada dimana? Entah mengapa pertanyaan menggelitik itu tiba-tiba muncul dengan absurb-nya dini hari tadi. Kalau ditilik dari jenis-jenis indera, ada indera perasa yang diperankan oleh lidah. Namun bukan “perasa” itu yang saya maksudkan.  Tapi rasa semacam rasa sedih, gundah, lelah, senang, bahagia, riang. Mungkinkah memang rasa itu ada dalam hati seperti kebanyakan orang mengerti?
Pernah kau merasa tiba-tiba terasa ada yang sesak, saat rasamu gundah. Ada rasa yang mendesak-desak, kala merindu. Ada yang bergelenyar gelenyar kala mencinta, kadang ada rasa yang ringan, saat merasa lega. Tidakkah kau merasakan perbedaannya dan mengamati perbedaan rasa-rasa itu dalam hidupmu, dalam harimu?
Pernahkah membayangkan bila engkau tak bisa merasai? Bila rasa tidak ada, tidak pernah ada, seperti apa rasanya menjadi manusia?
Rasa perih, sedih, cinta, rindu, lelah secara fisik memang begitu terasa di dada, mungkin banyak orang mengatakan di hati.
Hatiku sedih, hatiku berbunga-bunga, hatiku riang..begitu biasanya orang bilang.
Secara letak memang masuk akal, karena apapun katalog rasa yang terjadi dan terasa, memang terasanya di bagian dada.
Tapi apakah memang benar rasa itu letaknya ada dalam hati, jantung atau dada?
Saya memang seringkali mempertanyakan hal-hal yang mungkin tak biasa. Tapi saya penasaran dan sedikit googling dengan iseng mencari : dimanakah letak rasa?
Dalam beberapa sumber yang saya baca, ternyata perasaan manusia diproses di dalam otak, bukan di hati. Otak, terutama bagian amygdala sebagai pusat ingatan emosi memproses perasaan sedih, senang, marah, sebal dan perasaan manusia yang lainnya.  Kemudian ada bagian korteks yang juga turut mengatur proses timbulnya perasaan pada manusia setelah ia menerima stimulus. Setelah manusia menerima stimulus maka selanjutnya akan diproses di dalam otak sehingga menunjukkan respon sedih, murung, bahagia ataupun yang lainnya.
Tapi bagaimana caranya proses “pengolahan rasa” yang terjadi di dalam otak tersebut, secara fisik terasanya di dalam hati (bagian dada)? Ada yang berdenyut-dengut, mendesak-desak, bergelanyar ada kalanya teriris perih. Berarti letak proses rasa dan terasanya rasa berada di tempat yang berbeda. 
Saya kemudian tiba dalam pemikiran, betapa uniknya rasa dan bagaimana rasa menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Bukankah setiap harinya kita adalah serupa arak-arakan rasa yang berwarna-warni. Berarakan kadang sedih, kadang sebal, kadang gembira, bahagia. Kita begitu kaya.
Namun saya juga tiba dalam pemikiran lain, bisakah stimuli rasa yang diterima otak misalnya rasa sedih, rasa gundah, tak tenang ataupun rasa yang cenderung negatif yang secara otomatis diolah otak menjadi respon sedih dan sebagainya itu kita ubah atau kita netralisir menjadi respon yang positif.
Kenapa setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam merespon setiap rasa yang dialaminya?
Kenapa ada orang yang lebih cenderung mempunyai rasa positif dalam hidupnya, sedangkan yang lain lebih cenderung dipengaruhi rasa-rasa negatifnya?
Ah, saya banyak bertanya.
Selamat datang setiap rasa, mari bergabung dalam hidup saya yang berwarna.


Glasgow, 5 September 2014 menjelang akhir pekan

Kamis, 04 September 2014

(Luar) Biasa


Suatu saat, orang tercintamu yang paling kau anggap istimewa akan pelan-pelan berubah menjadi biasa,
Biasa karena terbiasa.
Rutinitas akan membuatnya menjadi biasa, hal-hal yang dulu baru dan menawarkan tiap sisi sensasinya pun berangsur menjadi biasa.
Suatu saat, ya suatu saat kala tumpukan detik-detik waktu sudah semakin menggunung
Suatu saat, kala seseorang yang luar biasa itu ternyata seorang manusia biasa
Dan saat itulah daya mencinta menjadi juara,
Setiap orang yang datang dalam hidupmu, akan menjadi manusia biasa..karena memang tiap orang serupa manusia biasa, dengan segala sisinya yang penuh kurang dan lebihnya
Namun suatu saat,
Ya suatu saat,
Kau akan mengerti, bahwa ternyata  bagaimana caramu mencintailah yang selalu menjadi orang tersebut istimewa
Ya suatu saat,
Kau akan pahami, bahwa ternyata bagaimana dayamu mencintailah yang selalu menjadikan orang tersebut luar biasa.

Glasgow, CVR 4 september 2014 di suatu sore yang lengang. 

Kamis, 21 Agustus 2014

Orang-Orang Bahagia




Hari Sabtu lalu kami pergi ke Polmadie Car boot sale, tempat tersebut merupakan tempat barang-barang murah. Ada yang barang bekas pakai ada pula yang baru namun dengan harga yang miring. Sebagai mahasiswa dengan beasiswa pemerintah yang seringkali telat cair hihi, tentu saja tempat seperti ini menjadi tempat favorit kami.
Gerimis Sabtu pagi itu mengguyuri Glasgow walaupun jadwal waktu masih dikategorikan dalam musim panas. Namun beginilah Glasgow, sudah terkenal dengan hujan (dan kadang anginnya). Tapi tentu saja cuaca super gloomy itu tidak menyurutkan langkah kami menuju Polmadie car boot sale. Oh ya dinamakan car boot sale karena kebanyakan dari mereka menggelar dagangannya dalam mobil yang terbuka. Barang dagangan bermacam-macam mulai dari perkakas rumah tangga, pakaian, sepatu, pernak pernik sampai buah dan sayur.
Niatnya kami ingin membeli beberapa keperluan flat baru mas basid yang baru saja pindah ke Bankhall, Govanhill, hanya sekitar 20 menit jalan kaki menuju Polmadie Car boot sale. Nah, saat melihat toples biru lucu yang tergelar di barang dagangan seorang bapak-bapak berumur 40 tahunan, kami mendekat dan melihat-lihat barang dagangannya.
            “ 50 pence each,” katanya sigap, dengan senyumnya yang lebar. Tubuhnya tinggi besar, bila dari jauh terlihat sangar namun setelah didekati nampak keramahan yang terpancar dari wajahnya.
Saya kemudian memeriksa toples biru yang sepertinya cocok untuk tempat gula. Kemudian ternyata ada set cocokannya dengan toples yang lebih besar dengan warna senada. Lucu juga, pas untuk tempat camilan.  Dan harga 50 pence tentu saja harga yang murah untuk sebuah toples di Glasgow. Harga di Indonesia mungkin lebih dari segitu (50 pence sekarang sekitar 10 ribu).
            “Eh, tempat dimsum itu di Cunying (toko cina-red) berapa ya?” tanya Mas Basid, saat menjumpai bapak itu juga menjual tempat untuk mengukus dimsum. Memang sudah agak lama saya ingin membeli kukusan dimsum itu, biar bisa nyobain bikin dimsum atau untuk mengukus siomay. Namun harga kukusan dimsum di toko cina itu membuat malas membelinya, ehehe memang tidak terlalu mahal namun masih terhitung mahal untuk sebuah kukusan dari bambu itu.
            “How much is this? “ tanya saya pada si bapak itu. Hummm malahan si bapak itu bingung mengira-ngira.
            “You can have two for one pounds.” Jawab si bapak itu. Namun demi melihat reaksinya, saya yakin kalau saya nambah barang lagi pasti boleh. Pandangan saya meluncur pada alat penggiling roti dari kayu yang tergeletak di meja. Wuhuuuu, ini dia yang saya butuhkan. Karena selama ini saya menggiling adonan cookies dengan bantuan gelas, pasti akan lebih nyaman bila mengunakan alat penggiling kayu tersebut.
            Sementara itu bapak-bapak itu ngajak ngobrol, mulai dari nanya dari mana, student dimana, dan jurusan  apa. Saat menyebut University of Glasgow, si bapak itu mencadai kami dengan bilang itu bukan universitas terbaik, sambil tiba-tiba dikeluarkan tempat minumnya yang bertuliskan University of Stratcylde (universitas lain di Glasgow).
            “No..no..Uni Glasgow is the best” timpalku becanda.
            “Look” kata saya sambil menunjukkan logo Uni Glasgow yang terpasang di tas saya
            “ I can’t see that!” kata bapak itu balas mencandai kami
Ahaha lucu juga si bapak ini. Si bapak ini ternyata mempunyai satu jari yang tinggal separuh, katanya terpotong saat main kala kecil dulu. Tapi beliau tetap bercerita dengan jenaka. Beberapa orang yang ikut melihat barang dagangannya juga dibecandainya.
            “No..no, stop..stop.  I don’t like you,” begitu kata si bapak itu setiap kali Mas Basid mencoba membalas candaannya.
Akhirnya, kami menawar lagi barang-barang dagangannya. 2 toples, 2 kukusan dimsum, satu alat penggiling kue, dan 6 tempat bumbu yang berbuat dari kaca berhasil diboyong dengan harga 2 pounds. Phew murahnya pake banget.
            “It’s steal!” kata si bapak. Kami berdua bingung dengan maksud steal. Dan memang yang dimaksud dengan steal=mencuri, namun maknanya adalah seperti memberikan barang dengan cuma-cuma atau sangat murah.
            “Yes, because you are good looking women,” kata si bapak itu. Tentu saja tidak ada nada rayuan di dalamnya. Hanya candaannya seperti biasa yang ramah. Ahaha, si bapak itu pastilah salah satu orang berbahagia yang selalu cerah ceria berbagi canda dengan cara yang sederhana. Dengan bahagia pula kami berlalu dari bapak itu dengan bungkusan di tangan.
Kemudian kami kembali memutar sambil asik melihat-lihat barang dagangan yang digelar. Saya yang maniak pernak pernak lapar mata demi melihat barang-barang yang unyu-unyu dan harganya murah. Sayangnya saya terbayang bagaimana membawanya pulang ke Indo, karena sebagain besar berbahan keramik atau kaca yang gampang pecah. Jadilah hasrat harus ditahan-tahan..sedikit ;p
Kemudian kami juga bertemu dengan seorang wanita dengan barang dagangannya. Semula saya melihat-lihat kain-kain di antara barang dagangannya, siapa tau ada kain yang cocok untuk alas sofa flat mas basid yang baru. Karena kami sudah membeli bantal-bantal sofa, namun sofa yang ada berwarna putih dan sudah terlihat lusuh, jadi kami pikir akan pas bila dipasang kain alas.
Ternyata tidak ada kain alas yang pas untuk sofanya, namun perempuan itu tertarik itu mengajak kami ngobrol. Seperti biasa, pertanyaan standar seperti berasal dari mana, student dimana dan pertanyaan standar lainnya. Begitu menyebut Indonesia, mata perempuan itu berbinar,
            “ I live in Thailand in winter for 15 years.” Kata perempuan itu.
            “15 years?” tanyaku penasaran. Karena setelah ngobrol, perempuan itu asli Glasgow namun tinggal 15 tahun selama musim dingin di Thailand tentu saja tidak biasa.
            “yes, I stay for summer in Glasgow, and stay for winter in Thailand,” jelas perempuan itu dengan antusias.
            “ Jadi kamu punya tempat tinggal di Thailand ya?” tanya saya.
          “ No, I can live in the street, in the juggle..kind of like that,” Maksud dari kalimatnya tadi pastilah bahwa ia tidak punya tempat tinggal yang tetap selama di Thailand.
            “What a life!” seruku. Dan senyum perempuan tadi terkembang seketika. Pancaran hidup terlihat jelas di wajahnya.
            “Yes, Lucky me” katanya.
Well, pembicaraan-pembicaraan dengan orang-orang yang saya jumpai di Polmadie itu kembali mengingatkan saat tentang bahagia. Bahwa orang-orang itu bahagia karena mengerti dirinya sendiri, menerima dirinya sendiri. Lihatlah perempuan itu, hidup saat musim panas di Glasgow, mengumpulkan uang kemudian pergi ke Thailand saat musim dingin dan itu sudah dijalaninya selama 15 tahun. Dan bangganya dia berkata “lucky me”. Ah, hidup terkadang adalah menjalani hidup sesuai dengan apa yang kau inginkan.
Selintas saya teringat berita tentang kematian Robie Williams dengan cara bunuh diri yang mengagetkan dunia. Robie Williams, aktor yang membintangi banyak film-film humoris dan keren. Tapi ternyata mengalami depresi hebat dan berakhir dengan bunuh diri. Bagaimana Robie Williams melihat dirinya sendiri, sungguh berbeda dengan orang kebanyakan melihat dirinya.
Hal ini kembali mengingatkan saya.
Bahagia, mungkin ada pada  bagaimana cara diri kita melihat diri kita sendiri. Sementara kebanyakan kita terlalu mementingkan pada “bagaimana orang lain melihat kita”. Tapi pembicaraan saya dengan orang-orang yang saya temui tadi kembali mengingatkan saya bahwa hidup adalah tentang diri kita, tentang perjalanan ke dalam diri.
Bahagia, salah satunya ada pada cara kita menghargai diri kita sendiri.
Salam
Glasgow, 21 Agustus 2014 lewat tengah malam.

Minggu, 10 Agustus 2014

Berbincang dengan Tuhan


Bunga di tepian York Minster- York, England


Suatu kala saya ingin berbincang dengan Tuhan,
Hanya berbincang saja, tidakkah sering kita bertanya..kapan Tuhan bicara, menjawab, membincangi kita?
Tidakkah kita sering bicara padaNya dalam doa, dalam sendiri, saat malam tua atau pagi buta?
Kadangkala saya ingin berbincang dengan Tuhan
Berbincang, tentu bukan sebuah monolog sepi, bukan sepihak
Pernah kau ingin berbincang dengan Tuhan?
Bila dalam doamu kau minta petunjukNya, bagaimana kau mengerti jawabanNya?
Pernahkah kau dalam kesadaranmu memperhatikan pertandaNya?
Pernahkah kau menjadi awas agar mengerti petunjukNya?
Jangan-jangan engkau selama ini hanya bermonolog sepi
Jangan-jangan,


Glasgow, 10 Agustus 2014. Di sebuah minggu siang yang dipeluki gerimis.